Abu Abdillah <abine.abdul...@gmail.com> 






 
Sebaik-Baik Harta Adalah di Tangan Orang yang Sholih

Hadits semacam ini dibawakan oleh Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrod pada 
Bab “Sebaik-baik harta adalah di tangan orang yang sholih”. 
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ 
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَلِىٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ 
الْعَاصِ يَقُولُ بَعَثَ إِلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- 
فَقَالَ « خُذْ عَلَيْكَ ثِيَابَكَ وَسِلاَحَكَ ثُمَّ ائْتِنِى ». 
فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَصَعَّدَ فِىَّ النَّظَرَ ثُمَّ طَأْطَأَهُ 
فَقَالَ « إِنِّى أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ 
اللَّهُ وَيُغْنِمَكَ وَأَرْغَبُ لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً ». 
قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَسْلَمْتُ مِنْ أَجْلِ الْمَالِ 
وَلَكِنِّى أَسْلَمْتُ رَغْبَةً فِى الإِسْلاَمِ وَأَنْ أَكُونَ مَعَ رَسُولِ 
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَقَالَ « يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ 
الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ »
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman Telah menceritakan kepada kami 
Musa bin Ali dari Bapaknya ia berkata, saya mendengar Amru bin Ash 
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang 
kepadaku agar mengatakan, "Bawalah pakaian dan senjatamu, kemudian 
temuilah aku." Maka aku pun datang menemui beliau, sementara beliau sedang 
berwudlu. Beliau kemudian memandangiku dengan serius dan 
mengangguk-anggukkan (kepalanya). Beliau lalu bersabda: "Aku ingin 
mengutusmu berperang bersama sepasukan prajurit. Semoga Allah 
menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan dan aku berharap engkau mendapat 
harta yang baik." Saya berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk 
Islam lantaran ingin mendapatkan harta, akan tetapi saya memeluk Islam 
karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap bisa bersama Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wasallam." Maka beliau bersabda: "Wahai Amru, 
sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih." (HR. 
Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini 
shahih sesuai syarat Muslim)
Beberapa faedah dari hadits di atas:
Pertama: Yang dimaksud orang yang sholih adalah orang yang memperhatikan 
dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama. (Lihat Syarh Shahih 
Adabil Mufrod, 1/390)
Kedua: Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia 
dan akhirat (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390).  Ini tentu saja 
yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang sholih yang mengerti kedua 
maslahat ini. Maka tepatlah maksud di atas bahwa sebaik-baik harta adalah 
harta yang dikelola orang yang sholih.
Oleh karena itu, bagi kita yang punya kewajiban zakat atau gemar berinfak 
pandai-pandailah untuk memilih tempat yang baik untuk menyalurkan harta 
tersebut. Sungguh tidak tepat jika harta tersebut disalurkan pada 
peminta-minta di jalan yang kesehariannya meninggalkan shalat. Yang ini 
tentu saja jauh dari kesholihan.
Ketiga: Harta yang tidak digunakan di jalan kebaikan dan melupakan 
kewajiban, harta seperti ini bisa jadi hilang barokah dan kebaikan di 
dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ 
، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan 
tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan 
barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika 
tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR. 
Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029, 88)
Oleh karena itu, harta tersebut sudah sepantasnya disalurkan pada hal-hal 
yang wajib, mulai dari menafkahi keluarga serta menunaikan zakat jika 
telah mencapai nishob dan haul. Setelah itu barulah disalurkan pada 
hal-hal lain yang bermanfaat.
Keempat: Hadits ini merupakan pertanda bolehnya seseorang mengumpulkan 
harta yang halal yang nantinya akan ia gunakan untuk menunaikan 
kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya. Ibnu Hibban membawakan 
hadits ini dalam kitab Shahihnya pada Bab “Mengumpulkan harta yang halal.”
Kelima: Tidak apa-apa seseorang itu kaya, asalkan bertakwa dan memiliki 
sifat qona’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ 
مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang 
yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari 
kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani 
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Al Baihaqi dalam kitab Adabnya membawakan hadits yang kita bahas ini dalam 
Bab “Tidak mengapa seseorang itu kaya, asalkan ia bertakwa kepada Allah 
‘azza wa jalla dan ia menyalurkan hak tadi serta menempatkannya pada 
tempat yang benar.”
Oleh karena itu kaya harta tidaklah tercela. Namun yang tercela adalah 
tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. 
Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah 
bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا 
آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki 
yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan 
kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Demikian sajian singkat kita pada siang hari ini. Semoga bermanfaat.
 
Disusun di Panggang-GK, 25 Rajab 1431 H (08/07/2010)
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com


Kirim email ke