aww.
 
Artikelya bagus akhi, 
 
memang begitulah seharusnya sikap setiap harokah.
 
www.
 
 
 
Regards
Daryono
 
Process Engineer
Process Engineering B (Machining)
PT. Astra Honda Motor
phone : 021-89981818 
ext : 8572 / 8574

________________________________

From: [EMAIL PROTECTED] on behalf of dodi mulyadi
Sent: Mon 10/1/2007 11:34 AM
To: fupm-ejip@usahamulia.net
Subject: [ FUPM-EJIP ] Sikap Salafus Shalih dalam Mengelola PerbedaanPendapat, 
Keragaman dan Madzhab-madzhab (Bag I)



AlhamduliLLAAHi wash Shalatu was Salaamu 'ala RasuliLLAAHi wa 'ala 'alihi wa 
ash-habihi waman walah.


by Abi AbduLLAAH 




Sikap Salafus Shalih dalam Mengelola Perbedaan Pendapat, Keragaman dan 
Madzhab-madzhab (Bag I)


Ikhwah wa akhwat fiddin hafizhakumuLLAAH, seringkali ketika mengisi taujih dan 
menjelaskan berbagai dalil yang berbeda di kalangan salaf, ada saja ada orang 
yang bertanya kepada ana: "Ustadz, di antara pendapat-pendapat yang
dikemukakan tadi yang paling shahih yang mana?" Atau: "Ana tidak perlu tahu 
tentang berbagai pendapat tersebut, ana cuma ingin tahu satu yang benar yaitu 
yang sesuai dengan Salaf."

Ikhwah wa akhwat fiLLAAH a'anakumuLLAAH, dari berbagai pengalaman tersebut 
nampaklah bagi para pencari ilmu, bahwa sebagian besar masyarakat kita belum 
mengetahui atau bahkan terlanjur dicekoki pemahaman yang keliru, bahwa 
seolah-seolah kalau sudah pendapat Salaf maka itu hanya satu, atau kalau 
kembali pada pendapat Salaf maka tidak boleh ada perbedaan pendapat.

Pemahaman seperti sama sekali amat keliru dan amat berbahaya, sehingga sebagian 
kelompok kemudian memanfaatkan jargon "kembali kepada Salaf" menjadi "kembali 
ke kelompok kami", atau "kembali kepada fatwa Syaikh Fulan dan Syaikh Fulan, 
kalau selain itu bukan mewakili Salaf". Hal ini tentu saja jauh sekali dari 
kembali kepada manhaj As-Salafus Shalih yang Syamil, Kamil dan Mutakamil.

Mengapa demikian? Karena jika kita jujur kembali kepada pemahaman Salaf, maka 
kita akan dapati seabreg ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan mereka, 
kitapun akan dapatkan setumpuk dalil-dalil dimana sebagian menguatkan
sebuah dalil dan sebagian lagi menguatkan dalil yang lainnya. Sehingga 
hendaklah kita bersikap adil, apakah kita memang mengajak kembali kepada Salaf, 
atau kembali kepada Salaf "yang sesuai dengan tarjih kita" karena kedua hal 
tersebut tentu saja maknanya dan implikasinya amat berbeda kepada Shahwah 
Islamiyyah (kebangkitan Islam) saat ini.

Ikhwah wa akhwat 'azzakumuLLAAH. Jika kita benar ingin merujuk kepada Salaf, 
maka pelajarilah dan telitilah berbagai fatwa mereka, yang kesemuanya 
menyatakan bahwa ikhtilaf sebagiannya adalah terlarang namun sebagian yang 
lainnya bahkan merupakan sebuah kemestian (hatmiyyah). Hal tersebut karena 
perbedaan pendapat adalah sunnatuLLAAH, sebagaimana firman ALLAAH SWT:

"Jikalau RABB-mu menghendaki, tentu DIA menjadikan manusia umat yang satu, 
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi 
rahmat oleh RABB-mu (yaitu para rasul as), dan untuk (perbedaan pendapat) 
itulah ALLAAH menciptakan mereka, kalimat RABB-mu (keputusan-Nya) telah 
ditetapkan: Sesungguhnya AKU akan memenuhi neraka Jahannam itu dengan Jin dan 
Manusia (yang durhaka) semuanya."[1]

Sebagian orang yang tidak mengerti menganggap bahwa makna: "Kecuali orang-orang 
yang diberi rahmat" dalam ayat itu adalah dalil wajibnya kita keluar dari 
berbeda pendapat, pemahaman ini adalah keliru, karena makna yang benar bahwa 
yang dikecualikan tersebut hanyalah para Nabi dan Rasul AS, adapun selain 
mereka pastilah senantiasa berbeda pendapat, demikianlah menurut tafsir ulama 
Salafus Shalih;

Berkata Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya: "Perbedaan dan kemajemukan dalam 
syariat merupakan keadaan yang tidak bisa tidak dalam penciptaan makhluk, 
sehingga makna: Dan untuk itulah ALLAH menciptakan mereka, maka ikhtilaf 
merupakan 'illat (alasan) keberadaan wujud makhluk ini."[2]

Kemajemukan dan perbedaan pendapat tersebut adalah motivator untuk menghadapi 
ujian serta untuk berkompetisi dan berkarya di antara masing-masing pihak yang 
berbeda pendapat tersebut, karena jika hanya satu ummat saja maka tidak akan 
ada lagi motivasi untuk berlomba, yang merupakan tujuan dari penciptaan 
manusia. Hal ini sesuai dengan firman ALLAH SWT yang lainnya: "Untuk tiap-tiap 
ummat di antara kalian KAMI berikan aturan dan jalan yang terang, sekiranya 
ALLAH menghendaki niscaya kalian dijadikan-NYA satu ummat saja, tetapi ALLAH 
hendak menguji kalian terhadap pemberian-NYA kepada kalian, maka 
berlomba-lombalah berbuat kebajikan..."[3]

Bahkan di kalangan non muslimpun ALLAH SWT tidak menyamaratakan mereka, sebagai 
semua mereka adalah jahat dan semua memusuhi kaum muslimin semua, bahkan 
sebaliknya ALLAH SWT Sang Maha Adil menyatakan dengan keadilan-NYA bahwa di 
antara mereka (non muslim) terjadi juga perbedaan dan ada di antara mereka yang 
masih memiliki nilai-nilai kebaikan, sebagaimana firman-NYA: "Mereka itu tidak 
sama, di antara ahli-kitab-kitab itu ada golongan yang berlaku lurus..."[4], 
dalam firman-NYA yang lain: "...dan apabila mereka mendengarkan apa yang 
diturunkan kepada Rasul, kalian lihat mata-mata mereka mencucurkan airmata 
disebabkan kebenaran al-Qur'an..."[5]

Mengapa Bisa Terjadi Perbedaan Dalam Penetapan Hukum?

Jika kita mempelajari fiqh maka kita akan dapatkan bahwa tentang kehujjahan 
dalil syar'iyyah itu sendiri ada 2 jenis:

1. DALIL YANG DISEPAKATI KEHUJJAHANNYA: Al-Qur'an, as-Sunnah, al-Ijma' dan 
al-Qiyas, yang didasarkan dari QS an-Nisa', 4/59. Dalam ayat tersebut taat pada 
ALLAH bermakna taat pada Al-Qur'an dan taat pada Ar-Rasul diartikan taat pada 
As-Sunnah, dan taat pada 'Ulil-Amri (bersifat muqayyad/terbatas) adalah taat 
pada pemerintah atau ulama atau pada kesepakatan mereka (ijma'). Hal ini 
diperkuat dengan dalil hadits tentang af'al Abubakar RA, dimana jika ia tidak 
mendapat hukum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah maka beliau mengumpulkan 
tokoh-tokoh sahabat untuk bermusyawarah[6]. Sementara Qiyas ditetapkan 
berdasarkan hadits Mu'adz ra ketika diutus ke Yaman[7].

2. DALIL YANG DIPERSELISIHKAN KEHUJJHANNYA: Istihsan (mengembalikan yang khusus 
ke yang umum), mashalih-mursalah (menetapkan hukum demi kemaslahatan), istishab 
(memilih yang lebih disukai), 'urf (adat-istiadat), madzhab-shahabiy (ittiba' 
pada sebagian sahabat ra), syar'un man qablana (syariat ALLAH SWT sebelum nabi 
Muhammad SAW)[8].

Ikhtilaf Dalam Hal yang Qath'iy dan Zhanniy

Langkah pertama mensikapi ikhtilaf adalah membedakan apakah masalah tersebut 
bersifat ushuliyyah atau furu'iyyah? Apakah muhkamat atau mutasyabihat? Apakah 
masalah diniyyah atau dunyawiyyah? Jika masalah yang diperselisihkan merupakan 
masalah ushuliyyah seperti wajibnya rukun iman, atau masalah furu'iyyah yang 
qath'iy (pasti) seperti wajibnya shalat, zakat, puasa, hajji, jihad, atau 
haramnya zina, liwath, mencuri, khamr, riba maka berbeda pendapat dalam hal 
yang sudah jelas dan qath'iy ini mutlak diharamkan.

ALLAAH SWT mencela berbeda pendapat dalam masalah seperti ini dalam firman-NYA: 
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih 
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka, mereka itulah orang-orang 
yang mendapat siksa yang berat." [9] Nabi SAW bersabda: "Sungguh kehancuran 
suatu bangsa sebelum kalian disebabkan perbedaan mreka terhadap 
KitabuLLAAH."[10] Ibnu Mas'ud berkata: "Berbeda pendapat itu buruk."[11] 
Berkata Asy-Syafi'i: "Perbedaan pendapat yang diharamkan adalah yang berkaitan 
pada masalah yang ada dalilnya secara sharih (jelas) dalam KitabuLLAAH dan 
Sunnah rasuluLLAAH SAW."[12]

Maka sikap kita dalam masalah ini adalah harus jelas dan tegas (kecuali dalam 
hal-hal yang dikhawatirkan akan mengakibatkan bahaya yang lebih besar), dan 
sikap tegas dalam hal ini dihitung sebagai jihad fisabiliLLAAH[13], dan tugas 
para nabilah menjelaskan kata akhir dan keputusan mana yang benar dan mana yang 
salah dalam perbedaan pendapat seperti ini, sebagaimana dalam firman-NYA: "Dan 
KAMI tidak menurunkan kitab-kitab ini kepadamu kecuali agar kamu menjelaskan 
kepada mereka tentang apa yang mereka perselisihkan itu, juga agar menjadi 
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman."[14]

Adapun perbedaan pendapat dalam masalah yang zhanniy (masih bersifat dugaan 
kuat, tidak pasti) maka sepanjang perbedaan tersebut tidak syadz (nyleneh) dan 
memiliki dalil yang kuat maka yang demikian dibenarkan sekalipun dalam masalah 
aqidah[15], apalagi dalam masalah mu'amalah karena tidak ada dalil yang 
qath'iy[16].

Berkenaan dengan yang perbedaan furu'iyyah ini, berkata Imam Asy-Syafi'i: 
"Perbedaan pendapat ada 2 macam: Ada yang diharamkan dan ada yang tidak, yang 
diharamkan adalah segala hal telah ALLAH SWT berikan hujjah-NYA baik dalam 
kitab-kitab-NYA atau melalui lisan nabi-NYA secara jelas dan tegas maka hal ini 
tidak boleh berbeda pendapat bagi yang mengetahuinya. Maka ALLAH melarang 
perbedaan pendapat pada masalah yang telah dijelaskan secara tegas dalam 
nash-nash al-Qur'an dan as-Sunnah."[17]

Imam asy Syatibi menjelaskan lebih rinci, sbb: "Perpecahan yang dilarang adalah 
perpecahan dalam agama (QS 6/159) dan (QS 3/7) dan bukan perbedaan dalam hukum 
agama. Perbedaan yang kedua ini kita dapatkan para sahabat ra setelah wafatnya 
nabi SAW berbeda pendapat dalam berbagai hukum agama. Pendapat mereka 
berbeda-beda tetapi mereka menjadi terpuji karena mereka telah berijtihad dalam 
masalah yang memang diperintahkan untuk itu. Bersamaan dengan itu mereka adalah 
orang-orang yang saling mencintai satu sama lain serta saling menasihati dalam 
persaudaraan Islam."[18]

Imam al-Qurthubi menambahkan: "Karena berbeda-bedalah maka ALLAH SWT 
menciptakan mereka manusia."[19] Lebih jauh Imam Ghazali menambahkan: 
"Bagaimana mungkin ummat akan bersatu mendengarkan satu pendapat saja, padahal 
mereka telah ditetapkan sejak di alam azali bahwa mereka akan terus berbeda 
pendapat kecuali orang-orang yang dirahmati ALLAH (para Rasul as), dan karena 
hikmah perbedaan itulah mereka diciptakan."[20]

Imam Abu Hayyan at-Tauhidi menyatakan: "Tidak mungkin manusia berbeda pada 
bentuk lahir mereka lalu tidak berbeda dalam hal batin mereka, dan tidak sesuai 
pula dengan hikmah penciptaan mereka, jika sesuatu yang terus menerus membanyak 
sementara tidak berbeda-berbeda."[21] Imam Syihabuddin al-Qarafi mengatakan: 
"Telah ditetapkan dalam ushul-fiqh bahwa hukum-hukum syariat seluruhnya dapat 
diketahui disebabkan oleh adanya ijma' bahwa seluruh mujtahid, jika zhan 
(kecendrungan terkuat menurutnya) mencapai suatu hukum tertentu maka itulah 
hukum ALLAH SWT bagi dirinya dan bagi para pengikutnya."[22]

Perbedaan pendapat ini dinamakan sebagai perbedaan pendapat yang disyari'atkan 
(al-ikhtilaf al-masyru'), tafadhal para pencari ilmu membuka dan merujuk 
langsung pada kitab-kitab yang ana sebutkan, di antaranya sbb:

1. Al-Ikhtilaf Al-Ulama', yang disusun oleh Imam Abi AbduLLAAH, Muhammad bin 
Nashr Al-Mirwazi (wafat th. 294-H).

2. Al-Ikhtilaf Al-Fuqaha', karangan Imam Abi Ja'far, Muhammad bin Jarir bin 
Yazid bin Katsir bin Ghalib Al-Amaliy, digelari Imam At-Thabari (wafat th. 
310-H).

3. Al-Awsath fi As-Sunan wa Al-Ijma' wa Al-Ikhtilaf, karya Imam Muhammad bin 
Ibrahim bin Mundzir An-Naisaburiy, digelari Ibnul Mundzir (wafat th. 318-H)

4. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Abil Walid, Imam Muhammad bin 
Ahmad bin Muhammad bin Rusyd Al-Andalusiy, digelari Ibnu Rusyd (wafat th. 
595-H).

5. Al-Mughniy Fi Fiqhil Imam Ahmad Ibni Hanbal Asy-Syaibaniy, oleh Abil Faraj, 
Imam AbdiRRAHMAN bin Muhammad bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdisiy Al-Hanbaliy, 
digelari Syamsuddin (wafat th. 682-H).

6. I'lam Al-Muwaqqi'in an RABBil 'Alamin, Imam Muhammad bin Abubakr bin Ayyub 
bin Sa'd bin Qayyim, digelari Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (wafat 751-H).

7. Irsyadul Fuhul ila tahqiq Al-Haqq min 'Ilmil Ushul, Imam Abi 'Ali, Muhammad 
bin 'Ali bin Muhammad bin AbduLLAAH Asy-Syaukani Ash-Shan'ani, digelari Imam 
Asy-Syaukaniy (wafat th. 1255-H).

8. Dll.

(Bersambung Insya ALLAAH...)

___
Catatan Kaki:

[1] QS Hud, 11/118-119

[2] Lih. Al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, Darul Kutub al-Mishriyyah, 
juz-IX, hal 114-115)

[3] QS Al-Maidah, 5/48

[4] QS Ali Imran, 3/113-115

[5] QS Al-Maidah, 5/82-83

[6] HR Al-Baihaqi, dalam Al-Kubra', X/114 juga dalam Sunan-nya, II/425 
no.20838; Jam'ul Ahadits Lis-Suyuthi, XXV/146;

[7] HR Bukhari, VI/12 no. 1496; Muslim, I/151 no. 131

[8] Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh

[9] QS Ali Imran, 3/105

[10] HR Muslim, Kitabul 'Ilmi, no.2

[11] Adh-Dha'ifah Lil Albani, IV/75

[12] Ar-Risalah Lisy Syafi'i, hal. 560

[13] Ar-Raddu 'alal Mukhalif, hal.39

[14] QS An-Nahl, 16/64

[15] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebut masalah ini sebagai masalah2 
ilmiyyah atau khabariyyah, lih. Majmu' Al-Fatawa, XIX/204

[16] Bahrul Muhith, VI/240 dan Al-Ihkam, IV/162 [17] Ar-Risalah lisy Syafi'i, 
hal-560, Maktabah Ilmiyyah, Kairo, tahqiq Ahmad Muhammad Syakir

[18] Al-Muwafaqaat lisy-Syatibi, juz-4, hal-121, 1

[19] Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, juz 9, hal 114-115

[20] Al-Qisthas al-Mustaqim, hal.61. Bagian dari kumpulan kitab-kitab Al-Qushur 
Al-Alawi min Rasa'il Al-Imam al-Ghazali, Maktabah Al-Jundi, Kairo

[21] Al-Imtina' wa Al-Mu'assanah, juz 3, hal 99, Kairo (tahqiq Ahmad Amin dan 
Ahmad az-Zain)

[22] Al-Umniyyah fi Idrak Anniyyah, hal 515, dalam kumpulan kitab-kitab 
Al-Qarafi wa Atsaruhu fi al-Fiqh al-Islami (tahqiq AbduLLAH Ibrahim Shalah) 

<<winmail.dat>>

IMPORTANT -
The contents of this email and its attachments are confidential and intended 
only for the individual or entity named above.
Any unauthorized use of the contents is expressly prohibited. If you receive 
this email in error, please contact us, then delete the email.
Please note that any views or opinions presented in this email are solely those 
of the author and do not necessarily represent those of the company and should 
not be seen as forming a legally binding contract without express written 
confirmation.
Finally, the recipient should check this email and any attachments for the 
presence of viruses. PT Astra Honda Motor accepts no liability for any damage 
caused by any virus transmitted by this email.
********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

Untuk keluar dari Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]
********************************************************

Kirim email ke