Pak Awang 

Dari pengalaman negara negara yang sudah memilki CBM
maupun shale gas , sebenarnya mana yang lebih ekonomis dari keduanya ?

Untuk Indonesia , bagaimana secara kontraktual , eksplorasi shale
gas itu dilaksanakan ?
Apakah bagi KKS berproduksi , diberikan
insentif tertentu kalau mereka mau melakukan eksplorasi shale gas ? 
Bgaiamana menghitung "cost ecovery" nya ?
Si Abah

---------------------------- Original Message
----------------------------
Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara
Mengenai CBM
From:    "Awang Satyana"
<awangsaty...@yahoo.com>
Date:    Fri, July 16, 2010 10:37
am
To:      iagi-net@iagi.or.id
--------------------------------------------------------------------------

Mbak Yuriza,
 
Kontraktor2 CBM di Kutei Basin
mengerjakan coal seams yang relatif tipis (5-20 ft) di deposit Delta
Mahakam, termasuk VICO. Bukti efisiensinya kita belum tahu sebab tahapnya
masih core hole drilling dan sebentar lagi akan dewatering. Tetapi mereka
telah melakukan berbagai studi berdasarkan analog-analog dengan coal seams
proven CBM yang relatif tipis.
 
Indonesia punya
potensi shale gas seperti yang Pak Wikan jelaskan. Beberapa company sudah
mengetesnya sekedar ingin tahu seperti Kondur atau Pertamina. Memang
hasilnya belum signifikan sebab mereka juga tak mengerjakan secara khusus
objektif shale gas. Kebetulan saja shale-nya punya gas reading tinggi.
Kontrak shale gas pun belum ada, regulasinya juga belum ada (pernah
didiskusikan di milis ini). Regulasinya kelihatannya tak akan berjudul
shale gas, tetapi shale reservoir. Kalau yang tight reservoir itu
menggunakan kontrak dan regulasi yang sudah ada. Kontrak yang sudah ada
pun mungkin bisa digunakan untuk eksplorasi shale gas bila memang
potensial. Regulasi kelihatannya hanya akan diperuntukkan buat open area
yang akan mengerjakan shale gas.
 
Coal liquefaction,
sebenarnya Indonesia sangat potensial sebab dari 86,3 milyar ton batubara
kita 85,2 %-nya low rank. Low rank coal baik untuk dicairkan jadi minyak.
BPPT pernah melakukan kajian teknis dengan Jepang untuk hal ini, dan
Februari lalu PT BA (Bukit Asam) merintis kerja sama dengan Sasol (South
Africa's Synthetic Oil Ltd) untuk membangun fasilitas coal liquefaction di
Indoneesia dengan investasi 10 milyar USD.. Pemerintah (Ditjen Migas)
dalam beberapa kesempatan mempresentasikan energi alternatif ini sebagai
sumberdaya yang lain, jadi protokolnya pasti kondusif.
 
salam,
Awang

--- Pada Kam, 15/7/10,
yuriza.n...@ep.total.no <yuriza.n...@ep.total.no> menulis:


Dari: yuriza.n...@ep.total.no <yuriza.n...@ep.total.no>
Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Berbicara Mengenai CBM
Kepada:
iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Kamis, 15 Juli, 2010, 10:19 PM


Kalau boleh nambah pertanyaan pak Awang.
Terus apakah
multilayer coal akan efisien ?
Coal kita rata rata kan cuma tipis
tipis aja di Kaltim (sekitar 5-40an 
meter) tapi dibanyak lapisan,
sejauh ini apa yang dilakukan orang biar 
efisien ?
Melihat
perkembangan gas shale di eropa dan amerika, apakah Indonesia 
punya
potensi ?.
Selain itu bagaimana dengan coal liquifaction ?, katanya
ada perusahaan di 
Indonesia  yang sudah kearah sana, apakah
protokolnya sudah jelas ?..
Makasih

salam
y





Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> 
15.07.2010 17:02
Please respond to
<iagi-net@iagi.or.id>


To
iagi-net@iagi.or.id
cc

Subject
Bls: [iagi-net-l]
Berbicara Mengenai CBM






Mbak
Yuriza,

Status pengerjaan CBM saat ini menggembirakan, ada
banyak kontrak CBM yang 
telah ditandatangani, sekitar 25 WK CBM
status Juni 2010; sedang 
ditawarkan ada sekitar 10 WK, yang sedang
joint study dalam rangka direct 
offer ada sekitar 5 WK.

Beberapa operator WK CBM di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur telah

mengebor core holes-nya dan ada yang hampir dewatering process.
Belum ada 
yang produksi kecuali pilot hole CBM di Ranbutan Field di
Sumatera Selatan 
(proyek percobaan Pemerintah).

Airnya
memang harus dikeluarkan dulu (dewatering) baru gas yang tertekan 
dan masuk ke retakan2 (cleats) CBM atau matriksnya itu bisa keluar. Yang

generik dari hasil simulasi biasanya dewatering akan mencapai sisa
sekitar 
30 % setelah 4-5 tahun dewatering,saat itu gasnya sudah
mencapai peak 
production-nya. Tetapi dari awal2 dewatering pun gas
sudah keluar hanya 
masih kecil lalu bertambah banyak semakin tahun
berjalan sebab air hasil 
dewatering akan semakin sedikit semakin
berjalan waktu.

salam,
Awang

--- Pada Kam,
15/7/10, yuriza.n...@ep.total.no <yuriza.n...@ep.total.no> 
menulis:


Dari: yuriza.n...@ep.total.no
<yuriza.n...@ep.total.no>
Judul: [iagi-net-l] Berbicara
Mengenai CBM
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Kamis, 15
Juli, 2010, 4:44 PM


Pak Awang,

Boleh cerita
bagaimana statusnya CBM di Indonesia saat ini ?.
Aku dengar dengar
katanya 'pengairan' nya bisa sampai dua tahun dulu baru 
bisa
'panen'.
Apakah sudah ada yang produksi (bukan pilot) saat ini ?.

Terima kasih atas informasinya.

salam
y


This e-mail message is intended only for the use of the named
recipient. 
Information contained in this e-mail message and its
attachment may be 
privileged,confidential and protected from
disclosure. If you are not the 
intended recipient, any copying,
disclosure, reproduction, distribution or 
use of this communication
is strictly prohibited. Please notify the sender 
of your receipt of
the e-mail message by replying to the message and then 
delete it
from your system.






This e-mail
message is intended only for the use of the named recipient. 
Information contained in this e-mail message and its attachment may be
privileged,confidential and protected from disclosure. If you are not the
intended recipient, any copying, disclosure, reproduction, distribution or
use of this communication is strictly prohibited. Please notify the sender
of your receipt of the e-mail message by replying to the message and then
delete it from your system.





-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke