Ini yg. namanya "Blessing in disguise" utk. kita bangsa Asia kalau badut 
sebagai pemimipin. 
---In GELORA45@yahoogroups.com, <jonathangoeij@...> wrote :

 
 ha ha ha pada dasarnya si Trump itu memang cuman clown.

---In GELORA45@yahoogroups.com, <SADAR@...> wrote :

 Sekeras-kerasnya Donald Trump,
 Akhirnya Takluk Juga Oleh Xi Jinping
 11 Februari 2017 14:56:58   Diperbarui: 13 Februari 2017 08:49:32 
  
                           Donald Trump dan Xi Jin Ping. CNN.com
  
 Sikap keras Donald Trump terhadap China hanya mampu bertahan kurang dari tiga 
bulan. Donald Trump mengendur dan akhirnya mengubah kebijakannya terhadap 
China: tetap menghormati Kebijakan Satu China (One China Policy). 
  
 Ceritanya, pada 2 Desember 2016, Trump melakukan komunikasi telepon selama 10 
menit dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang kemudian disebut sebagai 
“unorthodox telephone call (komunikasi telepon yang tidak lazim)”, karena Trump 
adalah Presiden Amerika pertama yang berkomunikasi langsung dengan Presiden 
Taiwan sejak 1979. Selama kampanye dan setelah dinyatakan pemenang Pilpres 
Amerika, dalam beberapa kesempatan, Trump berkali-kali mengatakan, “Kenapa 
Amerika harus terikat dengan One China Policy", yakni kebijakan yang 
memperlakukan China dan Taiwan sebagai satu negara.
  
 Tentu saja China berang. China memboikot komunikasi. Tidak ada kontak antara 
Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Setelah berlangsung lebih 
dua bulan, para pejabat Gedung Putih akhirnya berkesimpulan: China marah 
benaran. Dan Xi tidak akan mau menerima telepon Donald Trump, kecuali jika 
Trump memberikan pernyataan publik bahwa dirinya akan menghormati One China 
Policy. 
  
 Seperti diketahui, pada Kamis malam Waktu Amerika, 9 Februari 2017, Trump 
menelpon Xi Jinping, dan menegaskan bahwa dirinya dan Amerika akan menghormati 
“Kebijakan Satu China”. Sebuah kemenangan diplomasi Xi, yang berhasil 
mengendurkan sikap jumawa Trump terhadap China. 
  
 Dan kemudian diketahui, sebelum menelepon Xi, Donald Trump ternyata dan 
terpaksa melakukan rangkaian manuver di balik layar untuk membujuk Xi Jinping 
mau menerima teleponnya. 
  
 Pada Jumat 3 Februari, penasehat Keamanan Nasional Michael T. Flynn, berbicara 
dengan petinggi kebijakan luar negeri China, Yang Jiechi, untuk menegaskan 
bahwa ketegangan hubungan kedua negara hanya bisa dilunakkan melalui “reinforce 
high-level exchanges,” (memberdayakan kembali komunikasi sesama pejabat 
tinggi). Maksudnya antara Trump dan Xi Jinping. 
  
 Gedung Putih bergerak cepat. Pada Rabu, 8 Februari 2017, Gedung Putih mengirim 
surat ucapan selamat Tahun Baru China dari Donald Trump kepada Xi Jinping, yang 
berisi harapan agar Xi berbahagia. Surat ini diantar langsung (hand-delivered) 
oleh Michael T. Flynn kepada Cui Tiankai, Dubes China di Washington.  
  
 Dalam surat itu, Trump berharap semoga “the Chinese people a happy Lantern 
Festival and prosperous Year of the Rooster (bangsa China berbahagia pada 
Pestival Lampion dan sejahtera di Tahun Ayam Jago)”. Trump juga menegaskan 
untuk “looks forward to working with President Xi to develop a constructive 
relationship that benefits both the United States and China (berharap bisa 
bekerjasama dengan Xi untuk mengembangkan hubungan konstruktif yang 
menguntungkan kedua negara Amerika dan China)”. 
  
 Menanggapi Surat Donald Trump, pada Kamis, 9 Februari 2017, di Beijing, Lu 
Kang, Jubir Kemenlu China mengucapkan terimakasih, dan secara diplomatis, 
menegaskan tidak mempercayai spekulasi yang tidak masuk akal (“senseless 
speculation”), yang menyatakan Trump telah menghina Xi Jinping dengan cara 
sengaja tidak menjadwalkan untuk menelepon Xi. “The two countries share wide 
common interests, and cooperation is the only correct path for both(kedua 
negara memiliki kepentingan bersama yang sangat besar, dan kerjasama adalah 
satu-satunya cara yang benar untuk Amerika-China”. 
  
 Beberapa bocoran dari Gedung Putih juga menegaskan bahwa Menlu Amerika yang 
baru, Tillerson menginginkan Pemerintah Amerika memberikan lebih banyak sinyal 
positif yang lebih tegas untuk mencairkan kebekuan: Trump harus memberikan 
pernyataan publik bahwa Amerika akan menghormati Kebijakan Satu China, agar 
kedua presiden bisa kembali berkomunikasi langsung via telepon. Sikap Tillerson 
ini mengacu pada pandangan umum di kalangan pejabat dan tokoh-tokoh Amerika, 
terutama dari kalangan pebisnis, bahwa tidak ada hubungan bilateral yang lebih 
penting dibanding hubungan bilateral Amerika-China. 
  
 Dan berbagai sinyal positif untuk meredam kemarahan China dilakukan oleh 
Gedung Putih lewat diplomasi di balik layar. Jared Kushner, menantu Donald 
Trump yang juga penasehat seniornya, bertemu dengan Dubes China di Washington, 
Cui Tiankai, sebagai upaya mencairkan hubungan langsung antara Trump dan Xi. 
Jared Kushner memang dikenal memiliki hubungan dan pernah bertemu dengan 
seorang miliarder China, Wu Xiaohui, untuk memintanya membangun kembali crown 
jewel, sebuah gedung komersial di Fifth Avenue, milik keluarga Kushner. 
  
 Dan yang lebih menarik, Ivanka Trump, putri Donald Trump, menghadiri pesta 
Lunar New Year di Kedubes China Washington. Pada kesempatan itu, adiknya, 
Arabella, sempat menyanyikan lagu ucapan selamat berbahasa Mandarin, yang 
rekamannya sempat viral di China. 
  
 Berbagai upaya itu kemudian mencapai klimaksnya ketika Donald Trump akhirnya 
“terpaksa” menelepon Xi Jinping pada 9 Februari 2017, dan dalam komunikasi 
telepon itu, Donald Trump terpaksa atau dipaksa menelan ludah sendiri: bahwa 
dirinya dan Amerika akan menghormati “Kebijakan Satu China (One China Policy)”. 
Wow. 
  
 Catatan: 
  
 Pertama, dalam diplomasi global, setiap negara harus memaksimalkan potensinya 
untuk memperkuat bargaining position-nya ketika berhadapan dengan negara besar 
dan pemimpinnya. 
  
 Kedua, negara yang meyakini potensi dan kekuatannya akan membiarkan negara 
lain agar menyadari dan terpaksa menghargai kekuatan dan potensi itu. China 
meyakini potensi dan kekuatannya dan berhasil memaksa Donald Trump mengakuinya. 
  
 Ketiga, harga diri sebuah bangsa hanya bisa dihargai oleh bangsa negara lain, 
bila bangsa itu sendiri menghargai negerinya sendiri. Jika pemmpin tidak 
menghargai negaranya, jangan berharap pemimpin dan bangsa lain akan 
menghargainya. 
  
 Keempat, bahwa setegang dan sekritis bagaimanapun hubungan bilateral antar dua 
negara, saluran-saluran komunikasi tidak resmi dibalik layar - antar pejabat 
terkait ataupun melalui pihak ketiga - tetap harus dilakukan secara maksimal 
dan terukur. Bukan tiap sebentar, setiap kali muncul persoalan, langsung 
mengambil tindakan radikal: memutuskan hubungan secara sepihak. 
  
 Kelima, setelah memenangkan suatu “pertarungan diplomasi”, seorang pemimpin 
negara pemenang tidak perlu sesumbar mengeksploitasi kemenangan itu untuk 
menyudutkan pemimpin negara yang kalah. Xi Jinping tidak sesumbar kepada dunia 
bahwa dirinya telah mengalahkan Donald Trump, dan Donald Trump tetap bisa 
berwibawa meskipun kalah telak. Hasilnya, hubungan Amerika-China kembali ke 
posisi sebelumnya. Para diplomat Indonesia masih perlu belajar banyak. 
  
 Syarifuddin Abdullah | Sabtu, 11 Februari 2017 / 15 Jumadil-ula 1438H

Selengkapnya : 
http://www.kompasiana.com/sabdullah/sekeras-kerasnya-donald-trump-akhirnya-takluk-juga-oleh-xi-jinping_589ec3cab49373a4048b4568
  






Kirim email ke