*Hanya Rp 5,8 triliun. Tidak perlu dikhawatirkan, karena kerugian bisa ditutup dengan pinjaman luarnegeri. hehehehehehe*
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41107226 Indonesia kehilangan Rp5,8 triliun akibat 24 BUMN rugi di 2017 - 1 September 2017 Hak atas foto BAY ISMOYO/AFP/Getty Images Image caption Dari 24 BUMN yang merugi pada tahun buku semester I 2017 tersebut, umumnya karena berbagai macam persoalan. Kementerian BUMN mencatat 24 perusahaan yang mengalami kerugian sebesar Rp 5,852 triliun pada kuartal pertama 2017. Jumlah tersebut dilaporkan lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp5,826 triliun. Karena kerugian tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani membebaskan BUMN tersebut dari kewajiban menyetor dividen kepada negara pada 2018. Kepastian itu disampaikan oleh Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (30/8) lalu. Dalam rapat kerja tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa ada 24 BUMN yang merugi karena kalah saing dan efisiensi dan 11 BUMN lain masih merugi karena sedang dalam proses restrukturisasi. BUMN yang merugi karena kalah saing termasuk PT Garuda Indonesia, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel, PT Energy Management Indonesia, PT Pos Indonesia dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, Sementara BUMN yang masih merugi namun dalam proses restukturisasi termasuk PT Nindya Karya, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT Kertas Leces. Di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemerintah menargetkan dividen BUMN mencapai Rp 43,6 triliun. - Barter minyak sawit dengan Sukhoi ‘strategi bagus’ sekaligus ‘bermasalah’ <http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40853946> - Pemerintah Indonesia dapatkan 51% saham dan perpanjang kontrak Freeport <http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41079090> Meski begitu, Kementerian BUMN juga mencatat tiga BUMN yang kinerja keuangannya menjadi positif, yaitu PT Djakarta Lloyd (Persero) perusahaan jasa angkutan kargo kontainer dan curah berbasis transportasi kapal laut, PT Nindya Karya (Persero) perusahaan jasa konstruksi dan PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), perusahan jasa logistik. Kepada wartawan, Sekretaris Kementerian BUMN, Imam A Putro, mengatakan, ke-24 BUMN yang merugi pada tahun buku semester I 2017 tersebut umumnya karena berbagai macam persoalan. "Ada yang karena beban kerugian di masa lalu, ada yang karena salah manajamen, ada yang karena turunnya harga komoditas di pasar global dan karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan swasta," ujar Imam seperti dikutip Antara. Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan pihaknya tengah mengevaluasi rute-rute maskapai nasional tersebut yang mencatat kerugian US$283,8 juta atau hampir Rp4 triliun. Adapun rugi tersebut naik 349% dibandingkan periode sama tahun lalu yang senilai US$63,2 juta. Hak atas foto ADEK BERRY/AFP/Getty Images Image caption Kementerian BUMN tengah mengevaluasi rute-rute maskapai nasional tersebut yang mencatat kerugian US$283,8 juta atau hampir Rp4 triliun. Dalam pernyataannya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N. Mansury, menjelaskan kenaikan rugi bersih tersebut karena di April 2017 ada pencatatan transaksi tax amnesty sebesar US$137 juta dan denda kasus hukum di Australia sebesar US$8 juta. Bagi Direktur INDEF dan pengamat ekonomi, Enny Sri Hartati, penanganan BUMN yang merugi tidak bisa disamaratakan dengan dianggap tidak efisien. Dan sumber inefisiensi, menurutnya, terletak pada tata kelola, sumber daya manusia, dan teknologi. Dia mencontohkan, untuk PTP yang belanja pegawainya mencapai 40% sehingga ada inefisiensi penggunaan tenaga kerja, sementara usaha sejenis atau pabrik gula swasta, kini sudah beralih menggunakan mesin daripada industri padat karya. "Sektor swastanya jauh lebih efisien, mesin-mesin dan teknologi yang digunakan di BUMN kalah jauh bersaing," ujar Enny. Dia juga menyebut soal 'tambunnya struktur BUMN', dengan jumlah direksi dan komisaris yang besar. "Ini yang menyebabkan tidak efisien karena eselon satu kan tidak hanya terkait gaji direktur seorang, tapi kelembagaan juga," tambahnya. Enny juga menyoroti adanya perbedaan dalam indikator kerja antara BUMN dan swasta. "Swasta kan berpacu dengan perkembangan waktu eksternal, sementara BUMN masih dikelola dengan birokratis," ujar Enny. Hal ini, menurutnya, menyulitkan munculnya pengambilan kebijakan yang kreatif.