Jadi ini maksudnya tujuan melatih para milisi-milisi Timor Pro-Integrasi,
dengan dalih melindungi para pro-integrasi yang ditakutkan akan
menjadi korban para pro-kemerdekaan setelah Timor menerima kemerdekaan
penuh dari Indonesia.

Indonesia (khususnya ABRI) sepertinya memang ingin mengadu domba dua
kelompok ini. Dari kelompok yang menjadi minoritas, Pro Integrasi telah
dilatih, dibayayai dan persenjatai untuk menjadi kelompok yang melakukan
teror, kekerasan, dan intimidasi thd kelompok masyarakat lainnya
(terutama kelompok pro-kemerdekaan).

Apakah saya melihat kecongkakan Indonesia yang pada akhirnya juga tidak
bisa mempertahankan Timor-Timur, lebih baik untuk sekalian
membumi-hanguskan dan meluluh lantakan daerah ini.
Tanpa ada tindakan dari pemerintahan Habibie untuk menghentikan tindakan
kekerasan yang memang sengaja diciptakan oleh kita, malah aparat
keamanan dalam hal ini ABRI, justru melindungi para kelompok Pro
Integrasi yang justru baru berbuat onar terhadap niat baik
pro-kemerdekaan.

Dalam hal ini, bukan perlindungan thd minoritas kelompok pro integrasi,
"kesetiaan" terhadap Republik Indonesia. Prioritas dari posting ini
adalah "Apakah ada perlindungan terhadap civil liberties atau hak-hak
untuk hidup damai" sebelum diadakan referendum.

Tindakan Pemerintah dan Aparat Keamanan sudah seperti sejarah yang
diulang terus menerus. Dengan sengaja mengadu domba kelompok yang pro-RI
dengan kelompok yang mengancam "kepentingan" Indonesia sehingga
menimbulkan suatu momok ketakutan yang mendalam bagi para rakyat
Timor-Timur sehingga pada hari referendum nanti, tentunya setelah
ditakut-takuti oleh para pro-integrasi (Kelompok ini lebih cocok disebut
preman-preman Dilli yang pro Indonesia) akan tetap memutuskan bergabung
dengan "Republik Kesatuan Indonesia" (in sarcastic way)
Lihat saja kejadian saat penentuan PEPERA di Irian Jaya dan tentunya
kejadian setelah Invasi Indonesia di Timor-Timur. Selalu kita "mengadu domba"
kelompok yang pro Indonesia ( tentunya telah dipersenjatai lengkap )
dengan kelompok yang anti-Indonesia.

Rekan-rekan, posting ini bukan menyangkut integritas kita terhadap
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai seorang warga negara, sudah tentunya
saya ingin melihat kesatuan dan keutuhan kita sebagai "Satu Keluarga".
Tapi dalam hal ini, "Cara untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan"
yang telah ditempuh oleh Pemerintah dan ABRI adalah cara yang salah dan
tidak dapat diterima oleh pencerminan niat baik kita dan menghormati
"Hak-hak Rakyat Timor-Timur" dan nilai-nilai yang menjunjung kehidupan
berperikemanusiaan dan berperikeadilan.

Jikalau memang Pemerintahan Habibie dan Angkatan Bersenjata/ Polri,
beritikad untuk menyelesaikan masalah Timor-Timur dengan cara damai dan
tetap menjaga harga diri Bangsa Indonesia,
Pemerintah dan Aparat harus melempaskan diri dari  persekutuan dengan
kelompok yang pro integrasi, tidak mendanai ataupun mempersenjatai
kelompok ini yang sekarang telah terbukti malah "justify their fears on the
other people's suffering" ( Tentunya masih ingat dengan Zionisme Bangsa
Yahudi yang menjajah dan menderitai Rakyat Palestina sebagai dalih bahwa
mereka telah menderita dibawah kekejaman Nazi Jerman ? semoga bangsa
indonesia tidak melupakan itu)

Cabut dukungan apapun thd kelompok pro-integrasi, buat kesepakatan
dengan kelompok CNRT untuk tidak membalas dendam dan tentunya pegang
pernyataan Xanana bahwa Pro-Kemerdekaan ingin menyelesaikan masalah ini
dengan damai. Adakan perundingan untuk penurunan senjata, penandatangan
untuk tidak mengangkat senjata tapi melainkan menyelesaikan
permasalahan di meja perundingan.

Semoga kita dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan akal sehat, penuh
kedewasaan, dan bertanggung-jawab. Premanisme dan militanisme dengan
dalih apapun tidak dapat diterima oleh nilai-nilai kemanusian. Apapun
alasan untuk melindungi para kelompok integrationis dengan meng-approve
apasaja tindakan mereka, jelas sudah melanggar itikad baik kita sebagai
bangsa yang "Beradab".

Ingat, dalam pernyataan proklamasi kita, kita memproklamirkan Republik
ini atas dasar penderitaan yang telah kita alami selama beratus-ratus
tahun dibawah penjajahan kolonialisme. Jangan sampai kita sendiri yang
membuat Proklamasi dan dasar-dasar yang telah melahirkan dan menjaga
kelestarian negara ini "menjadi basi" dan tidak relevan.




Andrew Pattiwael


****************************************************************
- Buntut Apel Pro-integrasi,

12 Orang Tewas

Dili, Pembaruan

Sekitar 10.000 masyarakat prointegrasi melakukan apel besar
di halaman Kantor Gubernur di Dili, Sabtu (7/4), untuk
mengukuhkan kelompok komando prointegrasi, namun setelah
pawai itu mereka membakar dan merusak rumah-rumah para
tokoh pro-kemerdekaan.

Dalam insiden itu, sedikitnya 12 orang tewas, dan rumah-rumah yang
diserang hancur berantakan. Kota Dili, pada Minggu siang masih
mencekam dan bagaikan kota mati.

Apel akbar ini untuk mengukuhkan Komando Prointegrasi Kota Dili
bernama Aitarak, pimpinan Eurico Guterres. Usai apel, pasukan
prointegrasi berbagai kabupaten Timtim itu berpawai keliling kota.
Mereka bergerak menghancurkan dan membakar rumah-rumah tokoh
prokemerdekaan. Arak-arakan pimpinan Eurico Guterres itu, mencari
tokoh-tokoh CNRT yang selama ini dinilai, membohongi rakyat
dengan janji-janji palsu.

Bertanggung Jawab

Dari Sydney, Minggu pagi, Perdana Menteri Australia John Howard
mengatakan, Pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas
meningkatnya kekerasan di Timtim, menyusul laporan-laporan terakhir
tentang pembunuhan penduduk sipil di Dili.

"Saya amat prihatin atas situasi di Timtim yang kian memburuk, dan
Pemerintah Indonesia tidak melepaskan tanggung jawab ini. Paling
tidak sebagian, atau semuanya," ujar Howard dalam wawancara
dengan Televisi Australia. Ratusan militan pro-Jakarta mengamuk di
Ibu Kota Timtim, Dili, Sabtu (17/4), melukai sejumlah orang dan
membakar beberapa kendaraan dan rumah. Aktivis pro-independen
terkemuka di sana, Manuel Carrascalao, menjelaskan kepada
Reuters, putra remajanya dan beberapa lainnya menemui ajal, saat
rumahnya diserang.

PM Howard akan mengontak Presiden Indonesia BJ Habibie untuk
menyatakan "keprihatinan mendalam" Australia, atas
pembunuhan-pembunuhan di Dili. Dia menyatakan, "menumpuknya
bukti" gagal mencegah pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan
kelompok militan pro-Jakarta.

"Anda pasti bertanya-tanya, apakah kelompok-kelompok
prointegrasi, tidak akan memperoleh respon permisif dari Indonesia,"
ujarnya kepada Channel Nine, Minggu.

"Seluruh masyarakat dunia, mengharapkan ABRI bisa menunjukkan
disiplin, menahan diri, meningkatkan stabilitas serta kerja sama di
Timtim," tambah Howard.

"Kondisi yang amat bertolak belakang dengan stabilitas dan kerja
sama seperti yang diharapkan, malah terjadi saat ini. Dan hal ini
menjadi keprihatinan mendalam bagi Pemerintah Australia, karena
negeri ini ambang pintu kami," ujarnya.

PM Australia mengatakan, kekerasan yang kian meningkat itu akan
mengancam pemungutan suara tentang otonomi di Timtim, yang
disponsori PBB dan dijadwalkan berlangsung Juli nanti.

"Sulit sekali untuk bisa mempercayai sepenuhnya," ujar Howard seraya
menambahkan, akan sangat mengecewakan bila pemungutan suara
soal otonomi di Timtim, ditangguhkan.

Tampung 56 Orang

Polda Timor Timur saat ini sedang menampung 56 orang yang
mengungsi akibat dari serangan kelompok prointegrasi Sabtu siang.
Menurut keterangan Polda, Minggu (18/4) siang dari 56 orang
tersebut, 18 di antaranya keluarga Carascalao dan sisanya masyarakat
yang mengungsi dan berada di rumah Manuel Carrascalao.

Menurut pemantauan Pembaruan, Minggu siang situasi Dili
mencekam dan sangat sepi. Yang lebih menakutkan situasi di pinggiran
kota, seperti Becora, Taibesi, Tunalarang, Satumeta.

Masih terdengar tembakan di wilayah-wilayah itu. Toko-toko dan
restoran dan rumah makan terlihat tutup. Sedangkan pasar-pasar sepi
pembeli maupun penjual. Tempat-tempat yang menjadi serangan
kelompok prointegrasi, saat ini dinyatakan tertutup dan diamankan
oleh kepolisian.

Menurut sebuah sumber, banyak tokoh CNRT masih berada di rumah
Uskup Dioses Dili, termasuk Manuel Carrascalao dan Leandro Isak.

Menurut Danrem 1164/WD Kolonel Tono Suratman, Sabtu malam,
korban meninggal akibat aksi kelompok prointegrasi sekitar 12 orang
dan 5 orang luka-luka. Mereka yang luka-luka dan korban saat ini
berada di rumah sakit Wira Husana, Dili, termasuk putra Manuel.

Aparat keamanan, baik polisi maupun pasukan teritorial diterjunkan
dalam jumlah besar ke dalam kota untuk melindungi masyarakat.
Khusus di basis pemuda prointegrasi di wilayah jantung kota dijaga
aparat bahkan di depan basis itu tertutup dengan kawat berduri.

Uskup Dioses Dili Mgr Carlos Filipe Ximenes Belo yang memimpin
misa Minggu (18/4) pagi di kediamaannya dalam khotbahya meminta
masyarakat Timtim untuk lebih banyak berdoa, agar situasi yang
mencekam ini kembali normal. Semoga Tuhan Yesus Kristus dapat
membuka jalan yang benar, bagi mereka yang membuat kekerasan.

Sedangkan kepada pimpinan-pimpinan daerah, diharapkan da-pat
membuka mata untuk melihat situasi. Diinformasikan Gubernur Abilio
Soares telah meminta Bupati dan Wali Kota Dili sebagai pimpinan
FDK (Forum Demokrasi Keadilan) untuk terjun ke lapangan melihat
situasi dan berbicara dengan pimpinan-pimpinan prointegrasi, agar
tidak anarkhis terhadap masyarakat.

Dalam serangan terhadap rumah Ketua GPRTT (Gerakan Perlawanan
Rakyat Timtim) yang juga juru bicara CNRT, Manuel Viegas
Carrascalao, anak Manuel, bernama Maro Carrascalao (Nicky) tewas
di tempat, bersama pengungsi yang berlindung di rumahnya. Laporan
yang dikemukakan aparat keamanan, menyebutkan sedikitnya 12
orang tewas, dalam insiden apel akbar kelompok prointegrasi tersebut.

Penyerang juga menghancurkan rumah tokoh CNRT Leandro Isac,
membakar rumah Koordinator CNRT David Ximenes di Fatumeta
dan rumah Herman Soares di Balide. Peserta pawai prointegrasi
mendatangi kantor Harian Umum Suara Timor Timur, di jantung Dili
dan menghancurkan seluruh peralatan, gedung, bahkan percetakan
daerah, serta kantor sebuah percetakan swasta.

Dalam apel di gubernuran itu, Panglima Perang Prointegrasi Tavares
mengatakan, pasukan gabungan prointegrasi dari seluruh kabupaten,
bertugas melindungi rakyat dari teror dan intimidasi kelompok
prokemerdekaan. Pasukan prointegrasi tetap mencintai kedamaian,
karena itu dalam pertemuan Panglima Prointegrasi dengan Panglima
Falintil Xanana Gusmao, kedua pihak meminta memberikan imbauan
kedamaian kepada pengikutnya di Timtim.

Namun jawaban kedamaian tidak pernah keluar, dan yang lebih
mengagetkan adalah seruan perang Xanana. Dengan sikap itu setiap
kemungkinan bisa terjadi, akibat seruan itu. ''Kita perlu lebih waspada
agar masyarakat tidak diganggu oleh kelompok tertentu,'' tegas
Tavares.

Menurutnya sampai kapan pun bendera Merah Putih tidak akan turun
dari bumi Timtim. Biar pun ABRI ditarik, masyarakat pro integrasi
akan tetap mempertahankan wilayah dan Merah Putih di Timtim.

Setelah upacara Komandan Aitarak Erico Guterres meminta
pasukannya siap menghadapi setiap rongrongan terhadap wibawa
Pemerintah RI di Timtim. Ditegaskan, rakyat Timtim sebenarnya sudah
bersatu. Tetapi karena ada penghinaan, bahwa integrasi hanya
berjuang bagi kepentingan pribadi, sehingga rakyat, akhirnya
menderita.

Karena itu kelompok Aitarak yang bertugas di Dili harus meminta
tanggung jawab mereka yang selama ini menghianati integrasi. Mereka
yang selama ini hidup enak karena integrasi, kemudian berbalik
berkhianat, dan rakyat yang selalu menderita.

''Mereka ini harus ditindak bahkan ditangkap'' kata Eurico penuh
semangat. Eurico menunjuk keluarga Ir Mario Viegas Carrascalao
yang karena integrasi menjabat gubernur selama 10 tahun, tapi
sekarang dia berjuang untuk merdeka. (102/Rtr/S-20)

Kirim email ke