From: 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] 
Sent: Thursday, March 9, 2017 5:01 AM

  





http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/03/08/073300526/faisal.basri.kebijakan.ekonomi.pemerintah.ugal-ugalan.


Faisal Basri: Kebijakan Ekonomi Pemerintah "Ugal-ugalan"
Rabu, 8 Maret 2017 | 07:33 WIB

Hilda B Alexander/KOMPAS.com Kondisi teraktual pembangunan LRT Jabodebek, foto 
diambil Kamis (9/2/2017).
Terkait
  a.. Sri Mulyani Tak Ingin Pertumbuhan Ekonomi Dinikmati Segelintir Orang 
  b.. Belanja Pemerintah Ketat, BI Revisi ke Bawah Pertumbuhan Ekonomi 
  c.. Investasi Sektor Industri Diharapkan Topang Pertumbuhan Ekonomi 2017 
  d.. Ada Wajib Pajak yang Hidup Tenang Ada yang Gelisah, Anda Masuk Mana? 
  e.. Jelang Akhir "Tax Amnesty", Kantor Pajak Buka Setiap Hari 
  f.. Target Pertumbuhan Ekonomi 6,1 Persen Dinilai Tak Realistis 
JAKARTA, KOMPAS.com — Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, menilai, 
dua tahun pertama pemerintah Jokowi-JK, perekonomian dijalankan secara 
"ugal-ugalan".

"Dua tahun pertama, Jokowi ini 'ugal-ugalan'. Growth turun, tetapi (target 
penerimaan) pajak dinaikkan luar biasa," kata Faisal dalam diskusi bertajuk 
Indonesia's Economic Outlook 2017 di Jakarta, Selasa (7/3/2017) malam.

Faisal mengatakan, pada tahun 2015, pemerintah mematok target penerimaan pajak 
APBN-P sebesar Rp 1.489 triliun atau 29,8 persen dari realisasi tahun 
sebelumnya yang sebesar Rp 1.147 triliun.

Target yang hampir mencapai 30 persen itu, menurut Faisal, mustahil 
direalisasikan mengingat perekonomian masih melambat.

Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 hanya 5,02 persen, melambat 
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 5,58 persen.

Bahkan, kalaupun dilakukan extra effort, dia memperkirakan penerimaan pajak 
hanya tumbuh sekitar 11 persen.

Pada tahun 2016, pemerintah kembali mematok target penerimaan pajak APBN-P 
sebesar Rp 1.539 triliun atau 24,11 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang 
sebesar Rp 1.240 triliun.

Target pertumbuhan 24,11 persen ini cukup ambisius melihat realisasi 
pertumbuhan ekonomi 2015 kembali melambat, hanya mencapai 4,79 persen dan 
menjadi pertumbuhan ekonomi terendah sejak 2009.

"Keugal-ugalan" yang diulang ini pun menyebabkan realisasi penerimaan pajak 
2016 hanya mencapai Rp 1.284 triliun. Itu pun, kata Faisal, sudah memasukkan 
penerimaan dari pengampunan pajak yang sebesar Rp 103,3 triliun.

"Jadi, kalau tanpa tax amnesty, penerimaan pajak 2016 hanya Rp 1.180,7 triliun, 
turun 4,78 persen dibandingkan realisasi 2015," kata Faisal.

Tahun 2017, tax amnesty sudah berakhir. Pemerintah pun mencoba mengoreksi 
target penerimaan pajak dalam APBN 2017.

"Seolah-olah konservatif, penerimaan dan belanja sama-sama turun. Tetapi, 
ternyata, masih agak ugal-ugalan," kata Faisal.

Hal itu ia lihat dari sisi belanja yang tidak mempertimbangkan kemampuan 
anggaran.

Misalnya, untuk proyek kereta cepat ringan atau light rapid transit (LRT), 
perusahaan pelat merah disuruh membangun terlebih dahulu, baru memikirkan 
pendanaannya kemudian.

Dia pun menyarankan agar PT Kereta Api Indonesia, yang menjadi salah satu 
konsorsium, tidak terlalu berharap pada penyertaan modal negara (PMN) sebesar 
Rp 4 triliun sebab sejauh ini belum dianggarkan dalam APBN 2017.

Entah akan dianggarkan dalam APBN perubahan atau tidak. Memang, kata Faisal, 
utang Indonesia dibandingkan negara-negara lain di dunia relatif rendah.

Akan tetapi, jika waktunya mepet, pasar akan memberikan bunga tinggi dan 
bisa-bisa bunga utangnya lebih besar dibandingkan dengan belanja modal yang 
dibutuhkan.

"Lama-lama saya rasa Bu Sri Mulyani pening kepalanya karena rumusnya Pak 
Jokowi, 'pokoknya'," kata Faisal.

      Penulis : Estu Suryowati 
      Editor : Bambang Priyo Jatmiko 

TAG:
  a.. infrastruktur 
  b.. Faisal Basri 
  c.. pajak 






Kirim email ke