Iya kalau merasa jadi jengkol pandai-pandai saja mengolahnya. Dan
seperti ente bilang jangan kebanyakan...

--- In perbendaharaan-list@yahoogroups.com, "amirsyahya"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dear all member yang terkasih:)
> 
> Saya prihatin dengan adanya pendapat dan pemikiran yang menganggap 
> berpendapat keras, kritik pedas, berdebat or berargumen adalah
merupakan 
> tindakan permusuhan, memutus tali persaudaraan, iri/dengki dan stigma 
> negatif lainnya.
> 
> Padahal pendapat dan kritik itu adalah salah satu syarat mutlak 
> terciptanya kemajuan dan kecerdasan bangsa. Hal ini telah dilakukan
oleh 
> negara2 yang maju baik ekonomi maupun kecerdasan penduduknya entah di 
> amerika, eropa dan bahkan di asia.
> 
> Pendapat dan kritik adalah buah dari pohon yang bernama transparansi
dan 
> akuntabilitas. Memang kadang2 buah itu pahit sewaktu masih dipohon, 
> misalnya buah jengkol:), tetapi kalo udah dimasak dengan racikan bumbu 
> yang tepat maka akan menjadi makanan yang super lezat, menambah nafsu 
> makan dan akhirnya kesehatan dan kebugaran tubuh yang diperoleh (asal 
> jangan kebanyakan).
> 
> Saya jadi teringat cerita Drs. Subagyo, MM (dosen sistem perencanaan 
> anggaran waktu D3 dulu), kurang lebih gini:
> 
> Suatu waktu Presiden Amerika (lupa siapa, maybe reagen?) hendak 
> mengangkat pejabat yang berkuasa dibidang penetapan alokasi anggaran, 
> mungkin kayak Dirjen Anggaran, cuma posisinya langsung di bawah 
> presiden, pejabat yang lama udah pensiun.
> 
> Mr. Presiden ternyata menunjuk Mr.X (lupa namanya) yang saat itu sering 
> mengkritik kebijakan ekonomi sang presiden. Orang deket presiden dan 
> orang dalam istana protes karena menganggap Mr.X adalah "lawan" dan 
> mengingatkan presiden kalau Mr.X suka mengkritik kebijakan ekonominya.
> 
> Tapi Mr. Presiden malah menjawab, justru karena beliau kritis maka 
> dipilih. Mungkin saja Mr.X sebagai orang luar melihat "something wrong" 
> pada kebijakan presiden yang tidak diketahui/disadari oleh presiden dan 
> orang2 disekelilingnya.
> 
> Saat dipanggil menghadap dan ditawarkan jabatan tersebut, Mr.X 
> menerimanya dengan syarat, "Ia tidak mau diintervensi oleh siapapun 
> dalam memutuskan suatu kebijakan." Mr. Presiden pun deal dengan Mr.X
> 
> Setelah beberapa waktu Mr.X bekerja, maka pertumbuhan ekonomi amerika 
> meningkat pesat melebihi pencapaian pejabat2 sebelumnya. Dan meskipun 
> presiden amerika berganti, Mr.X tetap menduduki jabatannya.
> 
> So, sebisa mungkin jangan anti pada kritik dan kebebasan berpendapat, 
> sekeras dan sepedas apapun pemikiran tersebut. Emosi sih boleh saja dan 
> manusiawi, tetapi jangan lantas "Muthung" (bahasa jawanya bener kah? 
> soalnya aku bukan orang jawa lho, maafin kalo salah!)
> Trus mengambil kesimpulan/keputusan kalo pendapat/kritik/argumen 
> tertentu dianggap sebagai ngajak berantem, musuhan apalagi mutus tali 
> persaudaraan. Emosi boleh saja, namun balik lagi keprinsip peradapan, 
> semuanya dipikirin dengan tenang dan gak main perang otot/urat or
saling 
> ancam. Kalo perang pendapat sih silahkan saja. Setiap orang punya hak 
> jawab gak peduli sepanjang apapun jawab2an tersebut, yang penting gak 
> menyerang pribadinya, fokus hanya pada menyerang
pendapatnya,terserah mau 
> pake pola 442, 433, 352, 4312, dsb:)
> 
> Kita semua harus mengerti, negri ini masih susah
> Tapi kita jangan menyerah, lihat sisi terangnya
> kritik itu biasa, manusia ada lemahnya aaaaaaaaa....
> Ayo kita semua bangun dari mimpi
> Bla-bla-bla.....
> 
> Newsdotcom!!!! 
> 
> Hidup Reformasi:)
>


Kirim email ke