Sejarah mencatat, bangsa ini butuh kekuasaan otoriter parlementer (Bung Karno) 
dan presidentil (Pak Dhe Harto), untuk makmur adil sentosa, pribadi bangsaku, 
ayo maju..maju.. 

Salam.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: bani tiofan <babung_geot...@yahoo.com>
Date: Mon, 19 Nov 2012 09:49:27 
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Bls: [iagi-net-l] Cara Pandang Agak Berbeda
apakah setelah itu akan muncul jendral otoriter sehingga muncul suatu rezim 
baru yang namanya orde baru??
apakah muncul "BPMIGAS BARU" yang lebih otoriter?

salam,
BTT


________________________________
 Dari: Rendra Amirin <rendra.ami...@gmail.com>
Kepada: iagi-net@iagi.or.id 
Dikirim: Senin, 19 November 2012 8:43
Judul: Re: [iagi-net-l] Cara Pandang Agak Berbeda
 
Wah mantap bener Analogy nya bapak prof Andang Bachtiar, PKI menghabisi 
jendral2, MK menghabisi BPMigas..
Apalagi selanjutnya?..

Salam
Powered by Randy. com@2012

-----Original Message-----
From: andangbacht...@yahoo.com
Date: Mon, 19 Nov 2012 01:33:27 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: [iagi-net-l] Cara Pandang Agak Berbeda
Ketika dulu2 itu harga minyak naik, siapa yg lebih sering didemo? Pertamina! 
Padahal bukan Pertamina yg memutuskan naik tidak-nya harga minyak.

Ketika ijin layak operasi rig yang ngebor sumur migas yg kemudian jadi Lumpur 
Lapindo dipertanyakan, siapa yg disalahkan? Gempa! Padahal bukan gempa yg 
memberikan ijin layak operasi rig.

Ketika blok-blok migas banyak dikuasai asing, siapa yg dituding a-nasional (dan 
kemudian dijadikan salah satu alasan pembubaran)? BPMigas! Padahal bukan 
BPMigas yg memutuskan siapa yg dpt kontrak blok mana di Indonesia.

Ketika tuntutan uji materi atas UU Migas 22/2001 dikabulkan dg pembubaran 
BPMigas pihak mana kemudian yg mendapatkan warisan kekuasaan kontrol atas 
milyaran dollar proyek yg cost recoverable?

Konon pertempuran untuk menjadi penguasa migas/energi Indonesia sdh dimulai 
sejak jaman Ibnu Sutowo sbg perwakilan "tentara" menguasai warisan lapangan2 
migas dr Belanda versus birokrat2-politisi2 yg menjalankan pemerintahan kita

Ketika saya mulai kerja di industri migas hampir 30th yg lalupun situasi itu 
masih terasa. Bagaimana "Merdeka selatan" dan "Abd Moeis" selalu mencoba 
mengontrol "Perwira".

Nah, setelah kekuatan "Pertamina" bisa dipreteli oleh UUMigas 22/2001 maka 
kekuatan penguasa baru muncul dlm bentuk kelembagaan yg namanya BPMigas. Maka 
kutub pertempurannyapun beralih jadi "Merdeka Selatan/Centris Plaza" versus 
"Patrajasa/WismaMulia". Pertamina sdh tdk lagi masuk dlm percaturan itu krn 
kekuatannya praktis sdh dilucuti. Apalagi wakil2 partai penguasa dan juga dr 
Merdeka Selatan/Centris Plaza juga ada di Dewan Komisarisnya. Maka amanlah 
sudah.

Nah, di dua periode pertama kepemimpinan BPMigas, kontrol dr hal itu tidak 
begitu jadi masalah, karena mrk semua masih berada dalam satu lingkaran 
koordinasi yg sama. Tapi begitu masuk ke periode kepemimpinan BPMigas ketiga yg 
disambung dg bergantinya penguasa Merdeka Selatan ke politisi2 yg tdk punya 
latar belakang profesional migas, maka kontrol dan koordinasi itu mulai 
melemah. Kasus terakhir: rencana pelantikan pejabat2 baru BPMigas bbrp bulan yg 
lalu yg sempat tertunda sehari yg konon katanya karena ada protes/boikot dr 
internal ESDM menunjukkan lemahnya koordinasi itu.
  
Kalau peristiwa G30S 1965 dulu itu sering juga dianalisis sbg: "Persoalan 
internal Angkatan Darat yg menggunakan tangan PKI untuk membereskannya", maka 
pembubaran BPMigas inipun bisa juga dilihat sbg "Persoalan internal ESDMnya SBY 
yg menggunakan tangan MK - dan ormas2 individu2 militan untuk membereskannya". 
Kebetulan pula UUMigas kita punya cacat sejarah. Maka kloplah sudah.

Selamat pagi politik migas Indonesia.

Tabik ...

ADB
Geologist Merdeka!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kirim email ke