Trims atas kesediaannya bantu menuliskan sejarah ttg Indonesia dan
saya tetap menunggu kelanjutannya. Betapapun, orang-orang di Belanda
lebih banyak tahu ttg sejarah kita mengingat 'track record' Belanda
yang pernah menetap dan menjajah Indonesia dalam waktu cukup lama
hingga akhirnya, peninggalan Belanda yang suka melakukan devide at
ampera masih sering dilakukan oleh elite-elite kita untuk kepentingan
kelompok mereka.
Jadi kalau hingga sekarang masih ada tentara melakukan penjagaan di
gereja-gereja saat Natal atau perayaan agama Hindu berupa Ogoh Ogoh
dijaga oleh aparat, biarlah itu menjadi urusan kita sendiri.

Siapapun sebagai anak bangsa, pasti berkeinginan agar negaranya
menjadi tempat yang aman bagi siapapun yang jadi penghuninya. Kalau
sekarang ini upaya yang dilakukan aparat dianggap sebagia salah satu
solusi agar semuanya tetap aman, why not gitu.

Biarlah kami mengalami hal-hal seperti yang Anda tuliskan berulang
kali ttg keterlibatan tentara di berbagai kegaiatan keagamaan kita.
Mungkin itu salah satu cara kita untuk melakukan pembelajaran demi
masa datang yang lebih baik. Tokh peran tentara yang  pernah begitu
dominan di era Pak Harto kini sudah makin berkurang ??

Siapapun tahu, Indonesia (terutama warga negara maju dan
mapan)sekarang dalam kapasitas yang seperti apa. Namun siapapun juga
tahu, betapa kita juga senantiasa berupaya untuk menggeliat bahkan
melakukann pemberontakan (walau itu hanya kecil-kecilan) untuk
mencapai dengan apa yang disebut kemajuan

Bahkan kemudian terjadi efuria, terjadi begitu banyak hambatan dan
akhirnya ada pula upaya upaya agar tentara coba jadi dominan lagi,
itulah bagian dari Indonesia amasa kini yang sekali lagi, senantiasa
coba menggeliat dan setidaknya berupaya menjadi negara yang bisa
sejajar dengan negeri Meneer.
- In mediacare@yahoogroups.com, Danny Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> SEJARAH INDONESIA
> (Dari buku "Indonesiƫ" oleh Dirk Vlasblom)
> 
> Penghuni pertama wilayah yang sekarang menjadi Republik Indonesia
adalah ras Melanesia yang berkulit hitam dan berambut kriting. Ras
Melanesia dulu itu menduduki juga wilayah India yang sekarang, sampai
ke wilayah Philipina yang sekarang. Kemudian sekitar 4000 tahun
sebelum masehi, masuklah ras Astronesia yang berkulit kuning, yang
dulu itu menghuni wilayah China dan Taiwan yang sekarang. Akibat
kedatangan ras Astronesia, ras Melanesia di wilayah yang sekarang
menjadi Indonesia, tersingkir ke wilayah Papua yang sekarang. Sebagian
ras Melanesia berasimilasi dengan ras Astronesia menjadi ras baru yang
berkulit sawo matang. Ras campuran Melanesia-Astronesia itu berdagang
rempah-rempah dengan China dan Taiwan, asal ras Astronesia, dan
berdagang rempah-rempah dengan India, asal ras Melanesia. Baik ras
Melanesia di India mau pun ras Astronesia di China jago berdagang,
jadi tak heran bila ras asimilasi Melanesia-Astronesia di Indonesia
juga piawai dalam berdagang.
> 
> Ras Melanesia menganut animisme sedangkan ras Astronesia menganut
Hindu dan Budha. Sekitar abad ke tiga setelah masehi, agama Hindu dan
Budha tumbuh subur di wilayah yang sekarang menjadi Republik
Indonesia. Kerajaan top pertama adalah kerajaan Sriwijaya yang Budha
dan berpusat di Sumatra Selatan. Enam abad lamanya kerajaan Sriwijaya
berjaya di wilayah yang sekarang menjadi Indonesia itu. Di abad ke
sembilan, lahirlah di wilayah yang menjadi pulau Jawa yang sekarang,
kerajaan Mataram yang juga Budha. Dinasti Syailendra dari Mataram
memerintahkan pembangunan Borobudur. Saat Mataram diperintah oleh raja
Airlangga, kerajaan Mataram terlibat pertempuran dengan kerajaan
Sriwijaya, meski pun dua kerajaan itu sama-sama Budha. (Cikal-bakal
budaya gontok-gontokan Indonesia dimulai oleh Sriwijaya dan Mataram? -
DL). Dua kerajaan itu menjadi lemah akibat peperangan dan akhirnya
punah sendiri. Di saat vakum itu masuklah pasukan Mongolia/China di
bawah komando Kublai Khan ke Indonesia, namun bangsa Mongolia/China
itu hanya datang untuk minta upeti dari kerajaan-kerajaan yang (masih)
ada di Indonesia ketika itu. Dari reruntuhan kerajaan Sriwijaya dan
kerajaan Mataram itu lahirlah kerajaan baru yang lebih akbar, yaitu
kerajaan Majapahit yang Hindu. Kerajaan Majapahit diduga merupakan
kerajaan terbesar yang pernah ada di jaman prehistoris Indonesia.
Namun tidak terjadi perang antara pasukan Kublai Khan dengan pasukan
Majapahit, sebaliknya terjadi kerjasama dagang erat yang saling
menguntungkan. Ekspor rempah-rempah Majapahit pun meluas sampai ke Eropa.
> 
> Di bawah raja Hayam Wuruk dan patihnya yang terkenal Gajah Mada,
kerajaan Majapahit yang Hindu itu menguasai Sumatra, Jawa, Bali dan
Kalimantan. Beberapa sejarahwan berkata wilayah Majapahit mencakup
juga Philipina, Maluku dan Papua. Kebesaran kerajaan Majapahit ditulis
oleh Empu Prapanca dalam bukunya Negarakertagama. Kerajaan Majapahit
bukan cuma jago berdagang, juga kebudayaan tumbuh cemerlang. Bendera
kerajaan Majapahit adalah Dwiwarna, yaitu Merah-Putih. Warna bendera
itu pula yang kini menjadi warna bendera Republik Indonesia. Kerajaan
Majapahit yang Hindu kemudian runtuh akibat kedatangan pedagang Islam
dari Gujarat dan Persia. Perkembangan agama Islam di Indonesia terjadi
dari abad ke tiga belas sampai abad ke tujuh belas, di saat agama
Islam telah berusia seribu tahun sejak diperkenalkan pertama kalinya
oleh Mohamad. Daerah Indonesia yang pertama dijejak oleh Islam adalah
Aceh. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Demak di
Jawa, yang menggantikan kemashuran kerajaan Majapahit. Orang-orang
Majapahit yang Hindu pun mengungsi ke Bali. Setelah Demak, satu
persatu kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia menjadi Islam, seperti
kerajaan Banten di Jawa dan kerajaan Makassar di Sulawesi.
> 
> Seperti telah diceritakan di atas, di jaman Majapahit perdagangan
rempah-rempah mampu menembus pasaran Eropa. Perdagangan itu pula yang
membawa orang-orang Eropa datang ke Indonesia untuk mencari
rempah-rempah di lumbungnya langsung. Bangsa Eropa pertama yang
menjejakkan kakinya di wilayah Indonesia adalah bangsa Spanyol dan
Portugis. Lain dengan bangsa Mongolia/China yang hanya menarik upeti
sekaligus berdagang dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia, bangsa
Spanyol/Portugis datang sekaligus untuk menjajah. Wilayah yang pertama
dikuasai oleh bangsa Spanyol/Portigis adalah Malakka, kemudian Maluku.
(Metode devide-et-impera rupanya ditemukan pertama kalinya di Maluku
itu - DL). Ketika itu sultan Ternate dan sultan Tidore saling
berkelahi sendiri, membuat dua sultan itu mudah diadu-domba oleh
bangsa Spanyol/Portugis. Akibat termakan adu domba, akhirnya
kesultanan Ternate dan kesultanan Tidore dua-duanya berhasil dikuasai
oleh Spanyol/Portugis.
> 
> Orang Inggeris dan Belanda belakangan menyusul Spanyol/Portugis ke
Indonesia, ikut-ikutan mengadu untung di sana. Belanda datang ke
Indonesia diwakili oleh VOC di tahun 1602. Pasukan VOC berhasil
melumpuhkan Portugis di Maluku dan VOC pun menduduki Maluku.
Kesultanan Ternate berhasil melepaskan diri dari jajahan
Spanyol/Portugis, kemudian bersama tentara VOC berhantam menaklukkan
Tidore. Namun akhirnya baik Ternate mau pun Tidore dijajah oleh VOC.
(Makanya sesama bangsa sendiri jangan suka gontok-gontokan, yang
untung selalu pihak asing, haiyaaa ....... - DL). Kerajaan Demak yang
Islam di Jawa pun menjadi lemah karena keturunan raja Demak berhantam
sendiri rebutan tahta. Dari puing-puing Kerajaan Demak kemudian muncul
dua kerajaan, satu di Surabaya dan satunya di Yogyakarta. Yang di
Yogyakarta memakai nama kerajaan Mataram, nama yang sama dengan nama
kerajaan Budha/Hindu di jaman baheula yang berperang melawan kerajaan
Sriwijaya. Karenanya para ahli sejarah sering juga memakai nama "Old
Mataram" untuk Mataram yang Budha/Hindu, dan "New Mataram" untuk
Mataram yang Islam.
> 
> VOC sendiri menancapkan kakinya di kota Jayakarta di Banten, yang
kemudian diganti namanya menjadi Batavia oleh Jan Pieterzoon Coen.
Dalam pertempuran perebutan kekuasaan antara VOC dan pasukan Inggeris
di Batavia, VOC berhasil mengungguli pasukan Inggeris. Sementara itu
kerajaan New Mataram makin kuat di bawah Sultan Agung, maka ketika
kerajaan rival di Surabaya berhasil ditaklukkan dan seluruh Jawa jatuh
di bawah kekuasaan kerajaan Mataram, mata Sultan Agung seperti
kelilipan ketika melihat VOC masih enak-enakan bercokol di Batavia.
Namun kekuatan kerajaan Mataram tak mampu menaklukkan VOC. VOC sendiri
sebetulnya tidak mau berperang dengan kerajaan Mataram, maka VOC
mencoba membaiki Sultan Agung dengan mengirim duta besarnya ke
Yogyakarta membawa banyak kado-kado. (Kata orang-orang, VOC membawa
upeti noni-noni cantik langsing berkulit kuning langsat ke kerajaan
Mataram, membuat mata sultan Agung yang tadinya kelilipan menjadi
membelalak tidak kelilipan lagi, ihik ihik - DL). Kerajaan New Mataram
kemudian terseok-seok jalannya akibat ketidak-mampuan Amangkurat I
(putra sultan Agung) yang menggantikan ayahnya, ditambah munculnya
perlawanan dari sesama kerajaan Islam, Madura, yang dipimpin oleh raja
Trunojoyo. Kerajaan New Mataram minta tolong VOC menghantam kerajaan
Madura ('tuh 'kan, gontok-gontokan sendiri hobbynya orang Indonesia
ini - DL). VOC bersedia membantu Mataram namun minta konsesi yang
mencekik kerajaan Mataram. Sementara itu peran pendatang China di Jawa
pun makin besar, bekerja sama dengan VOC. VOC yang tadinya membantu
kerajaan New Mataram kemudian pelan-pelan menggerogoti New Mataram.
Upaya VOC sukses, di tahun 1757 kerajaan New Mataram pun dipecah dua
menjadi kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta, plus
Mangkunegaran. VOC sendiri belakangan terseok-seok akibat digerecoki
terus-terusan oleh Inggeris, dan di Eropa sendiri Belanda diserbu oleh
Perancis, ditambah korupsi di tubuh VOC membuat VOC failit di tahun
1796. Semua asset VOC menjadi milik kerajaan Belanda.
> 
> DL - sampai di sini kepala ogut keleyengan nih menerjemahkan buku
"Indonesiƫ" ini. Kapan-kapan sambungannya akan ogut kerjakan bila
masih ada moed ya. Namun sampai di sini saja kita sudah dapat menarik
pelajaran, bahwa bangsa yang gemar perang/gontok-gontokan sendiri
bakalan menjadi santapan empuk luar negeri. Anehnya, bangsa Indonesia
sampai tahun 2007 ini pun masih tetap saja hobby gontok-gontokan
sendiri, kalau ngga soal agama, ya soal suku bangsa atau soal parpol
atau soal lainnya. Lha perayaan agama Hindu Ogoh-Ogoh di Bali mesti
dikawal 7400 polisi, dan Kebaktian Natal di Jakarta setiap tahun harus
dikawal belasan ribu polisi plus barisan pemuda plus metal detector,
apa ngga gawat 'tuh? ......... :-(.
>


Kirim email ke