Betul pak!
Ini masalah NPWP buat pembeli USD sebenarnya sudah lama mau
diberlakukan, cuma sekarang bener2 saatnya tidak tepat.
Sama seperti banyak hal yg lainnya. Seperti orang yang bingung ngak tahu
musti ngapain buat meredam pembelian USD.
 
Kelihatan hari pertama diberlakukan, langsung nyungsep itu RP. Dan dari
yang sy denger banyak pengusaha yg sama sekali ngak comfortable dgn
aturan baru tsb, bukan karena NPWPnya, karena mereka semua punya, tapi
masalah kontrolnya.
What next kata mereka!
 
Dan ttg pencantuman NPWP itu sebenarnya lebih untuk kontrol pajak.
Seperti kata Dirjen Pajak bilang, "Bisa beli USD 10.000 duit dari mana".
Coba deh, bagi yg sekarang usianya sekitar 65thn keatas dan sudah
retired, rata2 punya aset cukup "lumayan".
Sepanjang hidupnya sudah dipalakin berkali2 sama berbagai pihak,
sekarang udah tua begitu masih disuruh ambil NPWP lagi?
Masih ditanya lagi sama Dirjen Pajak, "punya duit dari mana". Memangnya
orang2 tsb yg berpuluh2 tahun bekerja ngak punya simpanan???
 
Biasalah di Indonesia, kalau bisa dibikin susah kenapa musti
digampangin.
Orang punya NPWP saja masih dipersulit dalam pembuatan laporan! Apalagi
kalo ada yg musti dikembaliin, mendingan kita kasih aja biarin hitung2
buang sial, daripada diminta balik, pasti diobok2 dan pasti ada aja yang
salah, sampe akhirnya musti bayar tambah.
Orang yg mau bayar pajak saja dipersulit. Ngakunya di suratkabar sih,
sudah dipermudah bla bla bla, memang ada benarnya, tapi tetep saja sama
buntutnya. Indonesia gitu lho!
Selama, sekali lagi selama, yg dikorupsi masih jauh diatas daripada yg
dibuat untuk membangun negara ini, selama itu juga orang ngak mau bayar
pajak!
Buat apa? Orang susah payah kerja buat buang duit ke binatang. Kok enak
yah!
 
 

-----Original Message-----
From: obrolan-bandar@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of jsx_consultant
Sent: Sunday, November 16, 2008 12:49 PM
To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Subject: [obrolan-bandar] Re: Hari Begini Mainan Capital Control - Ajaib
Tapi Nyata



Yang embah lagi bicarakan ialah: Efek pemberlakuan beli Valas
pake NPWP terhadap gejolak kurs kemarin.

Policy moneter yg REAKTIF pada keadaan tidak normal akan
mengakibatkan TAMBAHAN gejolak yg tidak perlu apalagi saat ini 
kesadaran bayar pajak masih rendah. 

Coba anda bayangkan kalo:
- Ibu ibu kepasar beli sayur harus pake NPWP, yg engga punya
NPWP engga boleh beli sayur.

Apa akibatnya ?

Pilihan jawaban:
1. Ibu ibu antri minta NPWP ke kantor pajak atau 
2. Harga sayur akan naik RATUSAN PERSEN jika polisi mengenforce
peraturan ini dengan mengawasi tukang sayur jualan.

Note:
- Kebijaksanaan beli valas pake NPWP wajar2 aja, tapi jangan
diberlakukan secara REAKTIF.

--- In obrolan-bandar@ <mailto:obrolan-bandar%40yahoogroups.com>
yahoogroups.com, "Tommy Jayamudita" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Embah, kalau membeli valuta asing harus memilik syarat (seperti 
mencantumkan NPWP) seperti bukan hal baru di berbagai negara maju 
atau negara berkembang. Saya pikir ini bukan capital control. Memang 
transaksi valuta asing di Indonesia terlalu bebas selama ini, dan 
(katanya) menjadi negara yang paling bebas di dunia. 
> 
> Inggris, Perancis juga pernah menerapkan hal serupa, bahkan China 
sangat ketat dalam perdagangan valuta asing. Dengan cara ini 
pemerintah melindungan ekonomi negaranya, dan terbukti negara mereka 
tetap maju berkembang. Saya merasa aneh, kok justru rakyat Indonesia 
sendiri yang menggerutu ketika perdagangan valuta asing diatur (untuk 
menangkis spekulasi valas), apa mereka tidak berpikir kalau negaranya 
babak belur mereka juga akan hidup susah (seperti 1998). Siapapun 
yang duduk di pemeritahan, seharusnya kita dukung dalam kondisi 
seperti saat ini, bukan selalu mengeritik, mengungkit bahkan 
menyerang tanpa solusi yang baik secara keseluruhan (bukan sepotong-
potong dalam bagian kepentingan makro).
> 
> Situasi seperti saat ini seharusnya semua lapisan masyarakat bisa 
bersatu (contohnya rakyat Jepang, walaupun tabungan di bank bunganya 
0%, bahkan masih nombok biaya administrasi di tahun 80-an akhir 
karena tidak ada pertumbuhan ekonomi, mereka tetap menabung di bank), 
pinjam istilah Pak DE, RAPATKAN BARISAN!
> 
> Salam,
> TJ
> 
> 
> ----- Original Message ----- 
> From: jsx_consultant 
> To: obrolan-bandar@ <mailto:obrolan-bandar%40yahoogroups.com>
yahoogroups.com 
> Sent: Saturday, November 15, 2008 11:44 PM
> Subject: [obrolan-bandar] Re: Hari Begini Mainan Capital Control -
Ajaib Tapi Nyata
> 
> 
> Pak Sirait,
> 
> Di Indonesia banyak orang kaya yg dulunya mungkin sekolahnya
> cuman lulusan SD. Meskipun cuman lulusan SD tapi duitnya 
> ribuan kali duitnya yg S3. Orang model begini paling bandel
> kalo bayar pajak karena mereka dulunya orang susah jadi
> sekarang pelit. Mungkin banyak dari mereka kalo bayar
> pajak cuman sedikit, jadi kalo dibandingin jumlah
> dollar yg mereka beli engga masuk akal. Jadi mereka engga
> mungkin beli dollar pake NPWP karena akan langsung
> keliatan ama pajak.
> 
> Banyaknya rumor negatif menjelang pemilu, berita negatif
> tentang krisis yg berkepanjangan membuat mereka yg sudah
> mengalami kerusuhan 98 mencari jalan aman beli dollar.
> 
> Semakin pemerintah melarang orang beli dollar, semakin
> curiga mereka, tentu ada apa apanya. Semakin mereka pengen
> beli dollar.
> 
> Larangan membeli dollar tanpa NPWP, tentunya membuat mereka 
> membeli dollar diluar negri. Ini akan membuat Rupiah dibanting
> di luar negri yg volumenya lebih tipis dari pada di JKT.
> sehingga rupiah turun drastis dalam sesaat.
> 
> MUNGKIN ini penyebab kejatuhan rupiah yg drastis setelah
> pengumuman larangan beli dollar harus pake NPWP.
> 
> Note:
> Dulu rasanya ada larangan membawa rupiah keluar negri supaya
> rupiah engga bisa dikerjain diluar negri ?
> 
> --- In obrolan-bandar@ <mailto:obrolan-bandar%40yahoogroups.com>
yahoogroups.com, "yokorusi" <yokorusi@> 
> wrote:
> >
> > http://unpublishedd <http://unpublisheddream.blogspot.com/>
ream.blogspot.com/
> > 
> > Seorang teman baik di Singapore mengirimkan sebuah email berisi 
> pujian
> > terhadap posisi aliran dana asing di Indonesia yang masih 
bertahan 
> di
> > daerah positif dalam hitungan total 25 minggu terakhir. 
Setidaknya
> > saya berbangga dengan fakta tersebut yang (turut) membuktikan 
> pendapat
> > tendesius nan keliru dari JP Morgan terhadap surat hutang di
> > Indonesia. Tetapi biarkanlah pendapat tersebut terus hadir dan
> > bersemayam dalam berbagai situs internet sehingga semakin 
banyak 
> yang
> > mengetahui kualitas dan posisi pandang analis JP Morgan terhadap
> > Indonesia.
> > 
> > Terdorong dari pujian tersebut, saya coba melakukan riset 
kembali
> > mengenai posisi aliran dana asing di Indonesia. Dari data yang 
saya
> > dapatkan dana yang telah keluar dari Asia-6 (Indonesia, India,
> > Thailand, Taiwan, Korea dan Philippines) sejak awal tahun telah
> > mencapai USD 64 billion. Sedangkan Japan untuk periode yang 
sama 
> telah
> > kehilangan sebanyak USD 18.8 billion. Dari ketujuh negara 
tersebut,
> > Indonesia adalah satu-satunya yang masih memiliki aliran bersih 
dana
> > asing dalam posisi positif sebesar USD 1 billion. Terburuk 
dialami
> > oleh Taiwan dan Korea.
> > 
> > Tetapi fakta di atas bukan berarti posisi Indonesia secara 
overall
> > dapat dikatakan aman dalam setahun ke depan. Bila ditilik lebih 
> dalam
> > maka sebenarnya posisi Indonesia sedang dalam posisi riskan 
terhadap
> > terjadinya krisis ekonomi. Mengapa demikian? Ada beberapa 
faktor 
> yang
> > memberikan indikasi tersebut.
> > 
> > Pertama, mengenai pertumbuhan real GDP di 2009. Dari sebuah 
riset
> > dikatakan bahwa pertumbuhan real GDP hanya akan mencapai 3.5% 
di 
> 2009
> > atau terendah sejak 1999. Ini menunjukkan bahwa aktifitas 
ekonomi 
> akan
> > segera merosot dalam beberapa bulan ke depan. Bila pertumbuhan 
> rendah
> > maka daya tarik investasipun akan memudar sehingga akan terjadi
> > penghentian ataupun penundaan investasi asing. Hal yang sama 
> terlihat
> > dari posisi net foreign trade yang telah semakin menurun 
dibanding
> > posisi awal tahun 2008 sebagai akibat dari krisis global.
> > 
> > Kedua, tingkat suku bunga 9.5% yang terus dipertahankan oleh 
Bank
> > Indonesia merupakan keputusan yang tidak tepat. Dengan jatuhnya
> > Consumer Price Inflation di Oktober maka semakin terlihat bahwa
> > keputusan ini hanyalah untuk mempertahankan posisi Rupiah. 
Ironisnya
> > nilai tukar IDR justru semakin merosot dari hari ke hari. 
Depresiasi
> > sebesar 14% hanya dalam bulan Oktober 2008. Di sisi lain, suku 
bunga
> > tinggi telah membuat pasar kredit semakin lesu dan membuat 
putaran
> > ekonomi semakin melambat. Lalu apa manfaatnya? Apa yang terjadi 
bila
> > nilai tukar semakin lesu? Intervensi saja tidak cukup. Sudah
> > seharusnya titik tolak dari tingkat suku bunga adalah 
memperbaiki
> > dinamika perekonomian domestik sehingga akan memberikan impact
> > terhadap daya tahan perekonomian di sektor riil. Untuk itu 
> diperlukan
> > suku bunga yang cukup rendah.
> > 
> > Ketiga, keputusan Bank Indonesia untuk menerapkan kontrol 
terhadap
> > pembelian mata uang asing adalah kurang tepat. Ini justru 
membuat
> > pasar bergejolak dan membuat tekanan lebih besar terhadap posisi
> > Rupiah. Lagipula Indonesia tidak memiliki pengalaman didalam 
capital
> > control sehingga gejolak yang terjadi dapat melebihi antisipasi 
yang
> > telah diperhitungkan. Dengan posisi one-month NDF pada 12,650 
> beberapa
> > hari yang lalu, sudah seharusnya BI segera meninjau ulang 
keputusan
> > tersebut. Tidak ada variable lain yang berubah secara 
signifikan 
> dalam
> > seminggu terakhir kecuali keputusan tersebut dan response pasar 
> adalah
> > sangat negatif.
> > 
> > Dari ketiga hal diatas, dua terakhir terkait dengan BI sebagai 
bank
> > sentral Indonesia. Apa yang saya lihat adalah kesan bahwa 
beberapa
> > kebijakan BI di dalam penetapan suku bunga dan stabilisasi 
Rupiah
> > tidak matang dan seadanya. Saya khawatir bila BI tidak mampu 
koreksi
> > diri untuk mengambil kebijakan yang memihak ekonomi riil maka 
> kondisi
> > mata uang kita akan sampai pada kondisi yang mengenaskan. 
Capital
> > control seharusnya diimplementasikan secara berangsur pada 
kondisi
> > ekonomi stabil dan sehat. Sebaliknya pada kondisi ekonomi yang 
tidak
> > sehat maka keputusan capital control harus diimplementasikan 
secara
> > menyeluruh pada saat yang bersamaan.
> > 
> > Kondisi nilai tukar Rupiah saat ini bukan studi kasus di ruang 
> kuliah
> > tapi fakta di lapangan yang menyangkut nasib orang banyak. 
Lihat 
> fakta
> > jangan berangan angan.
> > 
> > Socrates Rudy Sirait, PhD
> > http://unpublishedd <http://unpublisheddream.blogspot.com/>
ream.blogspot.com/
> >
>



 

Kirim email ke