https://www.antaranews.com/berita/680975/padi-hibrida-diminati-petani-
pesisir-pantai-selatan-pulau-jawa
Padi Hibrida diminati petani
pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa
Sabtu, 27 Januari 2018 16:38 WIB
Padi Hibrida Largo Super Kebumen (ANTARA News/Hand Out)
Jakarta (ANTARA News) - Selama ini, padi hibrida selalu digolongkan
sebagai padi sawah terutama sawah beririgasi teknis. Hal ini tidak
sepenuhnya benar, karena kemampuan adaptasi padi hibrida juga ditentukan
oleh kedua galur tetuanya.
Pertanaman padi hibrida yang ditanam untuk pertanaman konsumsi
menggunakan benih keturunan pertama (F1). Kenapa F1? Karena pada
pertanaman F1 akan muncul fenomena genetika yang disebut heterosis yaitu
kecenderungan tanaman F1 untuk tampil lebih baik dibandingkan kedua
galur tetuanya.
Heterosis dapat muncul pada semua karakter dan untuk padi hibrida
heterosis diharapkan muncul pada karakter potensi hasil (GKG ton/ha).
Besarnya heterosis ditentukan kekerabatan kedua galur tetua
pembentuknya, secara teoritis semakin jauh kekerabatan kedua tetua
semakin besar heterosisnya.
Pada skala komersial tingkat heterosis ini pada umumnya ada standarnya,
berapa persen, dan biasanya disebut standar heterosis. Dalam hal ini
penampilan hibrida tidak dibandingkan dengan kedua tetuanya tetapi
dibandingkan dengan varietas komersial yang paling populer di daerah
target sebagai standar, varietas standar ini bisa berupa varietas
inbrida bisa juga berupa varietas hibrida.
Keragaan suatu hibrida juga ditentukan oleh daya gabung kedua tetuanya
apakah mempunyai daya gabung khusus yang baik atau tidak. Sementara
kemampuan adaptasi sangat dipengaruhi oleh latar belakang kedua galur
tetuanya.
Secara umum beberapa varietas padi hibrida telah dikembangkan di Jawa
Tengah dapat tumbuh dengan baik dan bisa diterima petani. Seperti yang
sudah dikembangkan petani di pesisir pantai selatan pulau Jawa
(Purworejo, Kebumen, CIlacap, Banjar sampai Ciamis) beberapa musim
terakhir,
Sebagi contoh varietas Hipa 8 yang saat ini ditanam dilahan kering pada
areal demarea model pengembangan padi dengan sistem tanam larikan gogo
(Largo) di Kecamatan Puring, Kab. Kebumen, Prov. Jawa Tengah.
Ini adalah bukti pengembangkan padi hibrida dengan model pengembangan
sistem produksi padi lahan kering. Penerapan teknologi ini sarat dengan
penggunaan benih unggul, biodekomposer, penggunaan pupuk hayati,
pengendalian hama dan penyakit tanaman hingga mekanisasi pertanian.
Varietas Hipa 8 dilepas tahun 2009 mempunyai keunggulan tahan penyakit
hawar daun bakteri, potensi hasil tinggi, rasa nasi enak pulen dan wangi
Menurut Dr. Satoto, peneliti padi hibrida Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi, Badan Litbang Pertanian mengatakan “tidak perlu kaget padi hibrida
Hipa 8 ditanam dilahan kering karena pemilihan varietas ini dengan
pertimbangan bahwa Hipa 8 mempunyai “darah” gogo yang diwarisi dari
tetua jantannya” jelas Satoto.
Lebih lanjut Satoto menambahkan bahwa prospek pengembangan padi hibrida
dilahan kering tidak perlu dikawatirkan dan tidak perlu ditakuki karena
pegembangan padi hinrida di lahan kering merupakan salah satu terobosan
dalam upaya meningkatkan produktivitas padi, karena memiliki potensi
produksi yang lebih tinggi (10-20%) dari padi inbrida.
Varietas ini pernah dilisensi oleh PT Dupont Indonesia dan berkembang di
daerah Lampung dan pesisir pantai selatan Jateng dan Jabar. Khusus di
Kabupaten Cilacap beras ini dikenal konsumen melalui beras cap Caping.
Peningkatan hasil padi hibrida dilahan kering diharapkan mampu mendukung
program peningkatan produktivitas padi yang diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang signifikan terhadap produksi padi nasional. (Sto/Shr/DW)
Pewarta: Antara
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2018
* TAGS:
* balitbang <https://www.antaranews.com/tag/balitbang>