Terima kasih bung Chalik atas penjelasannya. Baiklah nanti kalau ketemu Lydia saya akan tanyakan dan saya ingin melihat langsung pohon ciplukan itu. Karena bung bertanya maka perlu saya jawab pertanyaan bung. Cucu saya ada 5 orang. 4 orang wanita, yang seorang lagi laki-laki. Semua dalam keadaan baik-baik, dan sehat-sehat. Saya perhatikan di milis Gelora 45, bung adalah salah seorang dari banyak kawan yang tetap aktif dalam menulis maupun mempostingkan berita. Karena itu saya bisa menduga juga bahwa bung dalam keadaan sehat-sehat. Mudah-mudahan saja dugaan saya tidak salah. Salam untuk keluarga bung,semoga semua sehat-sehat selalu. S.Manap dan keluarga.
Den lördag, 10 mars 2018 9:18 skrev Hartoni Ubes <h_u...@yahoo.com>: Bisa kirim fotonya? Wassalamh.ubes On Saturday, March 10, 2018 7:42 AM, "Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [nasional-list]" <nasional-l...@yahoogroups.com> wrote: Ciplukan itu, di Swedia buahnya dimakan. Ketika masih anak-anak, kalau kita pergi ke ladang, pohon itu akan kita jumpai sebagai tanaman liar. Kita ambil buah ceplukan itu, kita hentakkan ke kening kita. Dia akan mengeluarkan bunyi seperti bunyi petasan. Pohonnya seperti pohon bayam, pendek, tidak tinggi, bahkan ia termasuk tumbuhan keluarga bayam. Di Swedia saya pernah memakannya di rumah Lidia, anak perempuan bung Waluyi yang kecil. Ruamahnya dekat rumah bapak "cakrawibawa" yang bisa bikin tempe dan tahu. Bung telpon saja pada Lidia, dia bisa menjelaskan pohon itu pada bung.Salam untuk keluarga bung. Sudah punya berapa cucu, tentunya cantik-cantik, karena ayahnya lelaki Swedia.Salam: Chalik Hamid. ----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: S Manap rana...@yahoo.se [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>Kepada: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com>; Hsin Hui Lin <ehh...@gmail.com>Terkirim: Sabtu, 10 Maret 2018 07.13.26 GMT+1Judul: SV: [GELORA45] Tolong tanya, Buah / pohon ciplukan itu apa, ada nama lain? Lin Saya mendengar nama ciplukan itu saja barau sekarang.. Belum pernah mendengar nama pohon itu sebelumnya. Mungkin saja lain tempat lain namanya. Kalau ada yang bisa menjelaskannya, saya juga jadi kepingin tau. S.Manap. Den lördag, 10 mars 2018 6:56 skrev "Hsin Hui Lin ehh...@gmail.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com>: *Sumartini Dewi Raih Gelar Doktor Berkat Ciplukan* (Kliping Jawa Pos 17 Juli 2017) MATA Sumartini Dewi basah ketika Prof Saleha Sungkar SpParK menyatakan bahwa dirinya lulus dan mendapatkan gelar doktor. Dalam sidang terbuka di gedung IMERI FK Universitas Indonesia (UI) Rabu lalu (12/7), puluhan orang menjadi saksi Sumartini mempertahankan hasil penelitiannya. Perempuan 47 tahun itu tidak menyangka bahwa saran kepada salah satu pasiennya tujuh tahun lalu tersebut membawa dampak luar biasa. Saran yang sebenarnya diberikan lantaran dia sudah angkat tangan atas penyakit scleroderma yang membuat kulit dan paru-paru pasiennya kisut. ”Kondisi pasien saya waktu itu sedang hamil dan drop. Tidak bisa napas karena paru-parunya tidak mengembang,” tutur konsultan reumatologi di RS dr Hasan Sadikin, Bandung, tersebut. Awalnya, dia menyarankan si pasien untuk ikut kemoterapi. Namun, ekonomi si pasien tergolong tak mampu. Memaksanya tinggal di rumah sakit akan memperberat keadaan. Pasien pun menyerah dan minta pulang. Si pasien juga mendesak agar diberi obat herbal. Sebab, berbulan-bulan dia mengonsumsi obat kimia tapi tak kunjung membaik. Scleroderma merupakan kelainan sistem imun atau kekebalan tubuh.. Kulit penyandang scleroderma biasanya akan mengeras. Ujung jari pasien juga akan mengalami luka karena pembuluh darahnya menyempit. Bahkan scleroderma bisa menyerang paru-paru, jantung, ginjal, dan saluran pencernaan. Jika menyerang organ dalam, tentu membahayakan. Misalnya menyerang paru-paru, bisa mengakibatkan kesulitan bernapas. Sebab, paru-paru tidak bisa kembang kempis. ”Saya ingat, pernah nonton di YouTube bahwa ciplukan mengandung zat yang mengurangi dampak kanker payudara. Saya juga ingat, ada zat dalam ciplukan yang sebenarnya bisa mengurangi dampak scleroderma. Karena itu, saya sarankan mengonsumsi rebusan buah ciplukan,” imbuh istri Soerachman Dwiwaloejo itu. Beberapa hari kemudian, si pasien kembali datang ke tempat praktik Sumartini. Pasien tersebut bertanya, apa boleh merebus daun dan tangkai ciplukan. Alasannya, kalau hanya buahnya, pasien tersebut kesusahan mencari. Selain itu, cepat habis begitu dikonsumsi. ”Saya sebenarnya sudah angkat tangan. Lalu, saya perbolehkan pasien itu mengonsumsi daun dan batang ciplukan juga,” ungkap ibu empat anak tersebut. Sejak konsultasi itu, si pasien tidak kembali lagi. Sumartini berpikir si pasien sudah meninggal. Tiga bulan berlalu. Pasien tersebut kembali ke klinik Sumartini. Dosen FK Universitas Padjadjaran itu pangling. Kulit pasiennya yang semula kaku dan kisut menjadi tampak segar... Tak ada lagi wajah kaku seperti topeng. Yang terlihat adalah kulit yang halus dan terdapat lemak di dalamnya. Seperti kulit orang kebanyakan. Pasien tersebut juga mengatakan tidak lagi merasakan sesak. ”Dalam tiga bulan, berat badannya naik 5 kilogram (kg). Bagi penyandang scleroderma, itu merupakan perkembangan bagus,” ujar Sumartini. Hal tersebut tentu memberikan angin segar. Sebab, selama ini tidak ada perbaikan signifikan pada pasien dengan riwayat scleroderma yang menggunakan pengobatan biasanya. Untung, Sumartini memiliki kebun di dekat rumahnya. Dia pun mengembangkan ciplukan. Anggota Asia Pacific League of Association for Rheumatology itu pun berniat melakukan penelitian. Tujuannya, membuktikan secara ilmiah ciplukan yang dapat menjadi obat scleroderma. Sejak 2015, penelitian mulai dijalankan. Dia mengambil sampel secara acak pada pasien yang berobat jalan di RS Cipto Mangunkusumo dan RS dr Hasan Sadikin. Namun, waktu itu dia tidak lagi meminta pasiennya untuk merebus sendiri ciplukan. Dia menggunakan ekstrak ciplukan. Untuk mengamati, Sumartini mengategorikan dua kelompok pasien. Kelompok yang diberi ekstrak ciplukan dan yang tidak. ”Ekstrak ciplukan saya berikan sehari tiga kali dengan dosis 250 mg. Lama konsumsi 12 minggu,” katanya. Obat kimia metotreksat pun tetap diberikan. Ekstrak ciplukan tersebut merupakan pendamping obat kimia. ”Hasilnya memperkuat metotreksat dan efek sampingnya sangat minim. Biasanya, kalau minum metotreksat, ada efek samping. Tapi, dengan minum ekstrak ciplukan, efek sampingnya tidak ada,” ucapnya. Sejak penelitian tersebut, sekitar 20 pasien sudah terlihat membaik. Bahkan, mereka yang belum parah cenderung seperti orang sehat. Untung, Sumartini mendapat dukungan dari sejawatnya. Apalagi, tumbuhan tersebut khas Indonesia. ”Ko-promotor saya, Prof dr Nyoman Kertia SpPD-KR, juga melakukan penelitian di UGM,” ucapnya. Dia pun mendapatkan info bahwa ada pasien yang sudah berobat hingga Amerika tapi akhirnya menggunakan ekstrak ciplukan. Sebelum menggunakan ekstrak tersebut, kulit pasien masih kaku. Dia juga sering merasakan sesak karena scleroderma sudah menyerang paru-parunya. Untuk berobat hingga Amerika itu, tentu ongkosnya tidak kecil. Tapi, hasilnya nihil. Kini Sumartini sedang berfokus mengurus hak kekayaan intelektual (HKI) dari penelitiannya itu. Penelitian pun terus dikembangkan. Dia ingin mengembangkan pengobatan tersebut hingga seluruh Indonesia. Pujian terhadap Sumartini pun datang dari guru besar ilmu penyakit dalam FK Universitas Gadjah Mada Prof dr Nyoman Kertia SpPD-KR. Menurut dia, uji klinis yang dilakukan Sumartini membuat khasiat ciplukan terbukti secara ilmiah. Kertia menuturkan, di UGM sendiri memang berkembang pusat produksi herbal. Salah satunya adalah ekstrak ciplukan seperti yang digunakan Sumartini. ”Mungkin ke depan ada yang meneliti lebih lanjut,” katanya. Penelitian Sumartini memang masih menggunakan ekstrak ciplukan sebagai pendamping obat kimia. Kertia berharap bisa ada penelitian ciplukan sebagai obat utama. #yiv8573549048 -- #yiv8573549048ygrp-mkp {border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mkp #yiv8573549048hd {color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mkp #yiv8573549048ads {margin-bottom:10px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mkp .yiv8573549048ad {padding:0 0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mkp .yiv8573549048ad p {margin:0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mkp .yiv8573549048ad a {color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-sponsor #yiv8573549048ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-sponsor #yiv8573549048ygrp-lc #yiv8573549048hd {margin:10px 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-sponsor #yiv8573549048ygrp-lc .yiv8573549048ad {margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048actions {font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048activity {background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048activity span {font-weight:700;}#yiv8573549048 #yiv8573549048activity span:first-child {text-transform:uppercase;}#yiv8573549048 #yiv8573549048activity span a {color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv8573549048 #yiv8573549048activity span span {color:#ff7900;}#yiv8573549048 #yiv8573549048activity span .yiv8573549048underline {text-decoration:underline;}#yiv8573549048 .yiv8573549048attach {clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 0;width:400px;}#yiv8573549048 .yiv8573549048attach div a {text-decoration:none;}#yiv8573549048 .yiv8573549048attach img {border:none;padding-right:5px;}#yiv8573549048 .yiv8573549048attach label {display:block;margin-bottom:5px;}#yiv8573549048 .yiv8573549048attach label a {text-decoration:none;}#yiv8573549048 blockquote {margin:0 0 0 4px;}#yiv8573549048 .yiv8573549048bold {font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv8573549048 .yiv8573549048bold a {text-decoration:none;}#yiv8573549048 dd.yiv8573549048last p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv8573549048 dd.yiv8573549048last p span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv8573549048 dd.yiv8573549048last p span.yiv8573549048yshortcuts {margin-right:0;}#yiv8573549048 div.yiv8573549048attach-table div div a {text-decoration:none;}#yiv8573549048 div.yiv8573549048attach-table {width:400px;}#yiv8573549048 div.yiv8573549048file-title a, #yiv8573549048 div.yiv8573549048file-title a:active, #yiv8573549048 div.yiv8573549048file-title a:hover, #yiv8573549048 div.yiv8573549048file-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv8573549048 div.yiv8573549048photo-title a, #yiv8573549048 div.yiv8573549048photo-title a:active, #yiv8573549048 div.yiv8573549048photo-title a:hover, #yiv8573549048 div.yiv8573549048photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv8573549048 div#yiv8573549048ygrp-mlmsg #yiv8573549048ygrp-msg p a span.yiv8573549048yshortcuts {font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv8573549048 .yiv8573549048green {color:#628c2a;}#yiv8573549048 .yiv8573549048MsoNormal {margin:0 0 0 0;}#yiv8573549048 o {font-size:0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048photos div {float:left;width:72px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048photos div div {border:1px solid #666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048photos div label {color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048reco-category {font-size:77%;}#yiv8573549048 #yiv8573549048reco-desc {font-size:77%;}#yiv8573549048 .yiv8573549048replbq {margin:4px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-actbar div a:first-child {margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mlmsg select, #yiv8573549048 input, #yiv8573549048 textarea {font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mlmsg pre, #yiv8573549048 code {font:115% monospace;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mlmsg * {line-height:1.22em;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-mlmsg #yiv8573549048logo {padding-bottom:10px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-msg p a {font-family:Verdana;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-msg p#yiv8573549048attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-reco #yiv8573549048reco-head {color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-reco {margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-sponsor #yiv8573549048ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-sponsor #yiv8573549048ov li {font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-sponsor #yiv8573549048ov ul {margin:0;padding:0 0 0 8px;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-text {font-family:Georgia;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-text p {margin:0 0 1em 0;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv8573549048 #yiv8573549048ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none !important;}#yiv8573549048