MA tidak salah. Memang tugasnya menilai peraturan baru berdasarkan
peraturan2 yang ada, dan tidak boleh menyimpang.
Kalau menyimpang, dia nanti bisa dikalahkan. Kalau menyalahi hukum,
, kalah, wah hakim-hakim agungnya mesti mengundurkan diri.
Masa hakim agung, dengan pengalaman puluhan tahun, melanggar hukum ?

On Thu, 8 Nov 2018 at 09:43, ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45] <
GELORA45@yahoogroups.com> wrote:

>
>
> Anda merasa MA disalahkan??
>
> --- djiekh@... wrote:
>
>
> M.A. Hanya boleh menilai berdasarkan hukum yang sudah ada.
> Jadi memang tidak boleh berdasarkan etika dan sebagainya.
> Hanya dalam masalah terrorisme, peraturan berlaku surat dapat berlaku.
>
> On Thu, 8 Nov 2018 at 09:05, ajeg wrote:
>
> Seperti saya bilang masalah rangkap jabatan
> sebenarnya soal etika belaka, yang terpaksa ditingkatkan
> menjadi persoalan hukum. Secara hukum, putusan MK
> yang melarang rangkap jabatan dan dilanjutkan KPU
> dalam bentuk peraturan KPU, sudah benar. Begitu juga
> putusan MA atas gugatan OSO, benar secara hukum.
> Tapi toh putusan MA ini berakibat pada pengabaian etika
> dan moral.
>
> Secara politis sih, orang melihat ini manuver OSO-Yusril
> untuk menyindir Jokowi yang melarang Wiranto rangkap jabatan
> di kabinet tapi membolehkan ketua Golkar tetap jadi menteri..
>
> --- djiekh@... wrote:
>
> Yang dilarang MA adalah menterapkan peraturan berlaku surut.
> Dari Google :
>
> Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
> surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
> pun sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang
> Dasar 1945
> <https://www..hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4ca2eb6dd2834/nprt/lt49c8ba3665987/uud-undang-undang-dasar-1945>
>  (“UUD
> 1945”).  Asas ini dikenal dengan namaasas non-retroaktif, yaitu asas yang
> melarang keberlakuan surut dari suatu undang-undang.
>
>
> Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “*Asas-Asas Hukum Pidana
> di Indonesia*” mengatakan bahwa*asas ini sebenarnya sudah ditentukan
> untuk segala bidang hukum dan diulangi untuk hukum pidana* yang termuat
> dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
> <https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/node/38/wetboek-van-strafrecht-%28wvs%29-kitab-undang-undang-hukum-pidana-%28kuhp%29>
>  (“KUHP”)yang berbunyi:
>
> *“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan
> pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu*”
>
>
> Menurut Wirjono, larangan keberlakuan surut ini bertujuan untuk menegakkan
> kepastian hukum bagi penduduk, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan apa
> yang merupakan tindak pidana atau tidak.
>
> Jadi peraturan Calon DPD dilarang rangkap jabatan dengan pengurus Parpol,
> hanya berlaku bagi mereka yang mendaftarkan diri setelah keluarnya
> peraturan, tidak bagi yang sudah mendaftarkan diri sebelum keluarnya
> peraturan ?? Atau berarti untuk mereka ini berlaku peraturan lama ??
>
> On Thu, 8 Nov 2018 at 06:23, ajeg wrote:
>
> Secara umum, rangkap jabatan seperti itu (pengurus parpol
>
> merangkap anggota dewan dll) sebenarnya kan murni soal etika.
>
> Tetapi karena kerakusan telah melahap etika maka hasrat menjadi
>
> parasit negara tidak lagi dirasa memalukan, maka Mahkamah
>
> Konstitusi pun meningkatkan urusan etika ini menjadi urusan hukum
>
> yaitu dengan melarang pengurus partai merangkap jadi parasit.
>
> KPU sebagai pelaksana di lapangan cukup sigap membuat aturan
>
> yang melarang pengurus partai masuk lingkar kekuasaan. Kalau
>
> mau jadi anggota dewan ya lepaskan dulu jabatannya di partai.
>
>
> Cilakanya, Mahkamah Agung justru memenangkan gugatan yang
>
> melawan larangan rangkap jabatan.
>
>
> -
>
> Rabu 07 November 2018, 17:28 WIB
>
> *MA Menangkan OSO: Calon DPD Boleh dari Parpol di Pemilu 2019*
>
> Andi Saputra - detikNews
>
> *Jakarta* - Mahkamah Agung (MA) memenangkan judicial review yang diajukan
> Oesman Sapta Odang (OSO). MA memutuskan Pemilu 2019 bisa diikuti calon
> anggota DPD yang juga pengurus Parpol.
>
> Kasus bermula saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon DPD dilarang
> rangkap jabatan dengan pengurus Parpol. Putusan MK itu ditindaklanjuti KPU
> dengan mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017.
>
> Atas hal itu, OSO tidak terima dan mengajukan judisial review ke MA atas
> Peraturan KPU itu. Apa kata MA?"
>
> Menyatakan Ketentuan Pasal 60A Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 Tentang
> Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan
> Perseorangan Peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah, tetap
> mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum sepanjang tidak
> diberlakukan surut terhadap Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah
> Tahun 2019 yang telah mengikuti Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan
> Pemilihan Umum Tahun 2019 berdasarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017,"
> demikian lansir putusan MA dalam websitenya, Rabu (7/11/2018).
>
> Putusan itu diketok oleh ketua majelis hakim Supandi dengan anggota Yulius
> dan Is Sudaryono. Ketiganya menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
> memperoleh kekuatan hukum tetap terhitung sejak diucapkan.
>
> "Namun ternyata pihak Termohon tetap memberlakukan Ketentuan Pasal 60A
> Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 secara surut (retroactive) terhadap
> Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019, dengan dalih
> pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
>
> *(asp/rvk)*
>
> 
>

Kirim email ke