Adab Salam dan Shalawat
23Share
Penulis: Ummu Sufyan bintu Muhammad
Muraja’ah: ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Salah satu bentuk ibadah yang terlalaikan, namun dianggap sebagai hal 
biasa di kalangan kaum muslimin sekarang ini adalah menulis salam dan 
shalawat dengan disingkat. Padahal telah diketahui bahwa dalam kaidah 
penggunaan bahasa Arab, kesempurnaan tulisan dan pembacaan lafadz akan 
mempengaruhi arti dan makna dari sebuah kata dan kalimat.
Lalu, bagaimana jika salam dan shalawat disingkat dalam penulisannya?
Apakah akan merubah arti dan makna kalimat tersebut?
Adab Menulis Salam
Kata salaam memuat makna keterbebasan dari setiap malapetaka dan 
perlindungan dari segala bentuk aib dan kekurangan. Salaam juga berarti 
aman dari segala kejahatan dan terlindung dari peperangan. Oleh karena 
itu, Islam memerintahkan supaya menampakkan salam dan menyebarluaskannya 
(Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah 
Riyadhush Shalihin, Bab Keutamaan Salam dan Perintah Untuk 
Menyebarluaskannya).
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya, “Dan apabila 
kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu 
dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya 
Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (Qs. An-Nisaa’: 86)
Yang dimaksud dengan penghormatan pada ayat diatas adalah ucapan salam, 
yaitu:
1.      Assalaamu ‘alaykum
2.      Atau assalaamu ‘alaykum warahmatullaah
3.      Atau assalamu ‘alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Dalam ayat diatas juga terdapat perintah untuk membalas salam dengan yang 
lebih baik atau serupa dengan itu. Misalkan ada yang memberi salam dengan 
ucapan assalaamu ‘alaykum maka balaslah dengan yang serupa, yaitu 
wa’alaykumussalaam. Atau yang lebih baik dari itu, yaitu, 
wa’alaykumussalaam warahmatullaah, dan seterusnya.
Dari ayat yang mulia di atas dapat diketahui bahwa hukum menjawab atau 
membalas salam dengan lafadz yang serupa atau sama dengan apa yang 
diucapkan adalah fardhu atau wajib. Sedangkan membalas salam dengan lafadz 
yang lebih baik dari itu hukumnya adalah sunah. Dan berdosalah orang yang 
tidak menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau yang 
lebih baik dari itu. Karena dengan sendirinya dia telah menyalahi perintah 
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan untuk membalas salam 
orang yang memberi salam kepada kita (al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat 
dalam kitab Al-Masaail, Masalah Kewajiban Membalas Salam).
Dari penjelasan di atas, lafadz “aslkm” bahkan “ass” dan singkatan yang 
sejenisnya bukan termasuk dalam kategori salam. Dan bagaimana 
lafadz-lafadz tersebut dapat disebut salam, sementara dalam lafadz 
tersebut tidak mengandung makna salam yaitu penghormatan dan do’a bagi 
penerima salam. Bahkan lafadz “ass”, dalam perbendaharaan kosa kata asing 
memiliki pengertian yang tidak sepantasnya, bahkan mengandung unsur 
penghinaan (wal ‘iyyadzubillah).
Adab Menulis Shalawat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, yang 
artinya,“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk 
Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan 
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nya shallallahu 
‘alaihi wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah 
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam di sisi-Nya dan membersihkan beliau dari tindakan atau pikiran 
jahat orang-orang yang berinteraksi dengan beliau.
Yang dimaksud shalawat Allah adalah puji-pujian-Nya kepada Rasul 
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud shalawat para malaikat 
adalah do’a dan istighfar. Sedangkan yang dimaksud shalawat dari ummat 
beliau adalah do’a dan mengagungkan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa 
sallam (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin 
Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam).
Disunnahkan –sebagian ulama mewajibkannya– mengucapkan shalawat dan salam 
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap kali menyebut atau 
disebut nama beliau, yaitu dengan ucapan: “shallallahu ‘alaihi wa sallam” 
(al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam 
Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Dalam sebuah riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, 
“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang (apabila) namaku 
disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku shallallahu 
‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, 
dengan sanad shahih)
Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para 
penulis agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 
secara utuh, tidak disingkat (seperti SAW, penyingkatan dalam bahasa 
Indonesia – pent) setiap kali menulis nama beliau.
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga mengatakan dalam kitab Sifat 
Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa 
disukai apabila seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 
maka bershalawatlah dengan lisan dan tulisan.
Ketahuilah saudariku, shalawat ummat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam adalah bentuk dari sebuah do’a. Demikian pula dengan makna salam 
kita kepada sesama muslim. Dan do’a merupakan bagian dari ibadah. Dan 
tidaklah ibadah itu akan mendatangkan sesuatu selain pahala dari Allah 
Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita akan berlaku kikir dalam beribadah dengan 
menyingkat salam dan shalawat, terutama kepada kekasih Allah yang telah 
mengajarkan kita berbagai ilmu tentang dien ini?
Saudariku, apakah kita ingin menjadi hamba-hamba-Nya yang lalai dari 
kesempurnaan dalam beribadah?
Wallahu Ta’ala a’lam bish showwab.
Maraji’:
1.      Al-Qur’an dan terjemahan.
2.      Al-Masaail Jilid 7, karya al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, 
cetakan Darus Sunnah.
3.      Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin (Terjemah) Jilid 3 
dan 4, takhrij oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cetakan Pustaka Imam 
asy-Syafi’i.
4.      Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
, karya al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Maktabah Mu’awiyah 
bin Abi Sufyan.
5.      Syarh al-’Aqidah al-Wasithiyah Li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 
(Terjemah) karya Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthaniy, Edisi 
Indonesia Syarh al-’Aqidah al-Wasithiyah, penerjemah Hawin Murtadho, 
cetakan Pustaka at-Tibyan.
***
Artikel muslimah.or.id
Untuk Keamanan berselancar di dunia maya, Pergunakanlah Yufid.com, islamic 
search engine...www.yufid.com


Kirim email ke