Organisasi massa rakyat selalu mengatakan pembangunan mega proyek infrastruktur Jokowi adalah untuk mengabdi antara lain kepada pengerukan kekayaan alam negeri kita. Tapi banyak orang yang menamakan dirinya "kiri" mencibir orang yang mendukung pernyataan ormas itu dan tetap mendukung dan membela Jokowi dengan antusias. Nah, lihat sendiri dalam laporan ini tambang apa saja yang akan diangkut? Biji besi, emas dan logam dasar!!! Dan untuk itu Jokowi harus "membunuh" rakyat desa adat!! Tahu bedanya Jokowi dengan Suharto? Suharto membantai jutaan rakyat dalam beberapa bulan saja. Jokowi membunuh rakyat dengan pelan-pelan, melalui pemutusan mata pencahariannya, pemiskinan, peracunan udara, air dan tanah sebagai dampak dari industrialisasi yang serampangan demi mengejar "incredible profit" dan angka pertumbuhan 18% di sektor swasta yang sudah dicanangkan bos Lippo Group, James Riadi. Ini tentu menyenangkan para pendukung modal asing dan kapitalisme. Harus membunuh dulu kaum petani dan suku bangsa untuk mencapai "pembangunan yang berkwalitas"? Berkwalitas untuk siapa? Untuk kelas menengah atas, para turis, para kabir dan komprador!!!
Kegelisahan Orang Seko dan Ancaman Kampung yang Tenggelam Anugerah Perkasa, CNN IndonesiaRabu, 31/08/2016 13:03 WIB Ilustrasi pembangkit listrik tenaga air. Masyarakat adat Seko terancam kehilangan kampung adat karena rencana pembangunan PLTA Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. (Thinkstock/libertygal)Jakarta, CNN Indonesia -- Kecemasan Mahir Takaka mulai terlihat saat membicarakan kampung halamannya pada siang itu. Dia memulai perbincangan soal pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Seko Tengah, Luwu Utara, Sulawesi Selatan sejak 2012 lalu. Mahir khawatir tiga wilayah adat akan tenggelam dimakan proyek energi tersebut. Dimulai dari Amballong, Pohoneang hingga Hoyyane. “Ini merupakan bagian proyek energi 35.000 megawatt,” kata Mahir pada pekan lalu. “Namun, tidak ada upaya pemerintah untuk meminta persetujuan masyarakat adat.” Mahir kelahiran Desa Hono, 45 tahun silam. Dia bekerja untuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), satu organisasi yang membela hak adat, berbasis di Jakarta. Tiga wilayah adat itu, kata dia, akan hilang seiring dengan laju pembangunan PLTA untuk industri. Di dalamnya, ada hamparan sawah dan kebun milik orang-orang Seko. Amballong punya lahan sekitar 22 hektare, Pohoneang seluas 5.212 hektare dan Hoyyane, 18.971 hektare. Kabar tak menyenangkan pun datang silih berganti. Pada Oktober 2014 misalnya, pematokan lahan dilakukan pihak pengembang PLTA di tanah adat Pohoneang tanpa persetujuan masyarakat. Ini akhirnya memicu pemberian sanksi adat. Tetapi, masalah tersebut justru diputarbalikkan. “Pemberian sanksi dilaporkan ke Polres Luwu Utara sebagai tindakan pemerasan masyarakat adat,” kata Mahir. PLTA dengan kapasitas 800 megawatt itu memang akan dibangun di Luwu Utara. Dua perusahaan yang menggarap proyek itu adalah PT Seko Power Prima dan PT Seko Power Prada. Namun, AMAN memperkirakan, listrik itu bukan untuk masyarakat, melainkan untuk penyokong industri di sana. | Ilustrasi Pembangkit listrik tenaga air. Keberadaan PLTA di Kecamatan Seko mengancam keberadaan tiga wilayah adat di sana. (Thinkstock/Libertygal) | Ini bukanlah tanpa alasan. Organisasi itu menyatakan sedikitnya sepuluh Izin Usaha Pertambangan (IUP) sudah dikeluarkan pemerintah kabupaten tersebut. Ini terdiri dari izin untuk tambang bijih besi, emas, hingga logam dasar. “Dengan kehilangan tanah, akan memutus nafas kehidupan generasi di kampung,” katanya. Mungkin, kecemasan orang macam Mahir punya alasan kuat. | Baca juga: Noktah Hitam Proyek Mega Jokowi | Pemerintah menetapkan sedikitnya 11 jenis infrastruktur skala besar sepanjang 2015-2019, termasuk sektor ketenagalistrikan. Proyeksi pendanaan bisnis energi itu pun menjadi salah satu yang terbesar yakni Rp980 triliun. Dana besar lainnya dibutuhkan untuk perhubungan laut (Rp900 triliun); jalan (Rp805 triliun); serta energi migas (Rp506 triliun). Dan masalah ini, tentu saja mempengaruhi perubahan lahan. “Pembangunan waduk baru serta pemanfaatannya untuk irigasi, air baku dan listrik,” demikian Bappenas dalam keterangan resminya, “Berdampak pada perubahan fungsi lahan.” Bappenas menyatakan salah satu hal yang menghambat realisasi investasi adalah keterbatasan infrastruktur. Termasuk pasokan listrik. Dalam keterangan Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana disebutkan, ketersediaan infrastruktur adalah prasyarat utama dalam pembangunan berkualitas. Presiden Joko Widodo sendiri menargetkan proyek listrik 35.000 megawatt di seluruh Indonesia—sebagian memakai bahan bakar batu bara. Tetapi, cerita Mahir bisa jadi membuka kedok pembangunan. Kampung orang-orang Seko akan hilang karena proyek PLTA.