Bagaimana dengan sumur badik-1 dari Anadarko?, dimana lithologinya berasosiasi 
dengan endapan volcanic dekat TD.
Powered by Geologist never died just stoned®

-----Original Message-----
From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
Date: Mon, 10 Sep 2012 08:42:51 
To: IAGI<iagi-net@iagi.or.id>; Forum HAGI<fo...@hagi.or.id>; Geo 
Unpad<geo_un...@yahoogroups.com>; Eksplorasi 
BPMIGAS<eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi 
perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama 
terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang 
melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 
1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian 
utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran 
dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut 
Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat 
Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya 
sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya 
menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal 
membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak  itu, perdebatan tentang 
jenis basement di bawah Selat Makassar
 Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua 
yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting 
untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau 
kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya 
akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon.

Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi 
terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan 
pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis 
batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 
2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak 
yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila 
melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. 
Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur 
yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah 
berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan 
metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal 
seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa 
didebat orang.  Pemodelan2 tak langsung itulah yang
 selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. 

Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 
2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan 
Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi 
dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal 
beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas 
kerak samudera.  Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih 
kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan 
khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan horst dan graben, juga 
ada beberapa struktur seperti sembulan karbonat yang tumbuh di atas horst. 
Sembulan karbonat hanya terjadi di kerak benua yang retak dan pelan2 tenggelam. 

Saya cukup lama mengikuti perdebatan ini juga mempunyai pendapat pribadi 
tentang hal ini. Saya pernah melakukan pemodelan pembukaan Selat Makassar dan 
menghitung bahwa indeks pembukaan (Beta factor) Selat Makassar akan muncul 
kerak samuderanya pada indeks stretching factor 2.9 atau setara dengan 
kedalaman laut 3200 meter, artinya pada kedalaman laut 3200 meter baru kerak 
samudera akan muncul. Kedalaman maksimum Selat Makassar adalah 2500 meter, maka 
saya berpendapat bahwa basement Selat Makassar hanyalah kerak benua yang 
menipis (attenuated continental basement akibat rifting), bukan kerak samudera.

Akhirnya, pada tahun 2009, perdebatan ini mungkin akan mendekati akhir, ketika 
sebuah sumur bernama Rangkong-1 dibor oleh ExxonMobil di Wilayah Kerja 
Surumana, Selat Makassar dari bulan Februari-Juni. Sumur eksplorasi ini 
termasuk yang terletak di tengah Selat Makassar pada kedalaman laut 2255 meter. 
Sumur dibor sampai sedalam 4485 meter. Sumur ini memang tidak menembus basement 
Selat Makassar, tetapi ia menembus batuan volkanik yang duduk di atas basement. 
Batuan volkanik ini, komposisinya, akan memberitahu kita apa gerangan basement 
di bawahnya. Maka penelitian petrokimia, isotop geokimia dan geokronologi pun 
dilakukan ExxonMobil atas sampel volkanik tersebut. Hasilnya sudah 
dipublikasikan meskipun sekilas oleh Bacheller III et al (2011) di pertemuan 
tahunan IPA (Indonesian Petroleum Association) yang mengatakan bahwa volkanik 
Rangkong  itu secara petrokimia menunjukkan asosiasi yang definitif dengan 
kerak benua bukan dari asosiasi kerak samudera.
  Saya membahas implikasi regional penemuan ini atas tektonik Selat Makassar 
secara keseluruhan, juga membahas kembali petdebatannya, di pertemuan IPA tahun 
ini (Satyana et al., 2012). 

Setelah melihat banyak pemodelan magnetik, gayaberat, stretching, karakter 
seismik, dan sampel volkanik yang menunjukkan asosiasi benua, maka bahwa kerak 
benua yang menipis karena rifting atau stretching sebagai basement Selat 
Makassar bagian utara adalah penjelasan yang logis dan didukung hard data. 
Sementara itu, sisi selatan Selat Makassar memang bagian benua yang juga 
menipis tetapi tidak setipis bagian utaranya.

Demikian, perdebatan mengenai jenis basement Selat Makassar mungkin telah 
berakhir.

Salam
Awang

Kirim email ke