IMLEK, BOLEHKAH KITA MERAYAKANNYA ?

"Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu
dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang
lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu
dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang
tetap dan tahun-tahun. Aku kuatir kalau-kalau susah payahku untuk kamu telah
sia-sia." (Galatia 4:9-11)

Pertanyaan seperti judul diatas banyak diterima YABINA termasuk undangan
untuk memberikan ceramah pada saat saat menjelang tahun baru Imlek/Sincia.
Pertanyaan demikian tidaklah bisa dijawab secara 'hitam/putih' atau
'tidak/boleh,' tetapi sebaiknya kita menelaah lebih dahulu apa yang berada
dalam kandungan perayaan Imlek/Sincia itu sehingga kita mengerti dan cukup
dewasa dalam iman untuk memisahkan yang hitam dari yang putih atau yang
tidak dari yang boleh.

Imlek, Perayaan Yang Mendunia 

Tidak dapat disangkal bahwa Imlek/Sincia sudah mendunia, di seluruh dunia
dimana ada orang 'Cina' (Nama 'Cina' merupakan kebanggaan bagi yang merasa
dirinya menjadi bagian dari emperum kesatuan 'Cin/Chin,' kekaisaran yang
menyatukan masyarakat) atau 'Tionghoa' (Nama Tionghoa/Chungkuo berarti
negara pusat yang dianggap berbudaya tinggi) dirayakan Imlek/Sincia dengan
segala tradisinya. Toko, Restoran, maupun Mal menjelang perayaan itu banyak
didominasi 'warna merah' lambang kemakmuran. Bukan hanya itu lampion dan hio
& alat sembahyang lainnya banyak dijual, dan peragaan 'Liong' (naga) maupun
'Barongsai' (sesingaan) menjadi bagian perayaan yang disertai bunyi tambur,
simbal, dan mercon itu, dan dibanyak tempat dijumpai ucapan 'Gong Xi Fa Cai'
atau 'Sin Cun Kiong Hie!'

Bagi umat kristen khususnya yang berlatar belakang etnis Cina/Tionghoa,
dihadapi pertanyaan 'Bolehkah umat percaya merayakan Imlek/sincia?' Ini
terbukti dari banyaknya yang menanyakan maupun yang mengundang untuk
membahasnya!

Kita harus sadar bahwa baik perayaan 'Tahun Baru' maupun perayaan
'Imlek/Sincia' mengandung budaya geografis maupun ada unsur budaya religinya
sekalipun batas di antara keduanya sering tidak jelas. Seperti kita ketahui,
ada dua sistem kalender yang paling umum digunakan budaya didunia yaitu
'kalender matahari' (solar) yang perhitungannya dimulai dari memasuki musim
semi dimana matahari mulai menampakkan cahayanya dan lamanya berdasarkan
lama lintasan matahari, dan 'kalender bulan' (lunar) yang perhitungannya
dimulai dari hari panen dan lama tahunnya berdasarkan lama lintasan bulan
(yang lebih pendek dari lintasan matahari).

Tetapi mengapa Imlek/Sincia sebagai salah satu praktek kalender bulan
menimbulkan pertanyaan banyak orang kristen? Ini disebabkan karena perayaan
Imlek/Sincia sarat dipenuhi tradisi dan perayaan yang menjadi bagian dari
'budaya religi' masyarakat Cina/Tionghoa.

Tradisi Budaya Leluhur 

Apakah tradisi budaya leluhur yang secara turun temurun mempengaruhi
masyarakat Cina/Tionghoa? Setidaknya tradisi budaya leluhur dipengaruhi
empat kepercayaan kuno, yaitu: (1) Faham Spiritisme/Okultisme dan Mistik
sejak masa pra-sejarah; (2) Kepercayaan Taoisme yang bersifat Mistik
(falsafahisasi konsep Yin-Yang dalam I-Ching) sejak abad VI SM; (3)
Kepercayaan Konfusianisme yang bersifat hubungan sosial sejak abad VI SM;
dan (4) Kepercayaan Buddhisme yang bersifat mistik Buddha (agak beda dengan
mistik Tao) yang masuk dari India sejak abad I-VI M.

Sifat yang melekat dalam diri masyarakat Cina/Tionghoa adalah adanya
kepercayaan 'jalan tengah' (middle way) yang menggabungkan semua kepercayaan
leluhur (Tridharma). 'Penyembahan arwah nenek-moyang tetap menjadi jantung
budaya religi Cina/Tionghoa dan kepercayaan tentang roh-roh kegelapan sudah
lama terjadi demikian juga penyembahan alam (mistik) juga sudah ribuan tahun
dilakukan oleh masyarakat Cina/Tiongoa secara turun temurun.

Seminggu sebelum Imlek/Sincia masyarakat biasa melakukan sembahyang Toa Pe
Kong Dapur mengiringi Dewa Ciao Kun Kong pergi ke langit, dan sehari sebelum
Imlek/Sincia dilakukan sembahyang Tahun Baru dengan sajian kurban 3 macam
hewan atau Sam-Seng (babi, ayam, dan bandeng). Pada hari raya Imlek/Sincia
dipersiapkan meja sembahyang dan Angpao (uang dibungkus amplop merah)
sebagai simbol untuk menyenangkan roh para dewa, dan masyarakat saling
hormat-menghormati, ini disusul pada hari ke-4 dimana dipercayai bahwa dewa
dapur turun kembali dari langit dan disambut dengan keramaian barongsai,
bilekhud, dan petasan. Pada hari ke-15 setelah Imlek/Sincia, dilakukan pesta
Goan Siau / Cap Gomeh dengan pesta lampion dan sembahyang 'Sam Kai' yang
ditujukan kepada langit, bumi dan manusia.

Selain itu, sepanjang tahun masyarakat Cina/Tionghoa juga merayakan berbagai
ritual budaya religi, yaitu: 

(1)        Pada awal bulan ke-3 dirayakan 'Ceng Beng' (bersih, murni &
terang) dengan sembahyang ke makam leluhur sambil membawa dupa dan sajian; 

(2)        Pada tanggal 5 bulan ke-5 dilakukan sembahyang 'Toan Yang /
Pehcun' dengan perayaan perahu (legendanya: Kut Goan berusaha menyatukan 5
negara untuk menghadapi musuh, namun rajanya tertipu musuh sehingga kelima
kerajaan dikuasai musuh. Kut Goan sedih karena gagal lalu terjun ke sungai.
Masyarakat mengenangnya dengan menaburi sungai dengan bacang dan kue cang
agar jasadnya tidak dimakan ikan melainkan makan bacang);

(3)        Orang jahat mengalami siksaan diakhirat namun pada bulan ke-7
mendapat cuti sebulan untuk kembali ke bumi. Sembahyang 'Cioko' dengan meja
sajian sembahyang diletakkan dekat pintu rumah bertujuan memberi makan
roh-roh kelaparan itu agar tidak masuk ke pintu rumah dan mengganggu
keluarga;

(4)        Pada tanggal 15 bulan ke-8, pada waktu bulan penuh dirayakan
dengan pesta 'pertengahan musim rontok' dengan menghidangkan klue 'Tiong Ciu
Pia' / 'Kue Bulan';

(5)        Pada tanggal 15 bulan ke-11 dirayakan 'Tibanya Musim Dingin'
dengan hidangan makan hangat 'Onde/Ronde.'

Perayaan Imlek/Sincia juga tidak lepas dari kepercayaan geomancy seperti
'Shio' dan 'Hongsui/Feng Shui,' yaitu adanya pengaruh bintang dan tata-letak
rumah pada tahun itu (tahun 2562 dianggap tahun kelinci dimana sifat-sifat
kelinci mempengaruhi bayi yang dilahirkan ditahun ini). Ada tahun yang
dianggap tahun bahagia (hokkie) dimana baik kelahiran, pernikahan, maupun
transaksi dagang sebainya dilakukan) namun ada kepercayaan bahwa ada
tahun-tahun sial dimana semuanya sebaiknya ditunda dan jangan dilakukan.

Lalu Bagaimana? 

Dari berbagai perayaan & ritual sepanjang tahun itu kita melihat bahwa
perayaan Imlek/Sincia itu sarat penyembahan dan hubungan dengan roh
nenek-moyang dan roh kegelapan yang bersifat animistis, mistis, dan magis,
hal-hal yang tidak memuliakan Tuhan. Namun, itu tidak berarti bahwa kita
tidak boleh merayakan Imlek/Sincia sama sekali selama kita menyadari bahwa
semua hari, tahun itu sama adanya. Merayakan Imlek/Sincia sebagai awal tahun
baru bulan tidaklah salah karena dalam perayaan tahunan itu kita dapat
mensyukuri Tuhan Yesus yang telah menjaga umatnya selama satu kalender lunar
lagi dan pengucapan syukur budaya geografis itu bisa untuk menyatukan dan
bersukacita dengan anggota keluarga lainnya, apalagi dalam kesempatan itu
kita dapat melakukan reuni keluarga dimana anggota keluarga bisa berkumpul
setidaknya setahun sekali. Ini kesempatan yang baik untuk menghormati orang
tua dan saling hormat antar anggota keluarga.

Namun sebaiknya kita juga mendahulukan dan memuliakan Tuhan Yesus Kristus
dan meninggalkan hal-hal yang tidak memuliakan nama-Nya. Hal-hal yang
bersifat budaya religi tidak perlu kita ikuti. Memakai pakaian berwarna
merah tidak ada salahnya selama kita memandangnya sebagai warna ungkapan
keceriaan tapi janganlah kita menganggap bahwa warna itu menunjukkan
kebahagiaan/hokkie seakan-akan memakai warna lainnya tidak hokkie. Pemberian
Angpao dengan bungkus merah bukanlah sekedar tanda cinta kasih kepada sesama
tetapi ritual itu menggambarkan usaha menyuap para dewa agar tidak
mengucapkan kata-kata jahat ketika menghadap langit. Cina kasih kepada
sesama harus ditunjukkan sehari-hari karena orang-orang yang berkekurangan
selama berada disekitar kita sepanjang tahun.

Ada gereja yang mengundang pertunjukkan 'Barongsai' agar masuk ke gedung
gereja atau rumah-rumah di hari Imlek/Sincia, ini adalah perilaku yang
menyesatkan, sebab Barongsai itu biasa disimpan di klenteng/vihara dengan
sajian dupa dan tujuannya untuk mengusir roh-roh kegelapan di dalam ruangan
(peragaan Liong/Naga dimaksud sebagai usaha pengusiran roh-roh kegelapan
dalam skala kota). Memasukkan Barongsai ke dalam gedung gereja menimbulkan
pertanyaan: "Roh/roh siapa/apa mengusir Roh/roh siapa/apa?"

Meja sembahyang bukanlah mesbah yang diperkenan Tuhan karena itu kita harus
menghindarinya, karena upacara penyemhan depan mesbah menunjukkan bahwa kita
masih memperhambakan diri kepada roh nenek-moyang dan roh diudara, demikian
juga sajian hewan jelas mendukakan Yesus yang telah menebus dosa kita di
kayu salib seakan-akan darah Yesus perlu ditambah dengan darah sajian
lainnya.

Dari beberapa kata akhir ini dalam menyambut Imlek/Sincia tahun lunar 2562
ini yang jatuh pada tanggal 3 Februari tahun solar, setidaknya kita bisa
lebih berhati-hati agar iman kita tidak terbelah melainkan menjadi kesaksian
bagi keluarga terutama orang tua mengenai kehidupan keluarga kristen yang
telah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus.

A m i n !

Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org).

Kirim email ke