Itulah bung Djie, satu contoh lagi bagaimana seorang ahli yang tidak bisa 
diposisikan dengan benar, ... hanya karena perbedaan Ras atau Agama? Sungguh 
sayang, ... dan nampaknya Liem Keng Kie ini juga relatif mati-muda, 75 th! 
Tidak penuh keahliannya bisa mengabdi pada Indonesia, ... tapi, apakah saat 
Habibie wk.Presiden, Keng Kie jadi pulang ikut bangun pabrik pesawatnya 
Habibie? Dan meninggal di AS, ...

Banyak contoh bisa kita lihat dalam perjalanan kehidupan manusia, khususnya 
yang betul mempunyai keahlian tidak bisa digunakan maksimal, karena berbagai 
hal. Khususnya KESALAHAN KEBIJAKSANAAN yang dikeluarkan pemerintah yang 
berkuasa. Jadi sangat merugikan negara dan bangsa, dalam arti sesungguhnya. 
Makanya generasi muda kudu lebih memperhatikan ini, setelah mempriritaskan 
pendidikan dalam masyarakat, juga harus pandai-pandai menempatkan 
seseorang/Ahli didtempat yang BENAR! Jangan sia-siakan mereka dan merugikan 
pembangunan masyarakat, ...

Salam,
ChanCT


From: kh djie 
Sent: Saturday, June 24, 2017 2:54 PM
To: Gelora45 ; Chan CT 
Subject: Re: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an 
Innovation-Driven Economy

Bung Chan,
Tante saya sekolah di Belanda, kemudian di Inggris, dan sekolah jadi 
penterjemah di Jenewa.
Menikah dengan orang kedua dari kedutaan Besar Tiongkok di Marokko.
Tante berteman baik dengan istri sultan Jusuf.
Pulang ke Tiongkok, kerja di kementerian luar negeri. Banyak melakukan 
terjemahan ke dalam bahasa Inggris.
Ibunya, yang lama di Jerman, mengajar bahasa Jerman di Universitas di Peking.
Waktu RBKP tante dibuang ke desa. Suaminya yang jadi sekretaris Zhou Enlai, 
dituntut harus dipecat, karena punya istri yang tinggal lama dan sekolah di 
Barat. Ya, terpaksa dilepas oleh Zhou Enlai.
Di masa tuanya, tante masih dipakai oleh Hu Chintao untuk menemani perjalanan 
keluar negeri, sebagai tolk.
Sekarang masih sehat, hanya tidak kuat pergi jauh2 lagi ikut reunie familie.
Cocok dengan menantu perempuannya, yang bekas mahasiswa bahasa Inggrisnya.
Pikir2 tante pinter, lihat mahasiswi yang baik, dikenalkan dengan anak laki2 
satu2nya, jadi.
Sekarang, cucu laki2nya sedang ambil PhD bidang Kimia di Amerika.
Apa sudah pernah dengar tentang Liem King Kie, teman baik Habibie. Dia yang 
menganjuri Habibie belajar di Jerman.
Setelah lulus balik, kerja di bagian mesin ITB di bawah dekan mesin dan elektro 
Prof. Dr. Ir. O Hong Djie. Bersama teman2nya mengajar Teknik Penerbangan. 
Tetapi kemudian, di tahun 1969 karena merasa tidak aman dan untuk hari kemudian 
keluarganya, meninggalkan Indonesia. Di Amerika, belajar lagi, dapat PhD, kerja 
di perusahaan penerbangan terkenal di Amerika.
Waktu Habibie jadi wakil presiden, diminta Habibie kembali ke Indonesia untuk 
kepalai perusahaan penerbangan. Temannya di Amerika mengingatkan dia. Ya, kalau 
Habibie berkuasa terus. Kalau dia jatuh, kamu ikut keseret. Dia jawab Habibie, 
kalau dia pernah buka sekolah SMA di Bandung, jadi direkturnya, sekolah yang 
didirikan oleh PPI ( Permusyawaratan Pemuda Indoneasia, bagian pemuda dari 
BAPERKI yang terkenal akan koor dan tarian2 dari Sabang hingga ke Merauke ), 
yang setelah bung Karno jatuh termasuk organisasi terlarang. Jadi dia tidak mau 
menyulitkan habibie, yang nanti bisa diungkat-ungkat kok orang yang pernah jadi 
direktur sekolah organisasi "kiri"kok diberi jabatan penting.
http://www.muvila.com/foto/film/beginilah-rupa-asli-sahabat-hingga-kekasih-rudy-habibie-160614z-page3.html
http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/1015-obituari-dr-ken-liem-laheru--ahli-nasa-dan-salah-satu-pendiri-teknik-penerbangan-institut-teknologi-bandung
Salam,
KH

2017-06-24 8:22 GMT+02:00 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45] 
<GELORA45@yahoogroups.com>:

    

  Dalam pengertian saya, setiap PEMERINTAH sudah seharusnya mengeluarkan 
kebijaksanaan sesuai kebutuhan konkrit nasional nya, hanya saja seringkali 
terjadi keSALAHAN subjektif pejabat dalam menetapkan dan melaksanakan 
kebijaksanaan. Jadi, sudah seharusnyalah setiap PEMERINTAH berusaha MEREBUT 
ahli-ahli, tak peduli siapa dan asal bangsanya, yang jelas dibutuhkan dalam 
usaha pembangunan masyarakat, kecuali disaat ahli yang bersangkutan sudah TIDAK 
DIPERLUKAN lagi karena berbagai hal! Kalau saja untuk mendidik ahli-ahli itu 
sendiri sedikitnya harus 5 tahunan, kenapa tidak berusaha menyedot ahli-ahli 
itu dari luarnegeri, ... tentu saja kebijakan memberi fasilitas istimewa pada 
ahli-asing itu harus dikurangi bahkan ditutup setelah tenaga hali dalam negeri 
sudah mencukupi, ...

  Tapi, terkadang dalam keluarkan kebijakan itu dilatar belakangi POLITIK yang 
jelas SALAH dan tidak seharusnya begitu! Saya ambil contoh yang terjadi dimasa 
RBKP di TIongkok, 1966-1976 misalnya, kebablasan dalam memandang dan 
mengutamakan “PERJUANGAN KLAS”, sampai-sampai HUAKIAO yang dianggap asal klas 
kapitalis kena jadi korban orang yang bukan saja dicurigai tapi banyak yang 
dinyang! Dan semua itu terjadi tanpa ada BUKTI2 akurat, ... di HK saya 
berkenalan dengan seorang tua asal Singapore, begitu semangat patriot yg 
tinggi, mengetahui Republik Rakyat TIongkok didirikan dan tanpa ragu2 diusia 18 
kembali pulang kenegeri leluhur untuk mengabdikan dirinya. Bukan sekolah yang 
didahulukan oleh pemuda ini, begitu ada panggilan sukarelawan Perang Melawan AS 
mendukung Korea, langsung dia daftarkan diri dan ikut maju kemedan perang 
selama 3 tahun. Dan karena tekad juang dan begitu aktifnya ikuti kegiatan 
Partai, dia ditahun 1955 pun bisa diterima menjadi anggota Partai. Dia juga 
melewati ujian segala penderitaan kemiskinan dimasa menghadapi berturut-turut 3 
tahun bencana alam-berat tahun 1959-1961, pengganyangan dimasa RBKP, ... tapi 
sama sekali tidak ada niat keluar ke HK! Lalu, apa yang mendorong dia keluar 
meninggalkan tanahairnya? Dengan penuh rasa kecewa yang sangat menyedihkan, dia 
bilang, justru dimasa Ketua Mao dan PM Zhou masih hidup, ... hatinya TERPUKUL 
hanya karena putranya ditolak masuk Sekolah Penerbang Angkatan UDARA, ... 
karena satatus HUAKIAO yang tetap disandangnya dan anak satu2nya itu juga jadi 
TETAP dicurigai! Padahal, dia merasa sudah sepenuh hati menyerahkan jiwa-raga 
pada TANAHAIR yang dicintai ini! Dia takut keadaan akan menjadi lebih jelek 
setelah Ketua Mao dan PM Zhou tiada, ...

  Itulah KESALAHAN POLITIK, kesalahan kebijakan yang sangat tidak bijaksana! 
Kebablasan yang TIDAK BISA melihat karakter, kwalitas seseorang berdasarkan 
kenyataan konkrit, tidak berani mengakui kenyataan karakter/kwalitas seseorang 
TIDAK ditentukan asal klas, artinya tidak semua kapitalis PASTI jelek dan 
jahat, sebaliknya juga tidak semua buruh pasti baik! 

  Begitu juga, tidak semua ahli-ahli lulusan AS, Eropah pasti lebih baik dari 
lulusan RRT, Indonesia, India, ... semua itu masih harus diamati dalam praktek 
kerjanya. Ada orang yang pandai teori, tapi tidak bisa kerja, tidak kreatif, 
... sebaliknya juga ada orang yang sekolahnya tidak pinter-pinter amat tapi 
sangat kreatif, giat dan teliti dalam kerja. 

  Salam-ngobrol,
  ChanCT


  From: jonathango...@yahoo.com [GELORA45] 
  Sent: Saturday, June 24, 2017 9:35 AM
  To: GELORA45@yahoogroups.com 
  Subject: RE: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an 
Innovation-Driven Economy

    

  OPT itu utk international student yg mau minta, pada dasarnya ya ijin kerja 
(working permit), mereka yg permintaan OPT-nya dikabulkan dikasih Employment 
Authorization Document (EAD) card, dan bukan yg yg sudah lulus saja yg bisa 
minta yg masih kuliah juga bisa minta. Tetapi visanya tetap F1. Baru setelah 
ada perusahaan yg mau terima dan mau sponsorin barulah minta H1B.

  Tidak semua perusahaan mau jadi sponsor, juga ada biaya yg ditanggung, 
sesedikitnya perusahaan itu harus bayar biaya H1B selain memenuhi ketentuan2 
tertentu. Melihat hal ini sebenarnya mereka yg disponsorin itu bukanlah yg 
kurang pintar tetapi justru yg pintar, kalau kurang pintar ngapain disponsorin.

  EB itu berdasarkan exceptional ability sudah tentu jarang ada, tetapi melihat 
cerita dan latar belakang pendidikan BH Jo sbg radiation oncologist saya kira 
ada kemungkinan beliau dapat visa EB (tidak tahu EB-1 atau EB-2).


  ---In GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote :


  USA bukan kasih kesempatan cari kerja. Gak ada! Pekerjaan itu buat orang 
amerika bukan orang asing.



  Yang ada adalah foreign student ini cari kerjaan sendiri atau dikasih 
kesempatan utk magang tetapi bukan pekerjaan. Kalau ada yang kasih kerjaan, 
institusi itu sponsor H1B visa utk orang asing ini. Visa H1B ini yg sedang 
digarap oleh Trump krn banyak disalahgunakan. H1B visa ini utk mengisi 
pekerjaan yg tidak bisa dikerjakan oleh orang amerika. Kenyataannya banyak visa 
H1B dikasih ke mereka2 yg kurang pinter tetapi gajinya lebih murah.

  Kalau setelah lulus, foreign student tidak dapat pekerjaan, ya mereka harus 
pulang Indonesia. Kalau gak pulang ya jadi illegal.



  Biasanya mereka apply OPT/optional practical training. Istilahnya magang. Ini 
masa berlakunya 17 bulan….dulu kalau gak salah 1 tahun. Masa dari kelulusan 
hanya 3 bulan tetapi biasanya mereka sudah apply sebelum2nya shg bisa dapat 
pekerjaan.

  Dengan OPT ini tidak menjamin perusahaan mau kasih pekerjaan, tetapi kalau 
perusahaannya suka barulah mereka sponsor utk mendapatkan H1B visa yg sah utk 
bekerja. Jadi OPT nya diubah jadi H1B. biasanya perusahaan bayar immigrant 
lawyer utk ngurusin H1B visa ini. Dari H1B setelah 5 tahun bisa apply utk 
mendapatkan green card. Terus citizenship. 



  EB itu jarang ada. Kebanyakan H1B. lebih gampang lewat dunia intelligent 
dimana orang asing dapat visa khusus kalau menolong USA. Selain itu ada E2 visa 
buat investor, taruh 750 ribu s/d 2 juta dollar di investasi2 ttt yg sudah 
ditetapkan seperti real estate dll, bisa dapet immigrant visa.



  Betul informatika sangat popular terutama tahun2 1980an dijerman. Ada yg 
memilih tinggal di jerman, keluar jerman dan atau pulang Indonesia. Semua itu 
keputusan dalam hidup mereka masing2. Setiap negara punya hukumnya masing. Ini 
bukan masalah gampang atau tidak. Ini masalah hukum.



  Dijerman lebih susah lagi utk lulusan asing utk dapet pekerjaan dijerman. Ini 
terjadi terus sampai sebelum merkel menang. Saya kurang ngikutin setelah merkel 
menang.



  Nesare





  From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
  Sent: Wednesday, June 21, 2017 6:15 PM
  To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com>
  Subject: Re: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an 
Innovation-Driven Economy





  Kalau di Amerika mahasiswa yg lulus dikasih kesempatan cari kerja, dari visa 
sekolah (F1) kemudian dirubah jadi visa kerja (H1B) tempat kerjaannya itu 
ngasih sponsor utk mengajukan green card. Cuman karena nama employer ditulis 
divisa kerja sehingga kalau ganti kerjaan visa kerjanya itu gugur dan harus 
minta visa baru. Tapi setidaknya kalau mau ada kesempatanlah nggak harus pulang.



  Ada juga jalur khusus yg namanya visa kerja berdasarkan exceptional ability 
(EB), nah teman anda yg punya 2 PhD di Fisika dan Kedokteran itu rasanya 
memenuhi syarat buat dapat EB itu mungkin kalau nggak EB-1 ya EB-2. EB-1 itu 
buat researcher yg sudah ada achievement-nya sedang EB-2 yg punya advanced 
degree sebangsa PhD itu.





  ---In GELORA45@yahoogroups.com, <djiekh@...> wrote :



  Kalau di Belanda, mahasiswa berbagai jurusan begitu lulus, harus balik 
Indonesia.

  Tetapi yang dari informatika, banyak dapat ijin kerja dan ijin tinggal, 
karena di sini sangat dibutuhkan.

  2 teman saya dulu kerja di dua perusahaan besar jerman. Perusahaan besar yang 
mintakan ijin kerja dan ijin tinggal dengan alasan keahlian mereka dibutuhkan. 
Wah, kalau di Jerman waktu itu, kalau Prof. atau Perusahaan Besar yang 
mintakan, selalu dapat.

  Lain dengan Belanda. Tetapi herannya kalau di Belanda, kalau dibantu orang 
dari partai politik, kok bisa.

  Ada teman, punya 2 PhD di Fisika dan kedokteran. Setelah dapat PhD Fisika, 
tetap mau tinggal di jerman, ambil kedokteran. Habis lulus, ambil PhD 
kedokteran. Hanya bisa dapat ijin kerja yang dimintakan untuk di rumah sakit. 
Suatu hari seorang patient wanita Jerman yang dianggap tidak ada harapan, 
sembuh. Wanita itu tanya, apa dia bisa balik tolong dokternya. Teman saya 
bilang, dia tidak punya ijin tinggal dan ijin kerja permanent. Wanita itu 
bilang, mungkin suaminya bisa bantu. Wah, dalam seminggu keluar ijin tinggal 
tetap dan ijin kerja, sehingga beberapa tahun kemudian dia bisa buka praktek 
sendiri.



  2017-06-21 16:31 GMT+02:00 nesare1@... [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>:



        Bener itu yg terjadi brain drain dari jerman ke USA dan kanada ditahun 
70/80 an.

        Sekarang mah beda. Masuk USA susahnya minta ampun. Visa tidak cukup. 
Walaupun permohonannya sudah dikabulkan pun masih harus menunggu puluhan tahun 
baru dapat visa.



        Ya jelas tidak bisa lulusan luar negeri pulang ke Indonesia ditahun 
70/80an utk minta ini itu.

        Sekarang saja tidak bisa begitu.

        Indonesia beda dengan USA dan kanada. Gak fair perbandingannya.

        Kalau mau pulang, imigrasi ya mbok mikir gimana konsekwensinya.

        Namanya saja orang merantau ada untung ruginya.



        Tetapi jangan mau minta privilege/perlakuan istimewa mentang2 lulusan 
luar negeri seperti “dalam beberapa hari sudah bisa dapat visa”. Ini kan minta 
perlakuan khusus. Sekarang pun perlakuan khusus ini sudah gak ada utk masuk USA 
dan kanada.

        Jadi bukan hanya gak bisa utk masuk Indonesia saja.

        Ini masalah setiap negara berbeda.



        Harus dilihat secara proportionally.

        Jangan krn pengalaman bung yg hebat dapat visa ke USA dalam bbrp hari, 
lalu bung ambil kesimpulan Indonesia tidak menghargai orang pintar.



        Persoalannya bukan disitu. Siapa yg tidak menghargai orang pinter, 
orang kaya, orang2an dll?

        Coba misalnya kalau bung kenal sama Habibie ditolong langsung disuruh 
pulang Indonesia dan duduk dikursi enak dikasih pekerjaan dll dan hidup mapan. 
Moso’ bisa disimpulkan Indonesia sangat menghargai lulusan luar negeri dan atau 
enak sekali kerja diindonesia?



        Saya tidak mau justifikasi kemauan bung. Tetapi dari contoh bung itu, 
situasi yg bung dambakan, bagi saya adalah minta perlakuan khusus krn bung 
lulusan luar negeri. Bagi saya ini permintaan yg kebablasan.

        Bagi saya akan lebih baik, pindahlah kenegara manapun sepanjang 
seseorang bisa hidup baik. Itu saja.



        Tambahan: repot tidak kalau ada dokter WNI lulusan luar negeri tetapi 
tidak bisa berbahasa Indonesia, mau pulang Indonesia utk praktek. Bagaimana 
bisa dokter ini berhubungan dengan pasiennya? Kan tidak bisa. Makanya 
pemerintah Indonesia punya kriteria dalam menkreditasikan ijazahnya. Masalah 
ada diskriminasi dalam pelaksanaannya, itu level aplikasinya tetapi kriteria yg 
telah ada dan disyaratkan itu tetap harus ada.



        Nesare





        From: GELORA45@yahoogroupscom [mailto:GELORA45@yahoogroups. com] 
        Sent: Wednesday, June 21, 2017 3:38 AM
        To: Gelora45 <GELORA45@yahoogroups.com>; Beng-Hoey Jo <bhjo@...>
        Subject: Re: [GELORA45] Re: Difficult for Indonesia to Become an 
Innovation-Driven Economy





        Kalau di Belanda, dulu masuk banyak dokter gigi dari Indonesia.

        Mereka tidak boleh jadi dokter gigi, kecuali kalau ikut kuliah dan 
lulus ujian di Belanda.

        Setelah bertahun-tahun jadi schooltandarts ( dokter gigi untuk periksa 
gigi anak2 sekolah),

        terjadi perubahan peraturan yang tidak pakai schooltandarts lagi.

        Lha dokr2 gigi Indonesia ini tidak dibuang begitu saja, tetapi justru 
dicarikan jalan supaya bisa kerja sebagai dokter gigi.

        Terus dibuat peraturan, mereka boleh ujian tanpa mengikuti kuliah.

        Teman saya yang lulusan Jerman, Belgia, Belanda, dan pernah belajar di 
Zwitserland jadi salah satu pengujinya.

        Dia bilang, kebanyakan sekali lulus. Dan mereka juga pinter, lihati 
temannya dokter gigi asal Indonesia lulusan Belanda, yang sedang kerja, terus 
pelajari teknik terbaru.

        Kalau dari teknik di Indonesia, bisa langsung kerja di Belanda. 
Tegantung kecakapannya dalam praktek. Ada juga beberapa kuliah dulu di Delft, 
harus masih ikuti pelajaran 2 tahun terakhir di Delft dan ujian.

        Istri saya, kerja dulu jadi analist. Setelah beberapa tahun, 
Direkturnya tawari kuliah lagi di Delft, harus selesai dalam 2 tahun. Dibayar 
penuh, tidak usah masuk kerja, tetapi begitu lulus, tidak boleh minta kenaikan 
gaji. Kalau naik jabatan, baru ada kenaikan gaji. Setelah dua tahun, lulus, 
kerja balik di Institut Geologi Leiden. Kemudian Institut Geologi Leiden dan 
utrecht fusie, jadi lab. besar.

        Kepala lab Leiden jadi kepala Lab. fusi, dan istri saya diangkat jadi 
wakil kepala lab. Rupanya direktur Geologi Leiden,

        sudah menyiapkan orang2nya kalau terjadi fusi. Belakangan jadi kepala 
lab, tetapi kalau di Belanda tidak aotomatisch. Banyak calon2nya.





        2017-06-21 9:05 GMT+02:00 bhjo@... [GELORA45] 
<GELORA45@yahoogroups.com>:



          Yg. saya ceritakan adalah situasi di Indonesia tahun 1970-1980-han. 
Maka dari itu majoritas dari mahasiswa2 di Jerman kebanyakan pindah ke AS, 
Kanada sebagian ke Belanda dan Australia. Untuk pulang ke Indonesia pada waktu 
itu, mereka merasa akan dipersulit kalau dibanding ke negara2 Barat lain, yg. 
akan menerima dgn. tangan terbuka dan malahan membantu mereka Memang dokter 
harus lulus tes utk. bisa bekerja, tetapi tes dari negara2 ini adalah tidak 
sulit pada waktu itu. Tesnya adalah tes dasar dalam istilah2 Inggris dan tes 
bhs. Inggris. Ini cuma supaya Pemerintah tidak bisa persalahkan oleh masyarakat 
dan bisa membela diri kalau ada masalah  dgn. bidang yg. berhubungan dgn. 
kesehatan atau jiwa manusia. Ujian tes namanya ECFMG yg. dibuat oleh AS. Kanada 
tidak mempunyai tes sendiri tetapi mengakui tes ECFMG. Jadi juga menggampangkan 
yg. mau ke Kanada. Ujian dari Australia, lebih gampang lagi. Sedangkan dari 
bidang2 teknik, langsung bisa bekerja dgn. kualikasi Jerman sebab tidak 
berhubungan dgn. jiwa manusia. Kanada sangat memerlukan mereka utk. 
pembangunannya pada waktu itu.



          Setelah AS dan Kanada mulai cukup dgn. jumlah dokternya, tesnya mulai 
bertambah sulit. ECFMG menjadi VQE Dan sekarang sangat sulit, dimana VQE 
menjadi USMLE (part 1, 2 dan 3). Waktu jaman ECFMG kalau lulus dgn. minimum 
score 75 bisa bekerja di AS. Sekarang kalau mau bisa diterima di AS, harus 
lulus USMLE yg. jauh lebih sulit dan dgn. score minimum 95 (maximum score 100). 
 Jadi cuma top2 dokter dari seluruh dunia yg. bisa diterima di AS sekarang ini. 
 Jadi kepentingan nasional yg. dipentingkan di negara2 Barat, yg. disesuaikan 
dgn. keperluan. Poin saya adalah waktu tahun 1980-han Indonesia masih sangat 
kekurangan dokter, kenapa mesti ada adaptasi segala macam.  Teorinya 6 bulan 
tetapi di-ulur2 sampai lama sekali kecuali bisa "membaiki" senior-nya. Mengapa 
institusi tidak menggampangkan dan Pemerintah menuruti anjuan institusi seperti 
di negara2 Barat pada waktu itu?  IDI juga tidak membantu dan mempermudahkan.  
Indonesia sampai sekarang masih kekurangan dokter apalagi yg. berkualisi 
internasional dan bersuperspesialisasi. Maka dari itu pasien2 yg. berduit, 
berobat di Singapur, Penang dll. utk. masalah medik yg. bukan gampang seperti 
batuk-pilek. Sedangkan negara2 Barat sudah berlebihan dokter2.



          Menjawab pertanyaan: pemerintah/negara mana yang membantu orang asing 
ini dan bagaimana mereka membantu orang asing ini masuk negaranya? Contoh: dari 
pengalaman pribadi. Waktu saya sudah selesai studi, setelah mengetahui 
peraturan2/situasi yg. ada di Indonesia, saya melihat bagaimana di negara2 
lain, terutama AS, Kanada dan Australia. Waktu itu saya mencari 
informasi/mendaftar di Kanada. Saya diminta utk. menemui director dari 
institusi, seorang profesor, yg. kebetulan akan ke Jerman utk mengkuti 
konferensi dan memberi ceramah di kota Duesseldorf. Saya menemui director ini 
di Dueseldorf, yg. kebetulan tidak jauh dari tempat saya.  Saya diajak makan 
malam dan ber-cakap2 dan dianjurkan datang/pindah ke Kanada. Dia yg. akan 
membantu saya masuk ke Kanada dan mengurus work visa dll. Dan Kantor Imigrasi 
(Pemerintah) akan menurut saja apa yg. direkomendasikan oleh institusi2 utk. 
kepentingan masyarakat atau nasional. Tidak lama kemudian saya mendapat work 
visa-nya. Sebagai contoh lain yg. saya alami, saya mendapat Permanent 
Residence/Green card dari Pemerintah AS "cuma dalam waktu beberapa hari" atas 
anjuran institusi di AS supaya saya bisa cepat pindah dan bekerja. Mana situasi 
seperti ini bisa terjadi di Indonesia pada waktu itu. ataupun waktu sekarang? 
Kebanyakan mementingkan keuntungan pribadi dan mengabaikan kepentingan 
nasional. Saya ingat motto kurang-lebih sbb.: "Kalau masih bisa dipersulit, 
kenapa mesti dipermudah?"








  
  • Re: [GELORA45] Re: Diffi... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • RE: [GELORA45] Re: ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
      • RE: [GELORA45] ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
        • Re: [GELORA... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
          • Re: [GE... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
            • Re... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
              • ... b...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
                • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
                • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
                • ... 'B.H. Jo' b...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
        • RE: [GELORA... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
          • RE: [GE... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
            • RE... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke