Loenpia Gang Lombok, Asal Mula Semarang Jadi 'Kota Lumpia'
Puput Tripeni Juniman, CNN Indonesia | Sabtu, 05/05/2018 11:23 WIBBagikan :     
Julukan Semarang 'Kota Lumpia' ternyata berasal dari sebuah warung kecil di 
Gang Lombok, kawasan Pecinan, Semarang. (Foto: CNN Indonesia/Puput Tripeni 
Juniman)Semarang, CNN Indonesia -- Julukan Semarang 'Kota Lumpia' ternyata 
berasal dari sebuah warung kecil di Gang Lombok, kawasan Pecinan, Semarang. 
Loenpia Gang Lombok No 11 itu boleh dibilang pelopor lumpia di ibu kota Jawa 
Tengah itu.

Lumpia merupakan makanan khas Semarang yang merupakan perpaduan budaya Jawa dan 
China. Awal mulanya berasal dari pedagang China Tjoa Thay Joe yang menikah 
dengan seorang pedagang Jawa tulen Mbak Wasih. 

Mereka memadukan makanan pelengkap China dan Jawa sehingga membentuk kudapan 
nikmat yang berisi rebung dan udang. Jajanan ini lalu dijual di pasar malam 
Belanda yang bernama Olympia Park. Masyarakat lalu mengenal panganan hasil 
akulturasi ini dengan nama lumpia karena kesulitan menyebut Olympia.



| 
Lihat juga:
 Rekomendasi Delapan Kafe 'Fotogenik' di Semarang |


Usaha lumpia lalu diteruskan oleh anak-anak mereka yang membuka kedai di Gang 
lombok No 11, bersebelahan dengan Klenteng Tay Kak Sie. Loenpia Gang lombok No 
11 ini merupakan warung lumpia pertama dan tertua di Semarang yang masih 
bertahan hingga saat ini.

Warung itu kini dikelola oleh generasi ke empat yakni Purnomo Usodo yang akrab 
disapa Pak Untung.

"Ini toko pertama dan jadi inspirasi toko lain di Semarang. Asal mulanya dari 
neneknya papi itu jualan pakai gerobak setelah itu dapat tempat di Gang Lombok.
Dari neneknya papi, papanya papi, papi, terus saya," kata Untung saat berkisah 
tentang Loenpia Gang Lombok dalan rangkaian Jelajah Gizi Semarang, beberapa 
waktu lalu.

Lebih dari satu abad lalu, sepetak warung di Gang Lombok ini masih bertahan 
hingga saat ini. 

"Tahunnya saya enggak tahu, yang pasti udah 100 tahun lebih," ujar Untung.


| 
Lihat juga:
 Semarang Kembali Menggelar Pasar Imlek Semawis |


Warung kecil itu hanya berukuran sekitar 4x5 meter. Dapur untuk memasak lumpia 
mulai dari pengolahan bumbu hingga penggorengan dilakukan di salah satu sudut 
toko ini.

Hanya terdapat beberapa meja dan kursi untuk pelanggan di tempat kecil itu. Tak 
jarang para pembeli mesti sabar mengantre untuk mendapatkan tempat duduk. 
Kebanyakan dari mereka juga lebih memilih untuk membungkus atau menjadikan 
lumpia sebagai oleh-oleh.

Selain lokasi yang masih dipertahankan, Untung juga tetap menjaga rasa lumpia 
dengan mengikuti resep turun temurun dari nenek moyang. Ada dua jenis lumpia 
yang tersedia yakni lumpia basah dan lumpia goreng.

Salah satunya adalah penggunaan rebung dari tunas bambu betung yang dibersihkan 
berkali-kali. Cara ini berguna untuk mendapatkan rebung yang tidak amis atau 
mengeluarkan bau pesing. 

Isian lumpia berupa telur, udang dan bawang masih dipertahankan hingga saat 
ini. Lumpia ini juga tak menggunakan bahan pengawet sehingga hanya dapat 
bertahan dalam waktu yang singkat.


| 
Lihat juga:
 3 Tantangan Diplomasi Kuliner Indonesia |


Untuk lumpia basah hanya awet hingga 24 jam di suhu normal dan hingga satu 
pekan di dalam lemari pendingin. Sedangkan lumpia goreng bertahan hingga dua 
hari.

Ciri khas lain dari Loenpia Semarang Gang Lombok No 11 ini adalah saus kental 
manis yang terbuat dari pati singkong. Saus ini dapat menjadi pilihan menikmati 
lumpia selain dengan cabai rawit. Daun selada dan daun bawang juga dapat 
disantap bersama lumpia agar rasa di mulut semakin lengkap.

Dalam sehari Untung bisa menjual sekitar 300-500 lumpia. Angka ini melonjak dua 
kali lipat saat hari libur hingga mencapai 1.000 buah. Satu lumpia dihargai 
Rp15 ribu. (rah)

Kirim email ke