Gimbal, gombal, Abal abal.....

2018-03-24 2:31 GMT+01:00 marthaja...@yahoo.com [GELORA45] <
GELORA45@yahoogroups.com>:

>
>
> dasar manusia ga punya otak. dengan ngamuk2 nuntut permintaan maaf kan
> artinya mengakui itu gambar junjungannya si arab gimbal. Padahal tempo ga
> nyebut nama atau julukan sama sekali.
> Jadi saya malah menganggap Tempo itu pemberani ga seperti Kompas nyiarin
> beritanya yang aman2 saja.
>
> mj
>
>
>
>
> ---In GELORA45@yahoogroups.com, <noroyono1963@...> wrote :
>
> *Tragedi 163 Majalah Tempo Dan Nawa Cita*
>
> TRAGIS. Kata ini saya rasa adalah yg paling kena untuk menggambarkan
> nasib supremasi hukum di Indonesia di era yg oleh sementara orang disebut
> era “reformasi”. Pasal 1, ayat (3) Konstitusi RI menyatakan bahwa Indonesia
> adalah sebuah negara hukum. Salah satu ciri penting sebuah negara hukum
> ialah diberlakukannya dengan konsisten asas *“Tidak seorangpun bersalah
> sampai saat hal yang sebaliknya dibuktikan oleh instansi yg berwenang”
> ("praduga tak bersalah”, ”praesumptio innocentiae“).*
>
> Dalam membahas kasus pemuatan kartun oleh majalah TEMPO (yg ditafsirkan
> oleh FPI sebagai penghinanan terhadp Habib Riziek) ada tiga hal yg perlu
> dicermati. *Pertama,* harus jelas bahwa *hanya instansi yg berwenang,
> yakni Dewan Pers atau Pengadilan, yg berhak  memutuskan *berdasarkan
> barang bukti dan alat bukti syah yg ada, apakah pemuatan kartun oleh
> majalah TEMPO merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik Dewan
> Pers, Undang-Undang Pers atau hukum yg berlaku lainnya. *Kedua,* sesuai
> dengan asas *"praduga tak bersalah”*, sampai saat kedua instansi
> menjatuhkan putusan bersalah-atau-tidak kepada majalah TEMPO, sampai saat
> itu pula majalah ini berstatus sebagai *“tidak bersalah”*.. *Ketiga,* 
> seandainya,
> katakanlah, kedua instansi menyatakan bahwa majalah TEMPO bersalah, maka
> hanya kedua instansi tersebut pula yg berwenang menentukan berat-ringan-nya
> sanksi/hukuman yg dijatuhkan.
>
> Walaupun majalah TEMPO hidup di negara RI yg mengklaim sebagai negara
> hukum, negara didasarkan pada *rule of law*, namun tragedi yg menimpanya
> pada 16 Maret 2018 membuktikan untuk kesekian kalinya bahwa *rule of law* di
> Indonesia bukanlah sesuatu yg sungguh-sungguh dapat diandalkan. Kapan dan
> di manapun selalu terdapat kemungkinan terjadinya  pembuldoseran *rule of
> law* oleh *rule of force*.
>
> Pada hari Jumat 16 Maret 2018, ratusan pendemo yg terdiri dari orang orang
> FPI dan orang orang organisasi lain yg sepaham dengannya telah menggeruduk
> kantor majalah TEMPO. Mereka mengancam majalah ini dengan menyatakan*:
> "Kami tidak akan pulang sebelum Tempo benar-benar meminta maaf. Tempo harus
> minta maaf hari ini, kalau tidak kita sikat."* [CTR, CNN Indonesia |
> Jumat, 16/03/2018]
>
> Para pendemo itu membenum dirinya sendiri sebagai “JPU” (“Jaksa Penuntut
> Umum”) sekaligus “Hakim”. Dengan gaya sebagi seorang “JPU” mereka menuntut
> majalah TEMPO* “benar-benar meminta maaf”* *pada hari itu juga* (16 Maret
> 2018). Ya, majalah TEMPO harus *“benar-benar meminta maaf”* atas *perbuatan
> yg masih belum jelas statusnya*. Seterusnya, dengan pretensi sebagai
> seorang “Hakim”, mereka menjatakan jika majalah TEMPO tidak memenuhi
> tuntutan tsb, mereka akan menjahtuhkan hukuman “*kita sikat”.*
>
> Didasarkan pengalaman di berbagai kerusuhan di masa lampau, di dalam
> terminologi *“sikat” *yg dipakai para pendemo tsb tersirat sejumlah
> pengertian seperti *“pengrusakan”, “pembakaran”, “penjarahan” dan
> “penganiayaan”*. Berbagai tindakan anarkis ini tentu saja bisa
> mempengaruhi perputaran roda perusahaan yg secara tak terhidarkan membawa
> dampak pada karyawan/karyawati majalah TEMPO. Dampak ini bisa berbetuk,
> misalnya, pengurangan (secara terpaksa) tenaga kerja, merumahkan sejumlah
> personel, dsb. Oleh karena itu, langkah kompromi (tapi jelas tidak
> menyerah) yg diambil Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli
> sepenuhnya bisa saya mengerti. *“Kalau kartun majalah Tempo menimbulkan
> ketersinggungan kami meminta maaf" -- *ucap Arif Zulkifli. Sebuah ucapan
> yg jelas diucapkan lantaran terpaksa, demi melindungi lahan nafkah
> sejumlah karyawan/karyawati majalah TEMPO.
>
> Adanya perlidungan hukum yg nyata oleh negara terhadap hak segenap warga
> negara adalah juga termasuk ciri penting sebuah negara hukum. Di Indonesia,
> hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak warga negara yg dijamin
> Konstitusi RI, Pasal 28E. Negara harus dengan tegas dan jelas menunjukkan
> supremasinya terhadap siapapun yg “main hakim sendiri”.
>
> Saya akan sangat menghargai Jokowi seandainya  dia berani dengan
> konsisiten, adekuat menegakkan kedaulatan hukum sebagaimana diamanatkan
> Konstitusi RI dan yg dijanjikannya sendiri dalam “Nawa Cita”-nya: 
> *"Menghadirkan
> kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
> pada seluruh warga negara, .......”  *[Kompas.com - 21/05/2014, 07:54 WIB]
>
> *Noroyono*
> *23/03/2018*
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> 
>

Kirim email ke