Teman-teman anggota IAGI, Peristilahan bahasa Indonesia untuk geologi secara umum sebenarnya sudah pernah dirintis oleh Pak Purbo-Hadiwidjoyo di tahun 1990an dan pada tahun 1994 beliau menerbitkan Kamus Kebumian yang dalam bahasa Inggrisnya bertajuk: A glossary of geosciences and geotechnology. Kamus ini merupakan terbitan kelima, diterbitkan oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sayangnya editor buku ini justru salah menulis nama pengarangnya menjadi M.M. Purbo-Hadiwidhoyo.
Kamus tentang minyak dan gas bumi pernah diterbitkan oleh Lemigas. Saya punya yang edisi ketiga (tahun 1995) dan edisi keempat (tahun 1999). Penasihat bahasa untuk kamus ini antara lain adalah Bapak Anton M. Moeliono. Memang tentunya penerbitan kamus tersebut kalah cepat dengan perkembangan bahasa teknik, akan tetapi istilah baku teknik (geologi dll.) dalam bahasa Indonesia tidaklah nol sama sekali. Di tahun 1990an Depdikbud (kini Depdiknas) menerbitkan beberapa kamus istilah ilmu dasar. Misalnya kamus kimia (ada beberapa: kimia fisika, kimia organik, dll.), kamus fisika (ada bahang dan termodinamika, dll.). Sayangnya kamus ini tidak diperdagangkan tetapi dibagikan kepada pengguna (user). Kebetulan saat itu saya dekat dengan orang di Penerbit ITB, sehingga saya diperbolehkan mengopi beberapa kamus. Sayangnya kamus geologi tidak ada yang versi ini. Umumnya orang Indonesia sendiri segan menggunakan istilah yang dicoba-kenalkan oleh pengusulnya. Alasannya kedengarannya aneh, dll. Kalau kita lihat sebaliknya, bagaimana suatu istilah itu dapat popular jika tidak disosialisasikan? Jadilah seperti telur dan ayam, mana yang lebih dahulu? Yang paling parah dan harus dijauhi adalah kemauan menulis kata seenaknya tanpa mengacu pada kamus, karena penulis merasa dia orang Indonesia maka dia merasa tahu bahasa Indonesia dan tidak mau membuka kamus bahasa Indonesia untuk mengecek penulisan kata bakunya. Lebih celaka lagi, jika tulisan itu diterbitkan oleh suatu majalah/jurnal dan editornya juga sama tidak tahu istilah bakunya, sehingga banyak orang mengira kata itu sudah benar. Wasalam, Eddy Subroto > Pak Rovicky, > > Tak ada kesulitan untuk bahasa Indonesia menjadi > bahasa pengantar ilmiah. Hukum DM dan tak adanya > konjugasi (perubahan kata kerja oleh subyek dan waktu) > justru akan menyederhanakan permasalahan. Tak ada > gender kata benda, seperti dimiliki bahasa2 Eropa akan > memudahkan orang mempelajari bahasa Indonesia. Kita > tak perlu menghafal jenis kelamin kata-kata benda. > > Peristilahan mungkin kurang memadai, tetapi itu bisa > dibangun terus dengan berbagai cara (mencari padanan > dalam bahasa Indonesia, meng-Indonesia-kan istilah > asing, atau sementara menelan bulat2 istilah aslinya). > > Bahasa daerah memang punya kekayaan tersendiri. > Aktivitas orang dalam bahasa Sunda juga ada istilahnya > tersendiri sejak bangun tidur sampai tidur lagi (bray > beunta ...dug sare !). > > salam, > awang --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) ---------------------------------------------------------------------