Janganklan di level bawah di atas saja masih banyak perbedaan pandangan , coba 
lihat pada diskusi atau talkshow ttg kenaikan BBM ternyata perbedaan persepsi 
cukup tajam bagaimana pemahaman ttg DMO migas , ttg biaya produksi , ttg bagian 
negara dll . Bahkan ada persepsi bahwa Perjanjian Kontrak itu dipersepsikan sbg 
perjanjian Negara krn. Menyangkut aset negara yg dilakukan oleh institusi 
negara bukan B to B , ada lagi pangdangan thd CR yg dipersepsikan sbg 
Pengeluaran negara maka hrus dimasukan APBN oleh krn harus ada pengaturan dalam 
bentuk PP ini tertuang dalam UU APBN 2009 lalu ,  ini semua dipicu adanya 
pertentangan terhadap pandangan terkait kenaikan BBM , Bahkan pada Kenaikan BBM 
yg lalu {2007 ? } Menghasilkan rekomendasi UU Migas yg baru berjalan 7 tahun  
harus dirubah. Perdebatan ttg kenaikan BBM ujung ujungnya akan “ membedah“ atau 
“ mengkuliti“ industri migas secara keseluruhan , ketidakpastian dalam masalah 
peraturan ini serta  semenjak adanya keinginan untuk merombak UU tsb secara tdk 
langsung akan berpengaruh thd investasi ekplorasi { wait and see dulu } jadi 
sdh komplit Daerahnya semakin sulit , pearturannya semakin Mbulet serta konflik 
sosial semakin banyak thd industri ini,
Apa perlu di moratorium dulu ya ? Sambil dibenahi shg industri ini dpt menjadi 
tuan rumah dinegeri sendiri dan bermanfaat sebesar besarnya untuk kesejahteraan 
masyarakat yg akhirnya semua untung negara untung



Sent by Liamsi's Mobile Phone

-----Original Message-----
From: Andi AB Salahuddin <a_baiq...@yahoo.com>
Date: Fri, 16 Mar 2012 16:14:00 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Apakah ini benar ? Kalau benar pantaskah kita dukung 
masih pemerintah ?!

 
Cak Mus,
 
Semoga sehat selalu. Sudah lama nih tidak ditraktir bapak ke Coto Ampera J
 
Jika boleh ngasih pendapat, saya tidak melihat ada yang salah pada Pak Asep 
dengan memosting berita ini. Menurut saya malah dengan adanya postingan seperti 
ini, maka ada balasan, klarifikasi, dan lain sebagainya di grup ini.
 
Bisa saya bayangkan jika berita ini hanya beredar di luar. Bagaimana jika 
misalnya ada teman yang tidak mengerti industri (hulu) migas menanyakan 
keabsahan berita ini ke kita dan kita sendiri tidak tahu pasti betul tidaknya? 
Bisa-bisa digodain ... wah pantesan aja yang kerja di lembaga / industri minyak 
bla bla bla. Sama aja dong dengan koruptor J 
 
Justru dengan adanya postingan ini, netter sekalian di sini –yang saya tau 
pinter-pinter dan tidak gampang terprovokasi-  malah menjadi tahu jika ternyata:
*pihak pemda dalam hal ini tidak melakukan cek ricek ke lembaga yang lebih 
afdol untuk dimintai keterangan yang valid dan up to date
*ada kelompok tertrentu di luar sana yang mungkin dengan sengaja 
mengambinghitamkan kelompok/lembaga tertentu untuk kepentingan 
pribadi/kelompoknya.
 
Dengan demikian sharing seperti ini pada akhirnya bisa menjadi lesson learnt  
agar kedepannya kita semua bisa meminimalisir berita miring dengan “motif” 
seperti ini.
 
 
Salam damai,
Andi.


--- On Fri, 3/16/12, mustotomoeh...@gmail.com <mustotomoeh...@gmail.com> wrote:


From: mustotomoeh...@gmail.com <mustotomoeh...@gmail.com>
Subject: Re: [iagi-net-l] Apakah ini benar ? Kalau benar pantaskah kita dukung 
masih pemerintah ?!
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Friday, March 16, 2012, 3:32 AM



Pak Asep,
Kalau mau posting itu mbok yao dicheck dulu, kalau nggak paham bisa tanya. Apa 
nggak kasihan negara ini lha wong seorang geologist aja punya pandangan spt 
ini. Harusnya bisa lah memberikan arahan dikit. Bijaksanalah di forum spt ini.
Salam
MM
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!


From: Asep Hidayat <ahidaya...@yahoo.com> 
Date: Fri, 16 Mar 2012 10:38:21 +0800 (SGT)
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> 
Subject: [iagi-net-l] Apakah ini benar ? Kalau benar pantaskah kita dukung 
masih pemerintah ?!





Minyak Senilai Rp 720 Milyar Hilang Setiap Hari
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Ahmad Daryoko menyatakan 
turunnya lifting akibat adanya penggelapan data sumur minyak yang ada. Dan 
nilainya itu sekitar Rp 720 milyar per hari.
“Menurunnya lifting, bukan karena sumur  minyak menipis seperti yang diklaim 
Purnomo Yusgiantoro atau pun karena birokrasinya terlalu panjang seperti yang 
dipermasalahkan Kurtubi, tetapi karena adanya pencatatan yang tidak apa 
adanya,” ungkapnya dalam konfrensi pers tolak kenaikan harga BBM dan tolak 
liberalisasi sektor migas Kamis (15/3) siang di Kantor DPP Hizbut Tahrir 
Indonesia, Crown Palace Jl Soepomo, Tebet, Jakarta.
Salah satu buktinya, lanjut dia, kasus penggelapan sumur minyak yang dikelola 
Petrokimia di Provinsi Jambi.  Jumlah sumur minyak Petrokimia di Provinsi Jambi 
berdasarkan catatan BP Migas berjumlah 30 sumur. Kemudian Pemda Jambi melakukan 
investigasi sendiri ternyata ada 91 sumur. Berarti ada 61 satu sumur yang tidak 
tercatat.
Daryoko pun menyakan temuan Pemda Jambi ini bisa dijadikan langkah awal untuk 
menemukan jawaban mengapa sejak berlakunya UU 22 tahun 2001 itu lifting minyak, 
jatuh ke kisaran 800-900 ribu barel perhari padahal sebelumnya sekitar 1.6 juta 
barel perhari.
“Itu baru satu kontraktor bagaimana dengan kontraktor lainnya seperti Chevron, 
Total, Petronas dan lainnya? tidak menutup kemungkinan kontraktor lainnya juga 
berbuat demikian. Dan itu kejadian di Jambi dan tidak menutup kemungkinan di 
daerah lainnya pun terjadi modus serupa,” prediksinya.
Berdasarkan UU yang meliberalisasikan sektor minyak dan gas tersebut, Pertamina 
di sejajarkan dengan kontraktor migas swasta dan asing. Karena sejajar, 
Pertamina tentu saja tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi sumur yang 
dikelola para kontraktor itu. Maka dibentuklah BP Migas untuk melakukan 
pengawasan.
“Tetapi BP Migas itu pada faktanya hanya mencatat laporan dari kontraktor, 
tidak mengawasi! Berbeda dengan Pertamina yang memiliki inspektor pada setiap 
sumur minyak,” ungkapnya.
Maka, sangat dimungkinkan, fakta sebenarnya produksi minyak itu tidak menurun, 
tetapi yang dilaporkan ke BP Migas sebagiannya saja. Jadi bila produksinya 
tetap 1,6 juta barel maka ada sekitar 800 juta barel digelapkan.
“Bila satu barel harganya US$ 100 (kurs Rp 9000) maka sekitar Rp 720 milyar 
hilang setiap hari!” pungkasnya.(mediaumat.com, 16/3/2012)
 
Salam,
Asep

Kirim email ke