http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=61864

 

[ Selasa, 07 April 2009 ] 
Belajar dan Berbisnis di Laboratorium Pasar Modal UK Petra 
Teriakan Gembira Tanda Ada Yang Untung Besar 
 
Mahasiswa Universitas Kristen (UK) Petra punya peluang jadi jutawan
hasil bisnis di kampus. Yakni, jadi investor bursa saham di Laboratorium
Pasar Modal Universitas. Untungnya lumayan, ada yang bisa beli BMW
bekas. Lab tersebut juga dibuka untuk umum.

IGNA ARDIANI A. 

---

PAGI itu pukul 09.10. Wiratma Gunawan tiba di Pusat Komputer UK Petra.
Pria 23 tahun berambut kemerahan tersebut setengah berlari menyusuri
lorong, menuju ruang paling ujung. ''Cepat, Wir. Sebentar lagi buka,''
ujar salah seorang ketika Wiratma masuk ruangan.

Di situ, beberapa temannya sudah berkumpul. Mahasiswa jurusan manajemen
keuangan tersebut buru-buru menempati salah satu meja dan menyalakan
komputer. Di layar monitor, muncul deretan tabel berisi kode serta
angka-angka yang terus bergerak. Itulah Lab Pasar Modal UK Petra.

Wira dan rekan-rekannya merupakan sedikit mahasiswa UK Petra yang
menjajal investasi di laboratorium tersebut. Lab yang didirikan pada
2000 itu bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan tersambung
secara online dengan kantor BEI di Jakarta. Pukul 09.30 ketika bursa
saham Indonesia mulai dibuka, lab itu pun makin hidup.

Lokasi lab tersebut berada di Pusat Komputer di lantai empat, selantai
dengan lab akuntansi dan lab komputer. ''Lab Pasar Modal ini didirikan
untuk sarana simulasi, pelatihan, dan informasi mengenai pasar modal
pada mahasiswa fakultas ekonomi,'' kata Sautma Ronni B SE ME RFC, kepala
Lab Pasar Modal UK Petra. Tapi, ''Belakangan, sekitar 2005, lab tersebut
digunakan transaksi sungguhan di bursa saham,'' lanjutnya.

Sasarannya pun tak terbatas pada mahasiswa Petra, tapi juga masyarakat
umum. Untuk investor pemula, sebelum terjun, ada pembekalan melalui
workshop bertitel Investment Club. ''Workshop diberikan tiap semester.
Lamanya satu hingga dua bulan,'' jelas Sautma. Setelah workshop, mereka
melakukan simulasi dulu, baru praktik.

Dari workshop itulah tak sedikit mahasiswa yang tergoda, sehingga serius
bermain saham. Di antaranya, ya Wira dan teman-temannya itu, Anton
Halim, Ronny Hendoko, Fandi Yulianto, serta Nathan. 

Mereka mulai menjajal keberuntungan di bursa saham pada akhir 2007.
Waktu itu, kondisi bursa sedang berkilau. Poin Index Harga Saham
Gabungan (IHSG) hampir selalu merangkak naik. 

Untuk bermain di lantai bursa, mereka harus menanam modal. Waktu itu
minimal Rp 15 juta. Setelah modal disetor dan memperoleh akun (account)
di BEI, baru boleh bermain. Tapi, karena keterbatasan dana, Wira, Ronny,
dan Anton tidak bermain langsung. Hanya Fandi yang membuka akun sendiri.

Ketiganya nebeng pada temannya yang punya akun di bursa. Lantaran tak
cukup banyak uang, ketiganya menyetor modal seadanya. ''Modal saya Rp
800 ribu waktu itu,'' ungkap Wira. 

Modal tipis membuat transaksi terbatas. Eksekusi saham pun tidak bisa
dilakukan langsung. ''Misalnya, saya mau beli saham PT X, saya bilang
kepada teman saya itu untuk menelepon ke broker di bursa,''
jelasnya. 

Beberapa bulan kemudian, mereka sudah punya cukup uang untuk buka akun
sendiri. Jika jeli, investor memang bisa cepat memetik uang di bursa.
''Uang jutaan rupiah bisa di tangan dalam hitungan menit,'' ujar Fandi.
Caranya? ''Kami bermain trading,'' katanya.

Trading adalah istilah untuk transaksi saham harian. Jual saham bila
harga tinggi dan beli bila harga turun. Jumlah transaksinya memang tidak
besar. Tapi, bila dilakukan dengan konsisten, untungnya lumayan.

Syaratnya, pemain harus jeli dan telaten melihat pergerakan harga dan
volume perdagangan saham. Termasuk, melihat momentum yang tepat untuk
jual atau beli. 

Keuntungan tersebut dengan cepat menggembungkan pundi-pundi para
mahasiswa itu. Modal awal yang ditanam bisa berlipat puluhan bahkan
ratusan kali. ''Seorang teman bisa beli BMW second dari untung main
saham,'' ucapnya.

Dia dan teman-temannya lebih suka menggunakan keuntungan untuk menambah
modal. Sebab, makin besar modal, makin besar laba yang bisa diraih.

Akhir 2007 sampai awal 2008 merupakan puncak keramaian Lab Pasar Modal.
Jumlah mahasiswa yang bermain saham meningkat. Ruang lab tak pernah sepi
mahasiswa, mulai pagi hingga malam. Tak jarang terdengar teriakan
kegembiraan dari ruang tersebut karena ada mahasiswa yang mendapat
untung besar. ''Paling heboh pokoknya. Untung, letak Lab Pasar Modal
paling ujung, sehingga tidak mengganggu yang lain,'' tegas Anton. 

Namun, setiap investasi selalu berisiko. Tak selalu untung, bahkan rugi.
Bila salah perhitungan dalam trading, atau terjebak dalam saham
gorengan, modal bisa merosot drastis. ''Modal saya pernah susut sampai
tinggal 15 persen,'' ungkap Anton tanpa mau menyebut nominal. 

Meski begitu, mereka tidak kapok. Bermain saham seolah sudah menjadi
candu. Mereka mengunjungi lab setiap hari. Bahkan, kadang mencuri-curi
waktu kuliah untuk mengintip pergerakan bursa. Banyak taktik untuk bisa
keluar saat jam kuliah. 

Misalnya, berdalih ke toilet. Padahal, diam-diam meluncur ke Lab Pasar
Modal. Ada juga yang sengaja tidak masuk kuliah dan seharian ngendon di
lab. ''Sebenarnya dosen tahu banget ke mana kami pergi. Mereka maklum
saja,'' imbuh Fandi. 

Toh, dengan aktif di bursa saham, berarti mereka mengaplikasikan
langsung ilmu yang didapat di bangku kuliah. Kadang, penerapan secara
langsung tersebut membuat teori-teori yang diberikan dosen lebih mudah
diserap. ''Saya mendapat objek skripsi setelah berkutat di bursa,'' kata
Nathan. 

Keuntungan lain aktif di lantai saham adalah bisa memperkuat jejaring.
Wira dkk tergabung dalam sebuah milis JK forum. Yakni, milis yang
mempertemukan sesama pemain saham. Milis tersebut menjadi sarana tukar
informasi antarpemain. 

Dampaknya positif. Selain tambah ilmu, tak sedikit mahasiswa itu yang
ditawari bergabung di perusahaan sekuritas karena dianggap
berpengalaman. Ada juga yang ditawari menjadi broker, tim analis di
sekuritas lokal, bahkan manajer investasi.

Hanya, candu itu juga punya efek samping. Dinamika bursa kadang membuat
mereka lengah kuliah. Tak sedikit para mahasiswa tersebut yang molor
kuliahnya.

Ketika krisis global meledak pada September 2008, mereka ikut kena
imbasnya. Saham-saham rontok. Pasar bursa sepi. Para mahasiswa pun mulai
mrotol satu per satu. Tapi, Wira dkk tetap bertahan, tetap bermain
trading. Hanya, sekarang tidak seheboh dulu. ''Kami yakin kok, pada 2010
nanti bursa akan membaik,'' tegas Wira. Semoga. (cfu)



Kirim email ke