Algorithma Big Data Geopolitik Ciptakerja *(Oleh: Christianto Wibisono)*
https://bit.ly/3lYGvpP
Opini
Algorithma Big Data Geopolitik Ciptakerja
* Cetak
<http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/14799-algorithma-big-data-geopolitik-ciptakerja.html?tmpl=component&print=1&layout=default&page=>
* Email
<http://www.bergelora.com/component/mailto/?tmpl=component&template=sj_financial&link=fe85f064817357fbe8fe22f69d257224718c0581>
Senin, 19 Oktober 2020
Dilihat: 24
Foto pasukan mengepung Medan Merdaka Utara di depan Istana Merdeka
Oktober 1953 tapi Bung Karno dengan charisma menenangkan massa pendemo
yang malah bubar berteriak Hidup Bung Karno. (Ist)
Presiden Joko Widodo masih sekuat Presiden Soekarno saat menghadapi
krisis 15 Oktober 1953. Kala itu massa bayaran didorong mendemo
Soekarno di Istana Negalra mengepung Medan Merdaka Utara di depan
Istana Merdeka. Tapi Bung Karno dengan charisma menenangkan massa
pendemo yang malah bubar berteriak Hidup Bung Karno. Padahal dibayar
untuk meneriakkan tuntutan Bubarkan DPR/Parlemen. Christianto
Wibisono menuliskannya untuk pembaca Bergelora.com (Redaksi)
Oleh: Christianto Wibisono
ABG (Algorithma Big Data) di sini kita pakai secara popular yaitu total
data yang dibuat, disimpan oleh 7 milyar Homo Sapiens yang berjumlah
sekian terrabytes. Bagaimana kita bisa memanfaatkan data itu secara
benar dan baik jika membuat Undang Undang Ciptaker saja masih kewalahan
mengubah tebalnya dokumen seribu halaman yang gonta ganti dari 812 jadi
951, 1028,1035 dan 1051.
7 milyar manusia ini sebetulnya hanya ditentukan nasibnya barangkali
oleh 7.000 elite raja presiden, sultan, sunan, kaisar, dictator,
demagog, jendral, laksamana, marsekal, ayatollah, Begawan, kepala
negara, kepala suku, warlord yang menguasai Kawasan dan populasi
tertentu sejak zaman pra raja-raja dunia. Karena PBB hanya punya 200
negara dan hanya sebagian yang sudah berakar sejak 3.000 tahun Sebelum
Masehi.
7.000 itu termasuk politisi anggota parlemen yang baru dikenal sejak
Magna Charta, Revolusi Amerika, Revolusi Prancis mungkin dikalikan 10,
jadi 70.000 orang.
Tapi sebetulnya yang 63.000 itu penggembira dan pengikut follower dari
penguasa puncak seperti yang dialami Republik kita selama 75 tahun
merdeka dari Belanda sejak 1945.
Di zaman Demokrasi Liberal 1945-1957, kita mengenal 10 Perdana Menteri
yakni Ir Sukarno 19 Aug – 14 Nov 1945; Sutan Syahrir(Partai
Sosialis) 14 Nov 1945 – 12 Mar 1946-2 Okt 1946 -3Juli 1947; Mr Amir
Syarifudin (Partai Sosialis) 3 Jui 1947 – 29 Jan 1948; Drs Moh Hatta 29
Jan 1948 – 20 Des 1949 – 6 Sep 1950;
Mohamad Natsir (Masyumi) 6 Sep 1950 – 27 April 1951; Dr Sukiman
Wiryosanjoyo (Masyumi) 27 April 1951- 3 April 1952; Mr Wilopo (PNI) 3
April 1952 – 30 Juli 1953 pada kabinet Wilopo terjadi peristiwa semi
kudeta 7 Oktober 1952.
Pasukan mengepung Medan Merdaka Utara di depan Istana Merdeka tapi Bung
Karno dengan charisma menenangkan massa pendemo yang malah bubar
berteriak Hidup Bung Karno. Padahal dibayar untuk meneriakkan tuntutan
Bubarkan DPR/Parlemen. KSAP Simatupang dan KSAD Nasution diberhentikan.
Kabinet Wilopo melewati krisis 17 Oktober tapi jatuh karena penggusuran
lahan petani di Tanjung Morawa 1953 menewaskan petani.
Lalu ada Mr. Ali Sastroamijoyo 30Juli 1953- 12 Agustus 1955 & kabinet
ke-10, 24 Maret 1956-9 April 1957; Mr Burhanudin Harahap (Masyumi) 12
Aug 1955 – 24 Maret 1956
PM Burhanudin menyelenggarakan pemilihan umum pertama yang paling jujur
dan bersih dan menghasilan 4 besar partai yaitu PNI, Masyumi, NU dan
PKI. Maka koalisi 3 besar membentuk kabinet Ali Sastroamijoyo II yang
hanya bertahan kurang dari setahun.
Kabinet demisioner 14 Maret 1957 dan Presiden Sukarno menunjuk dirinya
pribadi sebagai formatur dan mengangkat Juanda orang ke-10 yang menjabat
Perdana Menteri RI dari kabinet Karya tehnokrat non partai.
Terakhir Ir Juanda Kartawijaya (non partai) 9 April 1957- 10 Juli 1959
Setelah Dekrit Presiden Sukarno 5 Juli 1959 kembali ke UUD 1945, maka
Presiden langsung merangkap Perdana Menteri dan Ir Juanda jadi Menteri
Pertama sampai wafat 7 November 1963.
Sementara wapres pertama Moh Hatta telah mengundurkan diri sejak 1
Desember 1956
Ketika Juanda wafat maka portofolio Menteri Pertama dihaouskan diganti
Presidium 3 waperdam yaitu Dr Subandrio, dr J Leimena dan Chairul Saleh.
Pada SU MPRS ke III Mei 1963 Bung Karno diangkat menjadi Presiden Seumur
HIdup yang oleh MPRS yang sama, akan diralat malah dilengserkan pada
1966-1967.
Jadi Indonesia memang super kreatif menciptakan “konvensi” politik
inkonstitusional. 10 tahun tanpa wapres, mendadak terjadi G30S dimana
Men/Pangad Letjen A Yani yang dicadangkan sebagai calon putra mahkota
pengganti Bung Karno, tewas di tangan kroco Cakrabirawa dan Panglima
Kostrad melejit jadi Men/Pangad pada 14 Oktober 1965.
Dua minggu Presiden Sukarno bertahan dengan mengambil oper pimpinan
Angkatan Darat di tangan presiden dan menunjuk Mayen Pranoto sebagai
pelaksana harian.
14 Oktober, Soeharto dikukuhkan jadi Men/Pangad. 15 Desember 1965 sidang
kabinet di Cipanas memutuskan redenominasi Rp1.000 lama diganti Rp 1
uang baru, Memicu demo Tritura sejak 10 Januari 1966.
Ketika BK mereshuffle kabinet 24 Feb 1966 memecat Nasution dari jabatan
Menko Hankam KASAB terjadi demo yang menewaskan mahasiswa Arief Rahman
Hakim. Maka pemakaman Jumat 25 Februari menjadi lautan people power dari
UI Salemba, bunderan HI, Sudirman, sampai blok P.
Tanggal 11 Maret Bung Karno menandatangani Supersemar yang secara
“ajaib” disulap menjadi TAP MPRS bulan Juni 1966 sekaligus mejadikan
pengemban Supersemar sebagai Pejabat Presiden, bila presiden berhalangan.
Itu semua dilakukan oleh kongsi Nasution Soeharto, setelah Nasution non
job 24 Februari, dipilih jadi Ketua MPRS menggantikan Chairul Saleh yang
ditahan dalam klaster 15 menteri kabinet Sukarnois.
10 Perdana Menteri mengangkat 183 menteri, Bung Karno sebagai
Presiden/PM mengangkat 149 menteri (NIM 184-332) Jendral Soeharto 126
menteri ( 333-458) Habibie 415 orang, 59-474, Gus Dur 53 orang 475-527
Megawati 18 orang 528-545 SBY 106 orang 546- 652 dan Jokowi 76 menteri
653-738
Hari ini kita memperingati semi kudeta 17 Oktober 1952 di tengah “semi
kudeta” lewat demo rusuh UU Ciptakerja. Kharisma Jokowi masih sekuat
Bung Kanro 1952. Jokowi yang juga didukung oleh mantan Letjen Prabowo
yang lahir 17 Oktober 1951 malah sedang dijamu oleh rekan Menhan AS Marc
Esper dalam rangka cinta segitiga Jakarta Beijing Washington.
Para pendemo rusuh pasti tidak paham percaturan Algorithma Big Data
geopolitik Indonesia dan karena itu merongrong kabinet Jokowi dan DPR
yang waras di diskreditkan lewat demo anarko chaos.
Statemen Bank Dunia menutup demo rusuh dan kunjungan PM baru Jepang
Yoshihide Shida 20 Oktober membawa bantuan 50 milyar Yen pasti akan
memperkuat postur Jokowi dalam percaturan geopolitik sampai 2024.