----- Original Message -----
From: Ponijo Ponijo
Sent: Wednesday, February 11, 2009 4:48 PM
Ingin Cepat Kaya? Buruan Menikah!
Penulis : Sultoni
Majelis Ta’aruf Klab Santri :Pernikahan itu pasti indah, nyaman, dan
menyenangkan. Itu garansi dari Allah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana tertuang
dalam firman-Nya yang suci { “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar Ruum : 21) }. Apabila ada
ungkapan “pernikahan tidak selamanya indah”, pasti ada error yang dilakukan
oleh para pelaku pernikahan. Entah itu berupa pelanggaran atas rambu-rambu
yang telah ditetapkan dalam proses pencapaiannya. Ataupun sikap manusia yang
makin tidak apresiatif terhadap kewajiban universal dari Pencipta alam
semesta ini.
Islam memandang, pernikahan bukan saja sebagai satu-satunya institusi yang
sah, tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap lawan jenisnya. Tapi
yang tak kalah penting adalah, pernikahan sanggup memberikan jaminan
proteksi pada sebuah masyarakat dari ancaman kehancuran moral dan sosial.
Itulah sebabnya, Islam selalu mendorong dan memberikan kemudahan-kemudahan
bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu. “Dan nikahkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak menikah
dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki serta hamba-hamba sahayamu yang
wanita. Jika mereka miskin, Allah akan membuat mereka kaya dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS.
An Nuur : 32).
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW juga menekankan para pemuda untuk bersegera
menikah. “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu
menikah, maka segeralah menikah. Karena sesungguhnya menikah itu lebih
menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barangsiapa yang belum
mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa menjadi benteng (dari
gejolak birahi).” (HR. Bukhari).
Dari sini makin jelas, ke mana orientasi perintah menikah itu sesungguhnya.
Tujuan pembentukan institusi-institusi pernikahan (keluarga) tak lain
adalah, agar terpancang sendi-sendi masyarakat yang kokoh. Sebab keluarga
merupakan elemen dasar penopang bangunan sebuah masyarakat. Dengan kata
lain, masyarakat akan kuat dan kokoh apabila ditopang sendi-sendi yang juga
kokoh. Dan kekokohan itu tidak mungkin tercapai kecuali lewat penumbuhan
institusi-institusi keluarga yang bersih.
Pasal kewajiban menikah adalah merupakan sunnah Nabi SAW yang harus ditaati
setiap Muslim, tidak akan kita bahas lebih jauh di sini. Begitu pun soal
pernikahan merupakan aktualisasi keimanan atau aqidah seseorang terhadap
Tuhannya, juga tidak akan kita perpanjang dalam tulisan ini. Sehingga dia
menjadi alasan mendasar Islam, kenapa pernikahan hanya sah jika dilakukan
oleh pasangan manusia yang memiliki aqidah, manhaj (konsep) hidup, serta
tujuan hidup yang sama. Yakni mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Ada sisi krusial lain dari pernikahan yang akan kita bahas lebih jauh. Yakni
pernikahan dan kaitannya dengan peradaban manusia. Pasal ini yang mungkin
jarang dicermati oleh kebanyakan masyarakat, termasuk masyarakat Islam.
Bahwa ada korelasi kuat antara keberadaan institusi pernikahan dengan potret
masyarakat yang akan muncul (seperti telah disinggung sebelumnya), adalah
tidak bisa kita pungkiri. Sebab indikasinya gampang sekali dilihat dan
dirasakan. Masyarakat yang menghargai pernikahan, pasti mereka merupakan
masyarakat yang beradab. Demikian sebaliknya.
Maka tatkala kita telusuri, apa penyebab masyarakat Barat menjadi masyarakat
yang tumbuh liar tanpa nilai-nilai etika, moral, dan agama. Itu sangat mudah
kita pahami. Lantaran mereka adalah masyarakat yang tidak memahami makna
sakral pernikahan. Hasrat seksual menurut mereka, bisa mereka lampiaskan
kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Sehingga tak ada kaitan
antara kehormatan dan kesucian seseorang dengan pernikahan.
Dari sinilah awal munculnya masyarakat Barat yang tidak beradab. Mereka
menjadi masyarakat pemuja syahwat, menawarkan budaya buka-bukaan aurat alias
telanjang, memamerkan secara vulgar budaya hidup seatap tanpa menikah antara
laki-laki dan wanita. Maka kasus-kasus perceraian kian tidak terhitung
jumlahnya. Ribuan anak-anak lahir tanpa jelas nasabnya (garis keturunannya).
Setelah besar, generasi tanpa bapak itu pun membentuk komunitas anak-anak
jalanan yang selalu menimbulkan problem bagi masyarakat mereka sendiri. Dari
situlah siklus budaya nista bermula.
Ironisnya, dalam masyarakat Islam pun mulai muncul sikap yang kurang
apresiatif terhadap perintah menikah. Jika tidak sampai dikatakan enggan
menikah, setidaknya ada gejala masyarakat Islam mulai bersikap mengulur-ulur
waktu pernikahan. Padahal ini sangat berbahaya. Boleh jadi gaya hidup
hedonis Barat yang sangat intens disuguhkan lewat bacaan dan film-film,
telah menyebabkan perubahan pola pemikiran masyarakat Islam. Khususnya dalam
menyikapi perintah menikah.
Inilah barangkali yang menyebabkan pasangan muda-mudi dalam masyarakat kita,
lebih senang berlama-lama pacaran ketimbang memikirkan untuk serius
membangun rumah tangga. Kalau pun di sana-sini marak acara-acara pesta
pernikahan, itu mungkin tak lebih hanya sebuah basa-basi kultural. Semuanya
terlepas dari ikatan nilai-nilai religius yang sakral. Sehingga kita sering
menyaksikan pesta-pesta pernikahan, tak lebih hanya sebagai ajang pamer
kemewahan dan bahkan pamer kemaksiatan. Sebab boleh jadi, sebelum pesta itu
berlangsung, mereka sudah menjalani praktek-praktek layaknya kehidupan
suami-isteri. Astaghfirullah!
Kenapa Islam menggesa para pemuda untuk menikah, semakin jelas kita pahami.
Bahwa di tengah maraknya budaya hedonisme yang menjangkiti dunia, sudah
barang tentu institusi-institusi pernikahan kian dibutuhkan keberadaannya.
Namun tentu saja bukan hanya memperbanyak lembaga-lembaga Rabbani itu saja
yang kita perhatikan. Tapi yang lebih penting adalah, bagaimana rambu-rambu
suci untuk mencapainya, bisa tetap kita jaga. Sehingga banyaknya
lembaga-lembaga pernikahan berbanding lurus dengan tumbuh suburnya budaya
kesadaran masyarakat untuk memelihara kesucian diri. Dari keluarga-keluarga
yang bersih inilah, kelak akan lahir generasi yang kokoh.
Jika ini yang terjadi, dapat dipastikan janji Allah, bahwa masyarakat bisa
makmur (kaya) dan kuat lewat jalur pernikahan, akan terbukti. Karena itu,
makin tertutup alasan bagi para pemuda-pemudi untuk tidak segera menikah,
jika mereka nyata-nyata telah sanggup melaksanakannya. Dengan kata lain,
sikap menunda-nunda untuk segera menikah di kalangan muda-mudi, memang
sangat aneh.
“Aku heran dengan orang yang tidak mau mencari kekayaan dengan cara menikah.
Padahal Allah berfirman : Jika mereka miskin, maka Allah akan membuat mereka
kaya dengan Keutamaan-Nya,” kata Umar bin Khattab RA.
Ayo, tunggu apa lagi? Jangan tunda-tunda pernikahan!
------------------------------------------------------------------
- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 -
- Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com -
Rasulullah SAW bersabda, Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama,
seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga.
(Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu) (HR. Bukhari)