Dari isi tulisannya......bisa bisa dibaca dech.....isi hati Om kobir saat ini seperti apa..... trim Om atas wejangannya........tapi saya juga pengen kerja di Kampung Halaman Om.....entar kalau Om jadi Kabag kepegawaian ingat juga kota Cirebon.........he..he....
moch kobir <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Dear All, Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, begitu banyak rahmat dan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada hamba yang "tidak berarti apa-apa" ini. Sholawat serta salam semoga tercurah ke junjungan kita Rosululloh SAW, para sahabat, tabiit tabiin, dan para pengikutnya. Mungkin, hal yang paling "aneh" dalam hidup ini adalah "takdir". Saya tidak sanggup memahami, mengapa saya jadi pegawai negeri, mengapa saya sekarang di Australia, mengapa saya dulu akhirnya masuk prodip Anggaran meskipun juga diterima di Kedokteran Unair, mengapa saya mendapatkan anak laki-laki dan perempuan, mengapa saya berjodoh dengan "bukan perempuan biasa", dst. Tentu saja, saya pun memiliki berderet kelemahan yang bisa menghabiskan lebih dari satu rim kertas untuk memaparkannya. Rasanya betul-betul adil "balance sheet" penciptaan saya. Jika banyak diberi kelebihan, biasanya, juga banyak diberi kekurangan dalam komposisi yang berbeda. Kebetulan, saya masuk dalam "takdir" tersebut. Jadi, apapun yang diberikan oleh Allah pada saya, adalah semata-mata "min Fadhli robbi", dari keutamaan Sang Pencipta. Semoga saya termasuk golongan hamba yang bersyukur. Saya tekankan bahwa, setiap manusia ditakdirkan sesuai dengan kehendak-Nya. Postingan minggu ini, banyak diwarnai protes tentang pegawai II/b jadi korpel, sementara masih seabreg III/a di seantero nusantara. Heboh tentang keberuntungan seseorang yang mendapatkan beasiswa S2. Makin seru dengan "assorted people" yang diperlakukan secara berbeda dalam mutasi. Saya tergelitik, tidak menyalahkan dan membenarkan siapa-siapa. Dari posisi yang berada di luar "frame" permasalahan, saya ingin melihat dari sisi pandang saya. Korpel yang baru II/b itu, tidak perlu dipermasalahkan karena tidak menyalahi aturan, bahkan bisa jadi jurisprudensi. Tidak seharusnya, kita menjadikan dia pelaksana lagi karena dia tidak salah apa-apa dan pasti dia telah berusaha yang terbaik untuk menjadi seperti itu. Menjadikan para pegawai golongan III/a menjadi korpel juga belum signifikan. Saya malah berpikir, bagaimana yang II/b tetap jadi korpel, dan yang III/a bisa menjadi Kepala Seksi. Itu baru lebih nendang..(mau nggak?). Lagipula, siapa yang paling cepat larinya, dia pula yang paling mudah terjatuh. Sprinter yang berada di garis start paling awal, tak selalunya mampu menyentuh garis finish di urutan pertama. Daripada berkonsentrasi mempermasalahkan orang yang telah mendapatkan "reward" beasiswa S2, mengapa kita tidak mempersiapkan diri menembus beasiswa S2/S3 DJPB tahun yang akan datang, jika usulan saya "Tanding Ulang" kemarin diterima. Jika usulan saya tidak diterima, mengapa tidak mendoakan saya saja jadi Kabag Pengembangan Kepegawaian (he he.. Amiin). Kasihan Pak Saiful Islam dong...Ya enggaklah, kita doakan beliau jadi Sekditjen DJPB...(Asyik, khan?). Terus gimana Pak Sis, ya kita doakan saja jadi Eselon I atau Menkeu. Jika tidak, beliau juga pasti akan pensiun dan tidak mungkin hidup terus. Gitu aja kok refot... Iya, tak? Daripada "mengusel-ngusel" orang handal yang selalu dibutuhkan dan tidak dimutasi, mengapa kita tidak berusaha menjadi menjadi orang handal sehingga layak untuk direferensikan? Saya justru lebih perih dan sedih, jika orang-orang handal itu tidak diberi perhatian yang wajar. Secara umum, pola mutasi harus dijalankan sesuai dengan program. Namun, adilkah jika ada 2 pelaksana di tempatkan di Jakarta. Yang satu tiap hari kerja keras, kontributif, dan berprestasi, sedangkan yang satunya tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja, tetapi sama-sama dimutasi ke wilayah yang sama dengan posisi yang sama? Adil, tidak selalu harus berarti sama. Yang perlu dipikirkan oleh pimpinan adalah, apakah kriteria pegawai handal tersebut? Bagaimana caranya biar pegawai bisa masuk kategori handal? Hal-hal seperti ini yang perlu terus dikomunikasikan ke seluruh jajaran pegawai. Kita pun seharusnya mengucapkan selamat dan dukungan kepada teman-teman yang berhasil mencapai tujuannya seperti promosi, dapat beasiswa, mutasi ke tempat yang diinginkan, atau berhasil pindah ke instansi lain. Mereka memiliki kondisi dan keinginan yang berbeda, harus kita apresiasi perjuangan dan usahanya. Saya yakin, dalam perjalanan hidupnya, mereka telah membangun prestasi, menjalin "tali kasih sayang", dan networking. Di mana saat itu, kita masih terlena dengan hal yang tidak urgent dan tidak important. Jika kita memiliki keinginan yang sama, seharusnya kita memiliki kerendahan hati untuk bertanya kepada mereka, bagaimana caranya. Seandainya pun kita mengikuti persis yang mereka lakukan, belum tentu kita mencapai hal yang sama. Bisa lebih, bisa kurang. Semua sudah ada bagiannya sejak "zaman azali", saat kita masih tiga bulan di perut ibunda. Kata teman saya, itu adalah "karma pala" dari apa yang mereka usahakan. Kalau orang lain sukses, tidak berarti kita gagal. Prestasi kita adalah bila kita bisa mencapai hal-hal terbaik yang bisa kita capai. Bagi orang lain yang sudah lulus S2 dan S3 luar negeri, boleh jadi kesukacitaan saya bisa ke Australia akan ditertawakan mereka. Apalagi sekarang jumlahnya sudah seabreg. Tetapi bagi saya, yang diwaktu kecil lebih sering dengar lagu dangdut dan qosidah di radio daripada "I have a dream-nya" boyz band, "achievement" ini sungguh luar biasa mengharukan. Sebuah nikmat yang saya tak akan mampu menghitungnya... Biarkan saya, jadi ummat pertengahan (umatan wasaton) saja. Yang berimbang (tawazun), tasamuh, dan toleran. Tak membedakan pangkat, jabatan, masa kerja, usia, pendidikan, golongan, gender, agama, suku, senioritas, termasuk pula preferensi seksual. Mudah saja jika Tuhan menghendaki kita semua menjadi orang yang sama baik dan taat. Tapi Dia menciptakan kemajemukan, untuk membedakan siapa yang terpilih. Tidak indah rasanya, jika paduan suara hanya sopran saja, tidak ada mezo sopran, alto, bariton, dan bass. Tak selayaknya pula saya merasa menjadi orang "golongan putih" yang hendak mendepak orang "golongan burik dan abu-abu" (Moudy, red). Lebih indah merangkul daripada meninju. Lebih damai berpelukan daripada bertolak punggung. Itulah luar biasanya "konsep taubat" yang saya yakini. Tidak ada jaminan bahwa yang sekarang merasa masuk dalam "golongan kami" , suatu saat tidak akan bisa menukik tersungkur dalam golongan setan. Sementara yang kita anggap saat ini dalam "golongan mereka" lantas diberi hidayah. Sebuah kondisi yang khusnul khotimah, sebagai akhir penghidupan yang baik. Sebaik-baik perkara adalah pertengahan saja (khoirul umuuri auw satuhaa). Ah.., indahnya menjadi rahmatan lil alamin, menjadi pemberi kasih di seluruh alam di mana bumi di pijak. Saya pernah ditakdirkan hampir meninggal dua kali. Pertama, masih SD, saat berangkat sekolah nyaris ditabrak Kereta Api. Kedua, saat "tercemplung" di Selat Bali. Alhamdulillah, Allah masih menghendaki saya hidup. Di lain pihak, saya beberapa kali pernah ditakdirkan berada di posisi teratas (IPK prodip selalu berturut-turut paling tinggi, UPKP VI(S2) paling tinggi dari seluruh peserta di Depkeu, wisudawan terbaik S2 di mana foto saya sekeluarga masuk koran Republika, dll). Mengoleksi sejumlah piala dan penghargaan karena juga memiliki talenta lain dalam peragaan busana, cerdas-cermat, baca puisi, joget, pidato, menyanyi, qiro'ah, adzan, hafalan juz 30, menulis, dsb. Kemenangan-kemenangan kecil itu, mungkin ditambah pengaruh Rasi Bintang Leo, lahir 17 Agustus (astagfirullah, syirik ya Mas Lutfie..), lantas membuat saya nyaris terjangkit "syirik khofi", berselendang kebesaran Tuhan yang bertuliskan "takabur" (sombong). Sering juga saya dihinggapi penyakit "Ujub" merasa diri lebih tinggi daripada orang lain. Namun, saya juga pernah berada di posisi terendah dalam hidup, di antaranya: IPK nyaris terendah saat di DIV STAN Akuntansi. Saya baru tersadar, di atas langit masih ada langit. Teman prodip anggaran yang masuk DIV yaitu: Abdul Karim (The Best 1998), Purwana (The Best 1996, DJPU), Ade Permadi (nominator S2 DJPB, kuliah di mana saja: UT, DIII, DIV, IPK di atas 3.5), Andre Mulia Febrianto, M. Indarto (UI), Nurhidayat (BAF), Adi Setyawan (Monash Uni), Hari (BPK), Aris Mahmudi (BPK), Burhan (Termuda),Bagus Hidayat (PPSDM), Sanuri (BPK, ahli Linux), Nana Riana (Monash Uni, DJPU), Hudi (Paling Pendiam), Slamet Prayitno (MM UGM), Achmad Rifai (The Best UD), Imam Subroto (Auditor PON Palembang, he he..kita pernah nolak gratifikasi ni yee..karena digaji 4 jeti..akomodasi, uang makan direimbursh), anak2 DIV langsung, beserta teman2 dari Direktorat Pajak, BC, Piutang Lelang, dll. adalah laksana cahaya di atas cahaya menurut saya. Menjadi yang "terbalik", juga tidak nyaman. Ada di posisi terendah dapat mencabik-cabik tingkat kepercayaan diri dan tidak bersyukur. Saya dulu "iri" waktu di prodip anggaran, kok buku-buku anak Akuntansi tebal-tebal dan bagus. Setelah saya "dikasih" D IV Akuntansi malah mau muntah. Untungnya, di D IV ada kelas berbahasa Inggris. Mungkin saja, kalau dulu saya pilih DIII Akuntansi akan mendapat penempatan di BAKUN, seperti Mbak Puspa dan Mas Noor Faisal teman seangkatan saya, dan akhirnya lebur ke DJPB....he he he.. Alhamdulillah, sekarang, kuliah di Australia, di kelas masuk golongan pertengahan ke atas. Cuma kalah nendang dengan anak Honours yang masih muda-muda (mirip D IV langsungnya universitas di Australia). Maha Besar Allah yang Maha Mengatur dan Merajai atas segala sesuatu. Akhirnya, kita doakan saja, semoga Pak Hari segera jadi Eselon I, Pak Budi segera jadi eselon II. Mas Moudy, Mas Suminto, Mas Darto S3 Australia, Mas Langgeng S3 Unpad, dan lainnya yang akan menyusul, dapat segera menyelesaikan studi S3-nya. Juga adik kita yang sudah jadi Doktor cumlaude di UI (temannya Mas Hery Heryawan, kenalan duong, pls...).segera jadi direktur-direktur DJPB, syukur-syukur salah satu dari mereka bisa jadi Dirjen DJPB di masa depan. Amiin..3x. Wahyu Musukhal, calon Master of Human Resources Uni Melb semoga bisa jadi Kabag Kepegawaian, Pak Taukhid calon MM UGM atau Adi Setyawan calon Master of Public Policy and Management Monash Uni, bisa jadi Kabag OTL atau Kabu. Pak Rinardi, Mas Mahdum, Mas Dul, Izharul Haq, Tio Novita Efriani, Mas Taufik, Mas Rinaldi, Mbak Esti Dwi Ervina, M. Arifin bin H. Kartum, dll para lulusan dan penerima beasiswa Bappenas, Monbusho Jepang, Stuned Inggris, Belanda, PPSDM, ADS, APS, dan DJPB jadi orang-orang penting pada masanya. Pak Maryono, semoga pernah jadi Kakanwil di wilayah terdekat dari Palopo sebelum mengganti Pak Mahfud. Pak Zaenal Abidin jadi Kakanwil Jakarta. Pak Mahfud jadi Kakanwil Semarang. Pak IGMA Dharmakarja Kakanwil Denpasar. Pak Mohd. Zeki Arifuddin Kakanwil Bandung. Dayu Rusanto Kakanwil Serang. Pak Eri Haryanto Kakanwil Yogyakarta. Pak Haris Effendi Kakanwil Bandar Lampung. Ibu Aida Fitria Kakanwil Medan, Pak Joenas Kakanwil Wong Kito Galo, kalau mau dan mampu dst.. Aa' Zam-Zam semoga bisa jadi Kepala KPPN Prima Bandung atau gantiin Pak Zekky. Pak Sulistiyono semoga jadi Kepala KPPN Prima Banjarnegara atau Kediri (Sulis, kepriben kabare? Tambah kreatif aja saiki koen..gitu dong nulis...Boleh sedih, tapi thithik ae..ditinggal Soderi, Noeg, Bulluck, ke DJA ya. Aja wedi dhewekan ana Tungkal kana, inyong bae ora ngapak-ngapak kok. "You are not alone, we are here with you". Sing penting weteng aja sampek kencot, isit bisa ngibadah.. Kalau lagi "desperate" bikin album duet lagi aja sama Hadad Alwi, khan suaramu bisa melengking mencapai "10 oktaf" seperti Mariah Kere...). Nyoman Purne sama I Wayan Sayang gantian pernah jadi Ka KPPN Prima Denpasar atau gantiin IGMA. Pak Kursus, semoga pernah jadi Kepala KPPN Prima terdekat dari Brebes. Pak Agus Nursetyanto pernah jadi Ka KPPN Prima Klaten. Pak Yustinus Kus Suhantoro bisa jadi Kepala KPPN Prima Solo (gimana Easter di Papua? Banyak telur? Puji dan sebut Dia di setiap waktu ya..) atau gantiin Pak Mahfud. Buat Pak Soepomo Fauzi (suami Marissa Haque yang kalah sama Ratu Atut, apa anak Fauzi Bowo calon Gubernur DKI nih...). Sekarang penempatan di mana? Bagaimana "Joget Poco-Poco" saya sama istri dan para penari latar dari KPPN Pamekasan waktu muhibah ke Yogyakarta kemarin? Itu saya merangkap jadi "Denny Malik-nya" lho (bukan Ari Tulang, hi hi hi..) bersama instruktur senam di kantor kami. Jadi, jangan kaget kalau ntar lihat saya pendukung berat GELATIK dalam "Gula-Gula" dari DJPB (kapan ada lagi ya..? Wakil DJPB, kalahin Eko "PADI" dong...). Jangan heran pula, kalau lihat saya Jumat pagi aktif SKJ, Aerobic, "meliuk-liuk" mengikuti dentuman "house music" di depan KPPN II Jakarta atau Gedung Keuangan. That is another side of the real me! Cuek bebek aja (Cecep, red), lha wong tidak melanggar hukum dan syariat. Dapat bonus sehat dan fresh. Biar instrukturnya "ngebor" emang gue pikirin. Saya cuma mensyukuri, bahwa saya dianugerahi "kemampuan motorik" untuk mengikuti gerakan instruktur dengan cepat dan tepat serta memiliki "feeling" untuk mengikuti irama nada. Maunya sih Zapin, hadrah, atau nasyid, hayoo aja..tapi mana? Kalau bos nggak main bola gak main bola, kalo bos gak senam gak senam, kalo bos gak suka nyanyi gak nyanyi...Bisa nggak kita "MEMPERTAHANKAN NILAI-NILAI LAMA YANG BAIK DAN MENCARI NILAI-NILAI BARU YANG LEBIH BAIK?". Buat Supomo Fauzi lagi, saya doakan kamu nanti bisa jadi Kepala KPPN Prima Yogyakarta, seperti Pak Drs. Teddy Rukmantara, M.Soc.Sc., atau gantian sama Ery Haryanto jadi Kakanwil Yogyakarta. Tanya Pak Teddy kenapa beliau bisa jadi seperti itu, kenapa beliau bisa punya anak kembar yang sama cakepnya, beliau pasti juga bingung jawabnya..:). "Bagaimana mungkin, khan saya UT-ers?" Makanya tho doakan tahun depan berubah. Terus kamu bisa nembus beasiswa S2 dan S3 DJPB itu. Oke? Biar kamu bisa njawab pertanyaan Pakde tetanggamu yang over-estimate kemarin. Ini lho Pakde, saya sudah menempati "rumah jabatan" beserta isinya yang lengkap, difasilitasi mobil dinas, dan anak-anakku bisa sekolah di UGM. Kalau dulu itu, pakde nggak liat aja, khan saya tugasnya jauh...he he ngeles gitu, tapi ada faktanya suatu saat nanti. Berani terima tantangan? Makanya POM, hari gini jangan "ngurik2" korpel. Jadi Kanwil gitu lho cita-citanya, gak jadi korpel gak patheken. By the road, jangan kecewa jika jadi pejabat sekarang dan masa datang itu, tidak akan senikmat pejabat jadul. Selisih dan rasio gaji tidak terlalu jauh dengan pelaksana. Tapi tanggung jawab, pikiran, dan pekerjaan buanyak. Tidur pun tak nyenyak. Kritikan akan terus menghujat siang malam. Misalnya, jadi pejabat kepegawaian. Jika bisa mengeluarkan SK Kenaikan Pangkat tepat waktu, tidak ada yang memberi "compliment" atau tepuk tangan. Namun, sedikit saja terlambat atau salah, bukan saja "complain" yang menyergap, tetapi segala macam jenis binatang akan serta merta keluar dari sarangnya dari seluruh pelosok nusantara, dari Sabang sampai Merauke, dari Tanah Abang sampai Muara Angke. Emang enak, jadi pejabat publik masa kini? Yang enak itu, besok, jadi pelaksana, anggota milist perbendaharaan, dan rakyat yang dilayani. Merdeka. Bebas bicara dan ngenet. Tidak perlu tiarap dan jaim. Jadi pejabat masa depan, harus siap GOOD PERFORMANCE and GOOD PERSONALITY. Mereka harus berkinerja baik dan memiliki sifat Berkata Benar, Dapat Dipercaya, Mau Menyampaikan, dan Cerdas, bukan sebaliknya. Anyway, kita harus siap. Setelah berkeluarga, saya juga sudah mulai nyadar dan punya pengalaman. Jakarta itu serba mahal, macet, polusi, dan lebih banyak pengaruh negatif buat anak. Jika boleh memilih, dan ada yang bertanya pada saya, Kobir, apa tujuan karir yang ingin kamu capai di DJPB yang Specific, Realistic, Attainable, dan Timeliness? Maka saya akan menjawab,Besok saya ingin jadi Kepala Kanwil DJPB Surabaya. Khan Kakanwil Surabaya masih saya kosongin di paragraf atas itu. Saya akan bertanya kepada yang berwenang tentang SDM Bagaimana mekanisme dan prosedur yang harus saya jalani untuk mencapai itu?. Saya sudah menyiapkan amunisi di bidang manajemen, anggaran, akuntansi, administrasi publik, ekonomi dan keuangan, dll. Saya sudah berbekal pengalaman di KPPN, Kantor Pusat, dan LN. Saya siap menang dan siap kalah. Biar saya bisa naik bis "Harapan Jaya" untuk sungkem sama Ibu saya di Tulungagung tiap minggu (today is mother day in Australia. I love you Mom!). Sebelum itu, saya juga mau jadi Kepala KPPN Prima Malang (karena bis Tulungagung-Malang itu lewat persis rumah saya). Boleh juga di KPPN Kediri gantian sama Pak Sulis (biar bisa dekat anak saya jika nanti dia saya "pondokkan" di Pesantren Lirboyo/Gontor). Sebelum itu, saya juga ingin bisa jadi Kepala KPPN Prima Blitar (saya khan lahir di Tulungagung). Kayaknya nggak terlalu malu-maluin DJPB deh kalau Kepala KPPN Prima Blitar suatu saat bernama: Moch. Abdul Kobir, S.E., SST. Akt., M.Si., hampir M.Com. Asli putra Jatim, asli putra DJPB. Bener, nggak? Jika tidak, jadi Kepala KPPN Bojonegoro juga boleh (soalnya istri dan anak2 saya lahir di situ). Jika tidak juga, jadi Kepala KPPN Kudus juga mau (khan rencananya, anak perempuan saya, saya sekolahkan di Pesantren Al-maghfuroh Mbah Arwani Kudus). Cita-cita saya, semua pegawai DJPB sedapat mungkin bisa mendekati daerahnya atau sesuai dengan pilihannya. Sedeep, tak? Makanya, pilih PKB (Partai KoBir...he he he..). Jika ada yang bertanya: "Terus gimana, kantor-kantor di wilayah timur dan barat, siapa yang mengisi? " Jawab saya: "Bukannya penerimaan pegawai secara regional seperti yang saya ungkapkan beberapa waktu yang lalu akan/telah direalisasikan?" Jika ada yang tanya lagi: "Terus bagaimana teman-teman kita yang satu daerah dan memiliki kemampuan dan kemauan yang hampir sama?" Jawab saya: "Bukannya mereka telah lolos "Interview of Leaving", dan seperti Pak Acep, Pak Pak Abdurrahman Asshiddiqie (Hamba yang Mahapengasih dan yang berkata benar), Pak Purwana, Pak Ridwan, Pak Soderi, Pak Albertus, dll telah jadi pimpinan di DJKN, DJPU, dan DJA?" Memang, tak ada yang Langgeng di dunia ini kecuali 3 perkara: 1. Langgengnya perubahan; 2. Langgengnya sifat Baqa' Allah; dan 3. Langgeng Suwito, S.E., M.Com. Doa, bisa mengubah takdir. Menurut saya, doa yang paling makbul dan mustajab adalah berusaha. Mantera yang paling ajaib adalah "man jadda wajadda jiddan". Siapa yang paling bersungguh-sungguh berusaha, dialah yang akan sungguh-sungguh mendapatkannya. Bekerjalah untuk duniamu, seakan-akan engkau hidup selamanya. Beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok atau lusa. Berlomba-lombalah dalam hal kebaikan. Milikilah himmah (cita-cita) yang besar, jika ingin mendapat return yang besar pula (bukan panjang angan-angan, red.). Oh ya, tadi malam, saya membaca tulisan di ruang kantor di mana saya biasa bekerja part-time. Begini kurang lebih terjemahannya: Seorang Pemenang Tidak Akan Pernah Keluar dari Pertandingan. Namun, Seorang yang Tidak Pernah Memenangkan Pertandingan dan Tidak Pernah Keluar dari Pertandingan adalah Seorang Idiot (idih, ogah ah jadi idiot, najis tralala..) Apa yang cocok untuk saya, belum tentu "applicable" untuk yang lain. Yang paling penting, memahami diri sendiri dan mencari cara yang paling sesuai dengan karakter kita merupakan hal yang fundamental. Boleh kita mengidolakan dan mengambil sisi positif dari orang lain dan membuang negatifnya. Setelah itu, kita men-"sintesa"-nya menjadi produk yang unik dari diri kita agar menjadi sebuah produk yang sempurna, yang bisa dinikmati siapa saja. Jangan lupa, berserah pada "sutradara" Tuhan yang Mahakuasa setelah berusaha. Ingak- ingak motto saya. "I am Ok, You are Ok, We are Ok! "(Tanda serunya cuma satu lho..Zam..). Hari terindah adalah hari ini, karena hari kemarin telah berlalu, hari esok belum tentu..... Selamat belajar dan bekerja. Jaga kesehatan iman, kantong, badan, otak, pikiran, akal, dan hati kita. Mumpung masih dikasih umur... (Moudy lagi:2007) Salah khilaf mohon maaf. Wassalam, >From Perth with Love, Muhammad Abdul Khobir bin Khudori bin Hasan Qolyubi At-Tulungagungi === message truncated === --------------------------------- Yahoo! oneSearch: Finally, mobile search that gives answers, not web links. [Non-text portions of this message have been removed]