Bung Djie yb,
Saya fowardkan berita lama untuk melihat data2 tentang bawahannya
Westerling.
https://tirto.id/pasukan-westerling-garang-di-bandung-loyo-di-jakarta-cDsv
23 Januari 1950
Pasukan Westerling Garang di
Bandung, Loyo di Jakarta
Ilustrasi Raymond Westerling. tirto.id/Gery
<https://tirto.id/pasukan-westerling-garang-di-bandung-loyo-di-jakarta-cDsv>
Ilustrasi Raymond Westerling. tirto.id/Gery
Oleh: Petrik Matanasi - 23 Januari 2018
Dibaca Normal 3 menit
/Si tangan hitam.
Gerombolan pengacau
di kota kembang./
tirto.id <https://tirto.id/> - Awal 1949, Westerling bukan lagi kapten
pasukan khusus Belanda, melainkan sudah bersalin mata pencaharian
sebagai pengusaha angkutan perkebunan. Bisnisnya cukup lancar. Tak ada
aparat atau gerombolan liar yang berani mencegat truknya.
Jika ada yang mendekat, supir cukup bilang, “ini kendaraan Westerling.”
Maka habis perkara. Menurut Dominique Venner dalam /Westerling de
Eenling/ (1983: 35) dan /Challenge To Terror /(1952: 147) yang ditulis
Westerling sendiri, trayek truk angkutan Westerling itu adalah
Jakarta-Bandung.
Pada Februari, bekas bos besar Westerling di ketentaraan Belanda, Letnan
Jenderal Simon Hendrik Spoor, mengajak Westerling berpetualang lagi.
Spoor yang bersilang jalan dengan politisi sipil Belanda, terbersit
pikiran untuk memulai “jalan sendiri”: sebuah rencana kudeta di
Indonesia. Di mana Westerling akan menjadi motornya. Tak lupa,
Westerling diberi uang muka untuk membeli senjata dari pasar gelap.
Westerling tampak begitu bersemangat dengan rencana itu. Meski belum
sampai seminggu Spoor justru membatalkannya pada Maret 1949. Westerling
bukannya patah arang dengan sikap Spoor yang ternyata “panas-panas taik
ayam” itu. Sekitar dua bulan setelahnya, Spoor meninggal pada 25 Maret 1949.
Baca juga:Misteri Kematian Jenderal Spoor
<https://tirto.id/misteri-kematian-jenderal-spoor-bKYQ>
*Persiapan Pemberontakan*
Westerling boleh saja tak dapat uang lagi dari Spoor, tapi
pengusaha-pengusaha yang anti-republik memberi sokongan duit kepadanya.
Beberapa pengusaha berdarah Eropa dan Tionghoa dari perusahaan dagang,
angkutan, dan perkebunan di sekitar Bandung dan Jakarta memberikan
sumbangan kepada gerakan terselubung Westerling itu.
Menurut laporan kepolisian No.Pol.278/A.R./PAM/DKN/50 tanggal 21
Februari 1950 (ANRI, Kementerian Perdana Menteri RI Yogyakarta, Nomor
129), salah seorang pengusaha perkebunan keturunan Inggris bernama Tom
menyebut Westerling sebagai “orang besar.” Para pengusaha itu berharap
Westerling membuat keadaan politik di Indonesia menguntungkan mereka.
“Sumber keuangan untuk membelanjai aksi pengacauan ini ialah The Big
Five (Lindeteves, Javastaal, Gio Wehry, Borsumij, dan BPM) dan
Landbouwsyndicaat,” tulis laporan tersebut. Untuk angkutan dalam
pergerakan pasukan, truk-truk juga disiapkan.
Baca juga:Westerling Memberontak Bermodalkan Duit Para Pengusaha
<https://tirto.id/westerling-memberontak-bermodalkan-duit-para-pengusaha-chu3>
Gerakan bersenjata tentu tak hanya butuh uang, tapi juga pasukan.
Terutama pasukan tempur. Berkat reputasinya sebagai mantan komandan
pasukan khusus, Westerling tak kesulitan merekrut serdadu bawahan di
Tentara Kerajaan di Hindia Belanda (KNIL).
Dominique Venner (1983) mencatat, beberapa letnan kolonel Belanda di
sekitar Bandung semula bersedia membantu. Seorang bintara perbekalan
bahkan sudah rela “memejamkan mata” jika ada gerombolan Westerling
datang untuk ambil senjata dari gudang yang dijaganya (hlm. 349).
Tak hanya dari KNIL, dari bekas intel Belanda (NEFIS), kepolisian, dan
bekas pejuang republik Indonesia pun Westerling punya pendukung. Dari
bekas pejuang terdapat bekas preman Senen dan juga mantan KNIL bernama
Rapar, yang punya anak buah di sekitar Cikampek. Untuk menarik anggota,
Westerling dan pengikutnya membentuk apa yang dikenal sebagai Angkatan
Perang Ratu Adil (APRA).
Dari kepolisian, ada Komisaris Asbeck Brusse; seorang inspektur bernama
Frans Najoan, yang tampaknya dari bagian intelijen; juga seorang
inspektur polisi Indo bernama van Kleef. Dari kalangan pejabat, ada
Sultan Hamid II dari Pontianak, yang pada 1950 menjabat sebagai Menteri
Negara Tanpa Portofolio di kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
dikenal sebagai salah satu perancang lambang negara RI Garuda Pancasila.
Selain itu, mantan Bupati Bandung dan koleganya juga terkait dengan
Westerling.
Baca juga:Eks Letnan KNIL Merancang Garuda Pancasila
<https://tirto.id/eks-letnan-knil-merancang-garuda-pancasila-bozl>
*Jalannya Pemberontakan*
Di akhir 1949, jelang penyerahan kedaulatan, Westerling tampak sudah
bersiap. Bersama kolega-koleganya, Asbeck Brusse, Karwur, Tuwilan,
Onselon, Bens, van Kleef, juga Rapar, Westerling mengadakan pertemuan
rahasia pada 26 Desember 1949. Mereka sempat berpikir melakukan gerakan
pada 27 Desember 1949, di mana upacara penyerahan kedaulatan diadakan.
Sadar persenjataan masih jadi masalah, mereka urungkan niat bergerak itu.
Sepuluh hari setelah pertemuan rahasia tersebut, Westerling mulai
berani. Pada 5 Januari 1950, Westerling mengirim ultimatum ke pemerintah
RIS, menuntut TNI menghentikan aktivitasnya di Jawa Barat. “Jika sesudah
tanggal 12 Januari 1950 TNI belum menghentikan gerakannya maka dari
pihak APRA akan diambil tindakan-tindakan untuk menghentikan
infiltrasi,” ancam Westerling.
Baca juga:Berakhirnya Negara Pasundan
<https://tirto.id/berakhirnya-negara-pasundan-clgQ>
Sore 22 Januari 1950, Westerling bertemu dengan kawan-kawan gerakannya
lagi. Kali dengan kawan-kawan yang hendak menguasai kota Bandung. Di
muka khalayak ramai, Westerling berusaha bersikap wajar seperti
hari-hari sebelumnya. Pada malam hari, Westerling sudah dikira terlelap
sejak pukul 21.00 di kamar nomor 101 Hotel Preanger. Apa yang
diperkirakan khalayak ternyata salah. Di jam tidur itu, Westerling
sedang memacu kendaraannya menuju Padalarang.
Di Padalarang, Westerling sebetulnya sedang menanti truk-truk bermuatan
senjata untuk dibagikan kepada pasukannya di Jakarta. Truk yang ditunggu
itu tak muncul-muncul. Perwira-perwira menengah yang semula mendukung
rupanya sudah berbalik badan. Westerling pun frustasi dan hilang semangat.
Baca juga:Sebelum Westerling Ditimpuk Sepatu
<https://tirto.id/sebelum-westerling-ditimpuk-sepatu-b9mo>
Tanpa senjata, Westerling menuju Jakarta. Kawannya yang bernama Rapar
pun unjuk ide menyerang kantor polisi untuk mendapatkan senjata.
Sialnya, Rapar terbunuh. Gerakan pun makin suram dan Westerling jadi
loyo semangatnya. Westerling lalu menghilang. Ia menuju hotel tempat
Sultan Hamid II menginap.
Sementara itu, tanggal 23 Januari pagi, tepat hari ini 68 tahun lalu,
pasukan KNIL pendukung Westerling yang keluar dari tangsi dengan membawa
bedil sukses menebar teror di Bandung. Jumlahnya ratusan orang, sekitar
satu batalyon. Bahkan seorang fotografer militer bernama August Nussy
ikut serta mengambil gambar aksi kawan-kawannya. Dalam hitungan jam,
pasukan APRA itu kembali ke tangsinya masing-masing, setelah menebar
teror di kota Bandung.
Puluhan prajurit TNI tewas akibat kekejaman APRA. Di antara mereka yang
terbunuh adalah Adolf Gustav Lembong, mantan serdadu KNIL yang sudah
jadi letnan kolonel TNI, dan stafnya, Letnan Leo Kailalo.
Lembong pagi itu sedang berusaha menemui panglima Sadikin di Markas Staf
Siliwangi, di dekat Braga. Bukan Sadikin yang ditemui Lembong, melainkan
serdadu-serdadu KNIL yang ikut APRA. Berondongan peluru pun menerjang
tubuh Lembong. Setelah Lembong gugur, markas staf itu lalu jadi Museum
Mandala Wangsit dan jalan di depan markas itu dinamai Jalan Lembong.
Baca juga:Asal Usul Jalan Lembong
<https://tirto.id/asal-usul-jalan-lembong-b855>
Infografik mozaik westerling
*Westerling Kabur*
Westerling sendiri kemudian jadi buronan. Gerakannya sudah gagal dan
diam-diam kabur dari Indonesia. Bulan-bulan berikutnya, Westerling sudah
berada di Belanda. Di Indonesia, banyak yang mengecam aksi dirinya dan
pasukannya.
Belakangan, Pangeran Bernhard, suami Ratu Juliana, menurut Cees Fasseur
dalam /Juliana en Bernhard: het verhaal van een huwelijk 1936-1956/
(2009), dianggap terkait dengan aksi Westerling. Pangeran dituduh
mendukung Westerling secara terselubung.
Menurut Rosihan Anwar dalam /Napak Tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan
Wartawan KMB 1949 /(2010), Pangeran Bernhard hendak menjadi
/onderkoning/ (raja bawahan) alias raja muda di Indonesia, dengan
Belanda sebagai induknya (hlm. 159).
Westerling melanjutkan hidupnya bukan sebagai serdadu lagi. Meski
dibenci mati-matian di Indonesia, Westerling menjadi legenda militer di
Belanda. Sebelum meninggal dunia di tahun 1987, Westerling jadi pedagang
loak dan sempat mencicipi karier sebagai penyanyi opera. Ia pernah
dilempar sepatu ketika menyanyi.
Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA
<https://tirto.id/q/sejarah-indonesia-dwA?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowkeyword>
atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
<https://tirto.id/author/petrikmatanasi?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowauthor>
(tirto.id - Humaniora)
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan
Pasukan APRA Westerling sukses meneror Bandung, namun tak berdaya di
Jakarta.
On 24-01-19 17:25, kh djie wrote:
Ada yang bilang, bawahannya Westerling banyak oosteerlingnya ??
Pada tanggal Kam, 24 Jan 2019 pukul 16.59 Awind j.gedea...@upcmail.nl
<mailto:j.gedea...@upcmail.nl> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com
<mailto:GELORA45@yahoogroups.com>> menulis:
https://tirto.id/sejarah-keji-westerling-membantai-rakyat-suppa-dan-rajanya-deU1
<https://tirto.id/q/politik-bpt>
Seri Kekejaman Westerling
Sejarah Keji Westerling: Membantai
Rakyat Suppa dan Rajanya
Potret sejarah pembantaian Westerling tahun 1946. FOTO/ Moluks
Historisch Museum
<https://tirto.id/sejarah-keji-westerling-membantai-rakyat-suppa-dan-rajanya-deU1>
Potret sejarah pembantaian Westerling tahun 1946.
FOTO/ Moluks Historisch Museum
Oleh: Petrik Matanasi - 24 Januari 2019
Dibaca Normal 3 menit
/Westerling bikin teror di Kedatuan Suppa. Sudah pasti banyak yang
terbunuh, termasuk dua rajanya./
tirto.id <https://tirto.id/> - Menjadi raja adalah takdir bagi
Andi Abdullah Bau Massepe. Laki-laki kelahiran 1918 itu adalah
putra dari Andi Mappanyukki, mantan Raja Bone—yang setelah
Indonesia merdeka adalah pendukung Republik Indonesia—dengan
istrinya, Besse Arung Bulo, seorang bangsawan Sidenreng. Nama
Massepe mirip dengan nama tempat kelahirannya di Sidenreng. Dia
punya tiga istri, yang paling terkenal karena kecantikannya adalah
Andi Bau Soji Datu Kanjenne.
Menjelang 1947, Bau Massepe sudah menjadi salah satu pemimpin di
Kedatuan Suppa. Dia dikenal sebagai Datu Suppa Muda. Pamannya,
Andi Makassau, dijuluki Datu Suppa Tua. Suppa masa kini adalah
sebuah kecamatan di antara jalan poros Pare-pare dengan Pinrang.
Pusat Kedatuan Suppa berada di Mara’bombang di sisi utara Teluk
Pare-pare. Di tempat itu nelayan biasa menanti ombak untuk melaut.
Istana kedatuan Suppa menghadap ke teluk, di mana kota pelabuhan
Pare-pare terlihat jelas.
Rosihan Anwar pernah bertemu dengan Datu Suppa Muda waktu
Konferensi Malino (1946). Saat itu, seperti dicatat Rosihan dalam
/Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925-1950/ (1985), Datu
Suppa Muda “minta pesannya disampaikan kepada Presiden Sukarno dan
Wakil Presiden Hatta di Yogya, dan menyerahkan dua helai tikar
sembahyang buatan Bugis untuk kedua pemimpin Republik itu” (hlm. 180).
Westerling tahu tentang keberpihakan Datu Suppa Muda. Suppa juga
menjadi sasaran operasi militer yang dilancarkan Westerling dan
pasukannya. Setelah beroperasi dari kampung ke kampung menebar
teror, pasukan Westerling mencapai daerah Suppa pada 28 Januari
1947. Andi Kassi alias Andi Monji, bocah kelahiran 1937, tak akan
lupa hari itu.
Baca juga: Pasukan Westerling Garang di Bandung, Loyo di Jakarta
<https://tirto.id/pasukan-westerling-garang-di-bandung-loyo-di-jakarta-cDsv>
Pembantaian Sehari Penuh
Sedari pagi buta, militer Belanda memasuki Suppa dan menggedori
rumah-rumah. Semua warga dipaksa keluar rumah dan digiring di
tanah lapang—yang kini jadi kantor kecamatan. Warga laki-laki
dikumpulkan di tempat agak terbuka, warga perempuan di bawah
kolong rumah panggung.
Andi Monji melihat ayahnya, Andi Monjong, yang jadi /Pabbicara
/Kedatuan Suppa, diturunkan dari mobil jip. Beberapa serdadu
Belanda menggebuki ayahnya di hadapan rakyat Suppa. Itu adalah
pemandangan sedih sekaligus mengerikan.
Sepengelihatan Andi Monji, serdadu-serdadu Belanda adalah
serdadu-serdadu bule (kulit putih) yang menjagai orang-orang
kampung itu. Andi Monji tak tahu di mana serdadu-serdadu pasukan
khusus Depot Speciale Troepen (DST) berada. Padahal mereka tulang
punggung penting operasi Westerling yang dianggap sebagai Kampanye
Pasifikasi itu.
Di tanah lapang itu, Westerling dan pasukannya mempertontonkan
aksi teror. Satu per satu warga ditembaki, baik oleh Westerling
maupun bawahannya. Andi Monji sendiri melihat ayahnya ditembak
kepalanya oleh Westerling menggunakan pistol. Seperti diketahui
Andi Monji, jauh setelah Westerling membedil kepada ayahnya,
tembakan Westerling tak pernah meleset.
Baca juga: Sebelum Westerling Ditimpuk Sepatu
<https://tirto.id/sebelum-westerling-ditimpuk-sepatu-b9mo>
Setelah banyak orang terbunuh, sebuah liang dibuat hari itu juga.
Beberapa orang yang masih hidup diperintahkan membawa orang-orang
yang terbunuh tadi ke liang besar. Namun, mereka yang membawa
jenazah itu tak pernah kembali lagi. Rupanya hidup mereka juga
sudah berakhir di tangan pasukan Westerling dan jadi penghuni
liang yang ukurannya sekitar rumah type 36 itu.
Acara pembantaian tersebut berlangsung seharian penuh. "Dari jam
enam (pagi) sampai jam enam (sore)," kenang Andi Monji.
Sebagai bocah yang tak berdaya, dia hanya bisa menangis. Tanpa
adanya sang ayah membuat hidupnya suram di kemudian hari. Dia
mengaku tak bisa menikmati bangku sekolah. Di hari ayahnya
terbunuh, terbunuh pula kakek Andi Monji, Andi Wenda.
Andi Monji mencatat 208 orang terbunuh pada kedatangan Westerling
di Suppa. Korban di daerah Suppa tergolong tinggi. Saat ini,
lokasi penguburan para korban “pengadilan militer” ala Westerling
tersebut telah menjadi Taman Makam Pahlawan. Peristiwa 28 Januari
1947 itu masih diingat warga. Selain ada taman makam pahlawan, tak
jauh dari tempat pembantaian juga dibangun diorama adegan
pembantaian Westerling.
Ketika /Tirto/ datang ke Suppa pada 28 Juni 2018, sidang gugatan
korban-korban Westerling sedang berlangsung di Belanda. Beberapa
orang tua di sekitar Suppa dihadirkan sebagai saksi secara
/teleconference/ di Café Resto Fly Over, Suppa. Tak jauh dari
rumah Andi Monji tinggal. Andi Monji sendiri juga datang sebagai
saksi.
Itu adalah rangkaian kedua sidang gugatan korban Westerling di
Sulawesi Selatan. Dalam rangkaian pertama di Bulukumba, gugatan
diterima dan mendapat uang ganti rugi 20.000 Euro. Tapi tetap
saja, seperti dingiangkan Anhar Gonggong, nyawa yang hilang tak
mungkin kembali.
Baca juga: Saksi Hidup Pembantaian Westerling - Catatan Reporter
<https://tirto.id/saksi-hidup-pembantaian-westerling--catatan-reporter-dbb6>
Ditenggelamkan ke Laut
Westerling tampaknya tahu adat Bugis. Haram darah raja mengalir di
tanah. Baik Datu Suppa Tua dan Datuk Suppa Muda tak dibunuh dengan
pistol Colt 38 milik Westerling. Atau juga dengan senjata otomatis
Sten Gun atau Thompson atau atau laras panjang Lee-Enfield (LE).
Dua bangsawan itu tetap dijadikan bahan /shock therapy/ dengan
cara yang tidak biasa.
“Westerling membunuh Datu Suppa Toa Andi Makassau dengan jalan
memecahkan biji kemaluan sang korban," kata Abdul Haris Nasution
dalam /Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia/-/Volume //IV /(1977:
155).
Infografik mozaik westerling
Versi yang banyak disebut, seperti dicatat wartawan senior Salim
Said yang kelahiran Pinrang dalam /Dari Gestapu ke Reformasi:
Serangkaian Kesaksian /(2013), “dia ditenggelamkan di Pantai
Suppa. Badannya diberati dengan cara diikatkan ke lesung batu,
kemudian dilemparkan ke dalam laut.”
Sementara menurut Nurwahidah dalam /Hj. Andi Siti Nurhani Sapada/
(2004), “Datu Suppa Tua ditemukan di laut di antara bangunan bambu
nelayan, setelah tiga hari sebelumnya ditenggelamkan di laut
Mara’bombang” (hlm. 58).
Berdasarkan penuturan Andi Monji, jenazahnya ditemukan La Ramalang
Ambo Metro. Monji juga menyebut, “Semula dikuburkan di belakang
masjid, lalu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Pare-pare (Pacekke).”
Hingga hari ini, jika warga yang tinggal di sekitar istana
Kedatuan Suppa ditanya di mana Datu Suppa dibunuh, mereka akan
menunjuk ke laut. “Di situ,” kata Nadira, yang tinggal di sebelah
istana dengan menunjuk perairan yang menghadap kota Pare-pare.
Jawaban Nadira dibenarkan seorang nelayan bernama Syaharudin Aco.
Soal kematian Bau Massepe, tidak ada saksi yang melihat
pembunuhannya. Lahadjdji Patang dalam /Sulawesi dan pahlawan2nya:
sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia /(1967) menyebut
Bau Massepe dibunuh secara perlahan-lahan dengan cara diseret
mobil pada 2 Februari 1947 (hlm. 119).
Bau Massepe kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 2005.
Seperi Andi Makassau, Bau Massepe setidaknya jadi nama jalan di
kota Pare-pare dan Makassar.
Seri Kekejaman Westerling:
* Sejarah Pembantaian di Sulsel: Westerling Datang, Darah
Tergenang
<https://tirto.id/sejarah-pembantaian-di-sulsel-westerling-datang-darah-tergenang-deUW>
==========
/Dalam rangka mengenang Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) pada 23 Januari 1950 yang didalangi Raymond Westerling,
/Tirto/menerbitkan serial khusus tentang aksi kekejaman perwira
Belanda itu. Serial ini ditayangkan setiap hari mulai Rabu
(23/1/2019) hingga Sabtu (26/1/2019). Artikel di atas adalah
tulisan kedua./
Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA
<https://tirto.id/q/sejarah-indonesia-dwA?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowkeyword>
atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
<https://tirto.id/author/petrikmatanasi?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowauthor>
(tirto.id <http://tirto.id> - Politik)
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan