1. Baca saja yang ditulis si journalis. Tidak dikatakan 1 boneka dikerjakan
    beberapa orang (berapa orang) dengan sistim ban berjalan.
2. Juga di pabriknya tidak terlihat pakai sistim ban berjalan. malah tiap
    satu rang dapat 1

Pada tanggal Sel, 11 Des 2018 pukul 16.57 Jonathan Goeij <
jonathango...@yahoo.com> menulis:

> Dalam pabrik besar seperti itu biarpun mungkin masih pakai banyak tenaga
> kerja tetapi pasti sudah spesialisasi, dalam arti bukan hanya 1 orang bikin
> boneka itu secara keseluruhan. Mungkin ada yg cuman pasang kepala, pasang
> rambut, pakaikan baju, dlsb. Dalam hal ini 43 detik 1 orang 1 boneka
> memungkinkan dalam artian sebagian pekerjaan dalam membuat boneka itu.
>
> On Tuesday, December 11, 2018, 7:47:01 AM PST, kh djie <dji...@gmail.com>
> wrote:
>
>
> Kalau misalnya yang dikerjakan hanya makan waktu 43 detik per boneka,
> maka pekerjaan 2400 boneka per hari, kalau dihitung berdasarkan itu hanya
> perlu 3 pegawai untuk kerja 10 jam per hari.
> Jadi dari sini juga bisa disimpulkan ada data yang keliru, yaitu dalam
> ongkos
> pegawai Rp185,- per boneka.
>
> Pada tanggal Sel, 11 Des 2018 pukul 16.30 Jonathan Goeij
> jonathango...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
>
>
>
> Ada lagi pertanyaan Bung Djie, 43 detik itu bikin boneka secara
> keseluruhan atau hanya sebagian?
> misalnya cuman pakai-kan baju.
>
> ---In GELORA45@yahoogroups.com, <djiekh@...> wrote :
>
> Siapa yang bilang saya jadi bingung ?
> Hanya saya jelaskan di mana biasanya letak kesalahannya,
> yaitu dalam menghitung, apalagi kalau dalam mengkonversi
> mata uang.
> Kalau Rp 185,- per boneka, jelas tidak mungkin. Ini pakai nalar :
>  Masa satu boneka bisa selesai dalam 43 detik, Kalau Rp 1850,
> rasanya masih mungkin, jadi dalam 430 detik, sekitar 6 menit.
> Seorang professor saja bisa salah ngitung. Apalai journalis ?
> Kadang terjadi kesalahan pada perbankan dalam mengkonversi
> mata uang. Dalam beberapa hari biasanya ketahuan dari balans
> yang tidak cocok. Lalu clientnya diminta kirim kembali uang
> yang berlebih.
>
> Pada tanggal Sel, 11 Des 2018 pukul 07.57 ajeg ajegilelu@... [GELORA45] <
> GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
>
> Nah itulah kesalahannya, tidak ada data jumlah pekerja
> tapi Anda tetap berandai-andai dengan mengarang 2 soal
> hitungan ("perhitungan 1" dan "perhitungan 2").
> Bikin soal sendiri, dihitung sendiri, lalu dijawab sendiri,
> lalu bingung sendiri.
>
> Ya jelas bingung, wong topiknya masalah ketimpangan
> lha kok ditanggapi dengan 2 soal hitungan yang tidak jelas
> datanya. Di mana nalarnya?
>
> Di mana nalarnya sampai menyamakan masalah ketimpangan
> sosial ini (kalau betul memakai sistem sosial) dengan hitungan
> penyemprot udara?
>
> --- djiekh@... wrote:
>
>
> Lho, siapa yang bilang, perhitungan itu untuk menghilangkan
> laporan ketimpangan yang ada. Tidak ada kesimpulan yang saya
> tarik ke situ.
> Yang jelas tidak mungkin per boneka diberi Rp 185,-
> Bisa saja salah satu nol ?, mestinya Rp1850,-
> kalau Rp 1850,- rupiah, bisa dihitung perusahaan itu pakai
> 3 X 10 pekerja = 30 pekerja.
> Sayangnya tidak ada data jumlah pekerja yang dilaporkan, jadi sulit
> diketahui
> apa begitu.
> Di suatu pertemuan, seorang professor menjelaskan teorinya
> untuk memperhitungkan kecepatan udara yang dipakai di spray drying.
> Ya, tentu saja kami jadi heran, kok kecepatannya setelah dia hitung kira2
> 10 kali lipat
> yang kami pakai dalam industri. jadi malam2, kami menghitung pakai
> rumus teori dia.Ternyata hasilnya sama dengan yang kami pakai dalam
> industri.
> Jadi dia ngitungnya salah. Rumus teorinya benar.
> Besok paginya, kami jelaskan. Terus dia hitung, benar dia salah satu orde,
> jadi 10 kali lipat.
> Kalau di Belanda, tidak apa-apa kalau guru besar salah, dikoreksi
> mahasiswanya.
> Tidak tahu sekarang bagaimana di Indonesia ?
>
>
> Pada tanggal Sel, 11 Des 2018 pukul 06.55 ajeg menulis:
>
> Penghitungan itu tidak salah, tapi jadi berbahaya
> kalau cuma untuk berhitung dan bukan untuk bernalar.
> Apa penghitungan dengan kekeliruan data sekecil itu
> lantas menghapus ketimpangan yang ada?
>
> --- djiekh@... wrote:
>
> Dari perhitungan itu jelas journalisnya memasukkan data yang keliru.
> Silahkan sanggah kalau perhitungan itu keliru. dan salahnya di mana.
> Sebagian dari kesimpulan berdasarkan data itu jadi tidak benar.
>
>
> Pada tanggal Sel, 11 Des 2018 pukul 06..03 ajeg menulis:
>
> Itulah bahaya dari penggunaan matematik hanya
> untuk berhitung, bukan untuk bernalar.
> Padahal, hitungan matematik itu sendiri sudah
> menghasilkan informasi yang jelas yaitu, ketimpangan.
>
> Sangat banyak kok tulisan / laporan bahkan demo
> yang menyuarakan ketimpangan ini sejak berpuluh tahun lalu.
> Artinya, bukan baru terjadi di pabrik boneka satu itu saja..
>
> Semakin jelas bahwa sistem kapitalisme yang berlaku
> sekarang bertentangan dengan hukum alam; uang /
> kesejahteraan mengalir ke atas dan bertimbun di sana.
> Sedikit sekali yang dibiarkan menetes ke bawah.
>
> --- SADAR@... wrote:
>
> Nampak jelas orang-orang berpikiran teknik dengan hitungan-hitungan yang
> begitu detail, ... BERBEDA dengan pemikiran ekstrim yg hanya bertujuan
> memojokkan dan menghitamkan Tiongkok yang dituduh sudah jalankan
> penghisapan manusia atas manusia sistem KAPITALISME itu! Begitu ekstrimnya
> bandingkan upah buruh dengan harga jual barang produksi, tanpa perhitungkan
> nilai produksi barang secara keseluruhan sampai bersih menjadi KEUNTUNGAN
> bagi majikan setelah ditimpa pajak keuntungan yang harus dibayar.
>
> Nenek dalam tempurung ini sudah TIDAK bisa melihat bagaimana barang
> produksi itu di PASAR kan, dari kebutuhan keluarkan biaya untuk iklan
> mempropagandakan sampai pada biaya distribusi ketoko-toko yang hendak
> menaroh barangnya untuk dijual dan kapan duitnya itu bisa masuk setelah
> barang itu terjual. Lalu, apa yang akan terjadi kalau ternyata GAGAL, tidak
> ada pembeli, ... yang RUGI tentu majikan bukan buruh! Begitu kapitalis
> pasti terjadi penghisapan manusia atas manusia, ... tidak bisa melihat
> masih ada kemungkinan terjadi KERJASAMA, kolaborasi antara majikan dan
> buruh, untuk maju bersama dan untung bersama!
>
> Nenek dalam tempurung ini juga tidak bisa melihat persaingan yang terjadi
> dimasyarakat, kalau saja majikan yg satu memperlakukan buruh/pegawai begitu
> jahat/kejam dikira tidak akan hijrah kepabrik lain yg perlakuannya lebih
> baik? Kalau saja semua pabrik dikota itu begitu jelek jahat dan kejam
> terhadap buruh/pegawai, apa dikira hasil produksinya bisa bagus, kwantitas
> maupun kwalitasnya? Apa dikira buruh/pegawai yg diperlakukan jelek itu bisa
> bekerja baik-baik??? Bisa bertahan berapa lama pabrik yg perlakukan
> buruhnya begitu jelek, nggak RUGI bahkan terancam bangkrut??? Lalu, apa
> yang akan terjadi kalau perlakuan kejam terhadap buruh itu diseluruh
> Tiongkok pada umumnya??? Bukankah TARAF kehidupan rakyat Tiongkok merosot
> lebih MISKIN!!!
>
> Itulah yg selalu saya bilang nenek dalam tempurung ini otaknya sudah
> didengkul, tidak lagi bisa berlogika spt orang waras, ...!
>
>
> kh djie 於 11/12/2018 8:46 寫道:
>
> Bung Noroyono,
> Saya sangat gembira, ada bung yang juga meneliti apakah data yang
> disajikan oleh seorang
> wartawan masuk akal atau tidak, dengan cara membuat perhitungan atas data
> tersebut.
> Banyak terima kasih atas uraian bung, yang menyajikannya dalam bentuk yang
> lebih dapat
> dipahami / diikuti.
> Salam,
> KH
>
> Pada tanggal Sel, 11 Des 2018 pukul 01.21 Noroyono 1963 menulis:
>
> Bung KH Jie yg baik,
>
> Saya sependapat dengan uraian matematika Anda terkait upah buruh
> pemroduksi boneka Ariel di salah satu fabrik di Tiongkok.
>
> Di bawah ini adalah uraian matematika yg saya buat berdasarkan sepenuhnya
> alur pikiran Anda terkait tema di atas.. Dengan uraian ini tentu saja saya
> tidak bermaksud “memperbaiki” uraian Anda. Siapa dan apa-lah saya? Uraian
> ini saya tulis semata-mata merupakan manifestasi  dukungan saya atas alur
> pikiran anda tsb.
>
> *Noroyono*
> *11/12/2018*
>
> +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
>
>  *Perhitungan 1*
>
> *Diketahui:*
> *Jumlah boneka (yg diproduksi)=1 buah*
> *Jumlah upah (yg diterima 1 orang buruh per 1 boneka yg diproduksi)=Rp
> 185,-*
>
> *Jumlah jam kerja=1 jam*
> *Jumlah upah (yg diterima 1 orang buruh per 1 jam kerja)=Rp 15 725,-*
>
> *Pertanyaan:*
> *Jumlah waktu yg dibutuhkan untuk memproduksi 1 boneka..*
>
> *Jawaban:*
> *Jumlah upah per 1 jam kerja=Rp 15 725,-*
> *Jumlah upah per 1 boneka=Rp 185,-*
> *----> Jumlah boneka per 1 jam kerja=(15725:185)x1 boneka=85 boneka*
> *         1 jam=3600 det*
> *----> Jumlah waktu yg dibutuhkan untuk memproduksi 1 boneka=*
> *        3600 det: 85 boneka=42,35 det/boneka. Dibulatkan menjadi 43
> det/boneka*
>
> *Mukinkah boneka Ariel yg contohnya terlampir di bawah dibuat dalam 43
> detik? Rasa-rasanya tidak mungkin.*
>
> *Perhitungan 2*
>
> *Diketahui:*
> *Jumlah waktu produksi per 1 boneka=43 det*
> *Jumlah boneka yg harus diproduksi per hari=2400 boneka*
> *Jumlah waktu kerja (normal+lembur) per 1 buruh per hari=10 jam*
>
> *Pertanyaan:*
> *Jumlah buruh yg dibutuhkan agar kapasitas produksi mencapai 2400
> boneka/hari*
>
> *Jawaban:*
> *Jumlah waktu produksi per 1 boneka=43 det*
> *Jumlah boneka yg harus diproduksi per hari=2400 boneka*
> *----> Jumlah waktu produksi 2400 boneka=2400x43det=103200 det=28,66 ...
> jam.*
> *         Dibulatkan menjadi 29 jam.*
> *         Jumlah waktu kerja (normal+lembur) per 1 buruh per hari=10 jam*
> *----> Agar kapasitas produksi mencapai 2400 boneka/hari, maka jumlah
> buruh yg dibutuhkan=*
> *         (29:10)x1 buruh=2,9 buruh. Dibulatkan menjadi 3 buruh.*
>
> *Bagi saya benar-benar sesuatu yg amat sulit untuk dipercaya apabila
> memang benar bahwa 2400 boneka (yg contohnya terlampir di bawah) dibuat
> dalam satu hari hanya oleh 3 buruh saja.*
>
> [image: Inline-afbeelding][image: Inline-afbeelding]
>
>
> Op maandag 10 december 15:45 2018 schreef nesare het volgende:
>
> Salahnya ada 2:
>
>    1. Salah membandingkan upah buruh vs keuntungan. Upah buruh hanya
>    salah satu komponen biaya dari sekian banyak biaya yang ada dalam menjual
>    barang/jasa dagangannya. Begitu juga keuntungan tidak selalu terkait dengan
>    jumlah barang/jasa yang dijual. Jualan lebih banyak belum tentu keuntungan
>    meningkat.
>    2. Terlebih lagi salahnya apabila membandingkan upah buruh dengan
>    keuntungan. Apalagi sudah tahu upah buruh hanyalah salah satu komponen
>    biaya produksi. Biaya total produksi sendiri pun belum tentu dapat
>    menentukan keuntungan, apalagi hanya upah buruh. Upah buruh itu biasanya
>    rendah dalam manufacturing company. Ada upah buruh yang masuk kedalam fixed
>    cost tetapi ada juga upah buruh yang masuk variable cost. Kalau di RRT,
>    Indonesia dan negara2 berkembang dan negara2 miskin biasanya upah buruh
>    masuk variable cost. Variable cost itu bervariasi sesuai dgn produksi. Jadi
>    kalau jumlah barang yg diproduksi meningkat, buruh bertambah utk disuruh
>    mengerjakan produksinya. Kalau gak ada produksi ya gak kerja artinya buruh
>    tidur. Jadi ada kerja ada upah. Kalau upah buruh masuk fixed cost artinya
>    kerja/produksi atau tidak, perusahaan akan tetap bayar upah buruh itu.
>    Dinegara maju krn HAM dan system sudah berjalan baik, tidak heran melihat
>    upah buruh masuk fixed cost. Kalaupun masuk variable cost, upahnya lebih
>    tinggi apalagi lembur akan lebih tinggi lagi. Biasanya buruh yg kerja dgn
>    skill ketrampilan tinggi lebih senang jadi kerja lembur ini krn dapat upah
>    lebih tinggi. Berbeda dinegara berkembang atau negara miskin dimana supply
>    and demand work force/pasar kerja lebih banyak supplynya artinya lebih
>    banyak orang yg mencari pekerjaan. Jadi ini proses ekonomi.
>
>    (Message over 64 KB, truncated)
>
>
> 
>
>

Kirim email ke