Refleksi . Bertia dari Tatiana dibawah ini menunjukkan bahwa penggusuran model Ahok yang semena-mena terhadap rakyat kecil, ternyata telah mempercepat terjadinya proses kemiskinan dan pemiskinan. Perjadinya proses kemiskinan dan pemislikan dapat kita ikuti dari laporan dibawah ini; yang meggambarkan bahwa warga yang ditempakan du rususn-rusun telah menagalami berbagai macam kesulitan.
Kutipan: 1. Di Rusunawa Pulo Gebang, Jakarta Timur, 60 persen dari 690 unit yang dihuni itu menunggak sewa unit. Lokasi rusunawa yang jauh dari permukiman membuat warga sulit mendapat pekerjaan. 2. Dari total 640 warga Rusunawa Pesakih, 50 persen di antaranya pernah menunggak sewa bulanan. Rata-rata, warga mengaku kesulitan ekonomi karena kehilangan pekerjaan. Pengelola berusaha memberikan kemudahan dengan mencicil sewa unit sesuai kemampuan. Namun, jika tunggakan sudah tiga bulan berturut-turut, surat peringatan tetap dilayangkan dan sambungan listrik dimatikan (Perubahan bentuk huruf dan warna biru dari saya) Menurut pengamatan saya, dua kutipan tersebut diatas, cukup untuk dijadian suatu contoh negataif terhadap kebijakan Ahok dalam melakukan penggusuran warga, dalam konteks ini sudah banyak berita-bertia penggururan model Ahok yang telah di beritakan oleh media massa, jadi terlalu banyak jika semuanya ditulis disini. Diera ``reformasi`` ini nampaknya Ahok telah mengembangkan suatau ideologi neoliberal dalam bentuk ``Social Darwinism``, yang lebih bersandar pada Survival of the fittest, yaitu ; ``Siapa yang menang bersaing, adalah yang benar`` . Dengan cara apa dan bagaimana bisa menang tidak dipersoalkan. Dalam konteks ini tentu saya Ahok-lah yang menag, karena dia punya banyak duit,Polosi, dan Militer. Dlam konteks ini saya tidak asal menentang penggusuran, yang saya tentang adalah cara-cara penggusuran yang tidak manusiawi. Dalam tulisan saya yang terdahulu sudah saya kemukakan suatu model penggusuran yang manusiawi, yang sekaligus mencegah terjadinya proses pemiskinan. Demikian bunyinyi tulisan itu. Yang perlu ditekannya disini adalah: Model pemilikan saham perusahaan oleh kelompok pelaku ekonomi terkait, perlu ditrapkan jaga pada penggusuran tanah rakyat demi pembangunan. Dalam model restrukturisasi dan demokrasi pemilikan tanah, rakyat tidak sekedar memperoleh ganti rugi tapi juga ikut memiliki saham atas invaestasi apapun yang dibangun diatas tanah rakyat, sehingga tidak terjadi proses pemiskinan. Secara singkat dapat dikatakan model Gotongroyaong, artinya mengikutsertakan rakyat, bekerja dengan mendapatkan upah. Ini berarti memupuk kepribadian kita (gotong royong), terutama di desa-desa dengan pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan Rakyat, dan yang dalam jangka pendek kelihatan hasilnya. Misalnya pembanguan waduk,saluran air, jalan-jalan dan sebagainya. Roeslan Von: Tatiana Lukman [mailto:jetaimemuc...@yahoo.com] Gesendet: Donnerstag, 27. Oktober 2016 13:26 An: Yahoogroups; DISKUSI FORUM HLD; GELORA_In Cc: Roeslan; Lusi.D; Daeng; Gol; Mitri; Rachmat Hadi-Soetjipto; Harry Singgih; Jonathan Goeij; Ronggo A.; Lingkar Sitompul; Ajeg; Mang Broto; Farida Ishaja; Marsiswo Dirgantoro; writejo...@gmail.com; Billy Gunadi Betreff: Ribuan Penghuni Rusun Menunggak Sewa Ribuan Penghuni Rusun Menunggak Sewa Rabu, 26 Oktober 2016 | 16:19 WIB Das Bild wurde vom Absender entfernt.Kompas.com/Robertus BelarminusSejumlah warga Bukit Duri di Tebet, Jakarta Selatan yang terkena dampak proyek normalisasi Ciliwung mengikuti proses pengundian untuk menempati Rusun Rawa Bebek. Kamis (6/10/2016) JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 6.516 penghuni atau 46 persen dari total 13.896 penghuni rumah susun pemerintah menunggak pembayaran sewa lebih dari tiga bulan. Selain tidak disiplin, sebagian penghuni menunggak karena tak punya penghasilan tetap ataupun pendapatan yang turun drastis. Kepala Bidang Pembinaan Penertiban dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta Mely Budiastuti, Selasa (25/10), mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya memberdayakan warga yang direlokasi dari pinggiran sungai, waduk, ataupun kolong jalan dengan memberikan pelatihan keterampilan, sarana usaha, dan modal melalui kredit lunak. Namun, ada kendala terutama terkait jalur pemasaran dan target konsumen pembeli produk. Terkait tunggakan itu, Pemprov DKI mendapat dukungan dari Bazis DKI Jakarta yang akan menanggung tunggakan sewa penghuni, terutama yang tidak punya kemampuan bekerja. Susah lunasi Di Rusunawa Pulo Gebang, Jakarta Timur, 60 persen dari 690 unit yang dihuni itu menunggak sewa unit. Lokasi rusunawa yang jauh dari permukiman membuat warga sulit mendapat pekerjaan. Pemberdayaan ekonomi oleh pengelola rusunawa dilakukan lewat tenda kuliner, pertanian kota, dan kerajinan batik. Namun, langkah ini belum membuat penghuni yang berasal dari relokasi Waduk Pluit, <http://megapolitan.kompas.com/tag/Kalijodo> Kalijodo, dan daerah lainnya itu bisa lancar membayar sewa unit. Christine (32), penghuni Rusunawa Pulo Gebang sejak direlokasi dari Waduk Pluit empat tahun silam, mengaku pelunasan tunggakan sewa rusun Rp 5 juta sangat berat. Sehari-hari, ia berjualan makanan di rusunawa itu. Namun, keuntungannya masih tipis sebab pelanggannya adalah sesama penghuni rusunawa yang juga terbelit masalah ekonomi. Siti Bunga Rustanty (71), warga Rusunawa Pesakih, Daan Mogot, Jakarta Barat, menunggak biaya sewa lebih dari Rp 3 juta. Ia tinggal sendirian di unit itu. Dua anaknya tinggal di unit berbeda. Ia kesulitan membayar biaya sewa karena nyaris tak memiliki penghasilan. Saat ini, ia hanya membantu mengasuh anak tetangganya. Bayarannya bergantung keikhlasan orangtua anak. Padahal, tiap bulan ia harus membayar biaya token listrik dan makan sehari-hari. ”Dulu, sewaktu di Kapuk (rumah lama), saya bisa bekerja membelah teri. Sekarang nggak bisa lagi,” ujar Siti. Petugas administrasi Unit Pengelola Rumah Susun II Jakarta Barat, Setia Riani mengatakan, pihaknya masih menginventarisasi warga yang benar-benar tidak mampu atau lalai membayar sewa unit. Dari total 640 warga Rusunawa Pesakih, 50 persen di antaranya pernah menunggak sewa bulanan. Rata-rata, warga mengaku kesulitan ekonomi karena kehilangan pekerjaan. Pengelola berusaha memberikan kemudahan dengan mencicil sewa unit sesuai kemampuan. Namun, jika tunggakan sudah tiga bulan berturut-turut, surat peringatan tetap dilayangkan dan sambungan listrik dimatikan. ”Kami kirimkan surat peringatan I, II, dan III berturut-turut. Kalau warga mau mencicil secara bertahap, kami berikan dispensasi,” kata Riani. Sejak rusunawa itu diresmikan Desember 2014, sudah dua orang diusir karena tidak menempati unit dan menunggak uang sewa lebih dari tiga bulan. Menurut Riani, pengelola rusun sudah memberikan pelatihan keterampilan. Lowongan tenaga kebersihan dan satuan pengaman juga diambil dari warga rusun. Namun, keterbatasan lowongan kerja membuat tidak semua warga bisa tertampung di sana. (DEA/MKN/MDN/HLN)