Dalam perundingan antara masyarakat Kampung Pulo dan Gubernur Ahok di Balai Kota pada Juli 2015 sudah ada kesepakatan bahwa pemindahan warga ke rusunawa (rumah susun sederhana sewa) hanya bersifat sementara / transit selama pemprov membangun kampung susun di lokasi gusuran.
Disepakati pula kampung susun itu mengambil model rusunami (rumah susun sederhana milik). Dengan begituada kesepahaman bahwa konsep yang dijalankan di Kp Pulobukanlah penggusuran dan pemindahan, melainkan betul-betul pembenahan / penataan lingkungan hidup. Cilakanya, belum sampai satu bulan (selagi warga menunggu keluarnya surat kesepakatan), Ahok mengkhianati janjinya dan tetap menggusur paksa hingga terjadi bentrokan. Bagi yang bisa menghubungi Romo Sandy boleh minta ditunjukan notulen dan video perundingan di balai kota tsb. --- jetaimemucho1@... wrote: Rupanya analisa I.Sandyawan (Stigmatisasi, justifikasi, hancurkan) tidak ada artinya bagi mereka yang pro-majikan dan penguasa. Rusun tetap dianggap sebagai tempat untuk "hidup dengan budaya baru yang berperikemanusiaan dan beradab". Tidak apa-apa tidak bisa bayar, yang penting sudah bisa hidup dengan budaya baru!!! Masalahnya bukan soal relokasi. Masalah pokoknya adalah kepada siapa para penguasa mengabdi? Demi kepentingan para pemodal/pengambang, orang-orang miskin/pedagang kaki lima yang dianggap sampah masyarakat harus disingkirkan!! Itulah hakekat masalahnya. Sikap orang terhadap masalah ini lagi-lagi ditentukan oleh keberpihakannya: kepada mereka yang dilanggar HAMnya atau kepada penguasa yang menggunakan kekuasaannya untuk melakukan tindakan kriminal terhadap penduduk/rakyat. On Friday, October 28, 2016 3:43 AM, SADAR@... wrote: Bukan relokasi ke rusunawa yang salah, tapi PEMERINTAH harus lebih cekatan mengatasi masalah pekerjaan bagi warga RUSUN yang jatuh jadi penganggur! Begitu juga dengan pendidikan sekolah bagi anak-anak dan masalah kesehatan/pengobatan bagi warga runun, jangan sampai terlantar. Dan, ... selama pemerintah belum siap menangani dengan baik, tentu kebijaksanaan relokasi ke rusun juga harus ditunda dahulu! Jangan main gusur dan paksakan warga untuk pindah kerusun, ... Kalau sudah ribuan warga rusunawa tidak mampu bayar sewa dan menunggak berbulan-bulan begitu, tentu pemerintah tidak bisa usir mereka, kecuali membantu memecahkan pekerjaan bagi mereka yang jatuh menjadi penganggur setelah pindah kerusun! Salam,ChanCT From: Jonathan Goeij Bukti relokasi ke rusunawa justru menciptakan masalah baru. Sementara mencari solusi pekerjaan, perlu diadakan pemutihan atau amnesty tunggakan sewa. On Thursday, October 27, 2016 4:28 AM, jetaimemucho1@... wrote: Ribuan Penghuni Rusun Menunggak Sewa Rabu, 26 Oktober 2016 | 16:19 WIB Kompas.com/Robertus BelarminusSejumlah warga Bukit Duri di Tebet, Jakarta Selatan yang terkena dampak proyek normalisasi Ciliwung mengikuti proses pengundian untuk menempati Rusun Rawa Bebek. Kamis (6/10/2016) JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 6.516 penghuni atau 46 persen dari total 13.896 penghuni rumah susun pemerintah menunggak pembayaran sewa lebih dari tiga bulan. Selain tidak disiplin, sebagian penghuni menunggak karena tak punya penghasilan tetap ataupun pendapatan yang turun drastis. Kepala Bidang Pembinaan Penertiban dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta Mely Budiastuti, Selasa (25/10), mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya memberdayakan warga yang direlokasi dari pinggiran sungai, waduk, ataupun kolong jalan dengan memberikan pelatihan keterampilan, sarana usaha, dan modal melalui kredit lunak.Namun, ada kendala terutama terkait jalur pemasaran dan target konsumen pembeli produk. Terkait tunggakan itu, Pemprov DKI mendapat dukungan dari Bazis DKI Jakarta yang akan menanggung tunggakan sewa penghuni, terutama yang tidak punya kemampuan bekerja. Susah lunasi Di Rusunawa Pulo Gebang, Jakarta Timur, 60 persen dari 690 unit yang dihuni itu menunggak sewa unit. Lokasi rusunawa yang jauh dari permukiman membuat warga sulit mendapat pekerjaan. Pemberdayaan ekonomi oleh pengelola rusunawa dilakukan lewat tenda kuliner, pertanian kota, dan kerajinan batik. Namun, langkah ini belum membuat penghuni yang berasal dari relokasi Waduk Pluit, Kalijodo, dan daerah lainnya itu bisa lancar membayar sewa unit. Christine (32), penghuni Rusunawa Pulo Gebang sejak direlokasi dari Waduk Pluit empat tahun silam, mengaku pelunasan tunggakan sewa rusun Rp 5 juta sangat berat. Sehari-hari, ia berjualan makanan di rusunawa itu. Namun, keuntungannya masih tipis sebab pelanggannya adalah sesama penghuni rusunawa yang juga terbelit masalah ekonomi. Siti Bunga Rustanty (71), warga Rusunawa Pesakih, Daan Mogot, Jakarta Barat, menunggak biaya sewa lebih dari Rp 3 juta. Ia tinggal sendirian di unit itu. Dua anaknya tinggal di unit berbeda. Ia kesulitan membayar biaya sewa karena nyaris tak memiliki penghasilan. Saat ini, ia hanya membantu mengasuh anak tetangganya. Bayarannya bergantung keikhlasan orangtua anak. Padahal, tiap bulan ia harus membayar biaya token listrik dan makan sehari-hari. ”Dulu, sewaktu di Kapuk (rumah lama), saya bisa bekerja membelah teri. Sekarang nggak bisa lagi,” ujar Siti. Petugas administrasi Unit Pengelola Rumah Susun II Jakarta Barat, Setia Riani mengatakan, pihaknya masih menginventarisasi warga yang benar-benar tidak mampu atau lalai membayar sewa unit. Dari total 640 warga Rusunawa Pesakih, 50 persen di antaranya pernah menunggak sewa bulanan. Rata-rata, warga mengaku kesulitan ekonomi karena kehilangan pekerjaan. Pengelola berusaha memberikan kemudahan dengan mencicil sewa unit sesuai kemampuan. Namun, jika tunggakan sudah tiga bulan berturut-turut, surat peringatan tetap dilayangkan dan sambungan listrik dimatikan. ”Kami kirimkan surat peringatan I, II, dan III berturut-turut. Kalau warga mau mencicil secara bertahap, kami berikan dispensasi,” kata Riani. Sejak rusunawa itu diresmikan Desember 2014, sudah dua orang diusir karena tidak menempati unit dan menunggak uang sewa lebih dari tiga bulan. Menurut Riani, pengelola rusun sudah memberikan pelatihan keterampilan. Lowongan tenaga kebersihan dan satuan pengaman juga diambil dari warga rusun. Namun, keterbatasan lowongan kerja membuat tidak semua warga bisa tertampung di sana. (DEA/MKN/MDN/HLN)