Bung Dody,

sebenarnya yang selalu menjadi kerisauan saya adalah setiap berdiskusi
dengan orang indonesia mengenai Freeport, yang selalu mereka tekankan
adalah bahwa Freeport merugikan Indonesia (hanya Indonesia) bukan
merugikan Irian. Apa sih yang dirugikan buat Indonesia? Kerusakan daerah
lingkungan tambang kan berada di sekitar Grasberg, Tembagapura, Timika
dan aliran sungai Otakwa. Bukan di Jakarta!, bukan pula orang-orang di
Jakarta yang selalu menerima Royalti ratusan juta dollar dari Freeport
per tahun. Apa yang diterima oleh penduduk sekitar (Masyarakat Amungme) ?
selain melihat gunung tercinta mereka menghilang dari permukaan bumi,
gunung yang mereka keramatkan sejak jama nenek moyang mereka. Apa orang2
di Jakarta yang minum air coklat keruh hasil limbah dari Mil 74? Apa yang
tinggal di kota Tembagapura (yg mayoritas adalah orang Indonesia dari
luar Irian) yang tinggal di Barbed Wire town with hundreds of Bodyguards,
Security, and ARMY? Yang bisa menikmati Shopping Center, Klub Lupa Lelah
yang selalu penuh dengan expats2. Atau bisa menikmati layanan prima yang
Jakarta saja kalah kalau dibandingkan dengan Tembagapura. Rumah2 yang
sudah seperti daerah sekitar Boston? Yayasan Pendidikan Jayawijaya yang
mungkin sebanding dengan International School di Pondok Indah. Menikmati
kenyamanan Airfast yang selalu tiap hari terbang dari Jakarta ke Timika,
walaupun kosong, dan layanan penerbangan komersial Sempati, Garuda, dan
Merpati sudah melesu karena krisis ini tetap melayani Karyawan Freeport
yang berpergian ke Jakarta not mentioning ke Denpasar, Surabaya, Medan,
Ujung Pandang, Menado, Biak dan Jayapura. We are not talking about couch
class here..but first class...ini dia penerbangan yang dilayani oleh 3
buah pesawat B-737. Atau Hotel Sheraton di Timika yang sudah setara
bintangnya dengan hotel2 di Jakarta dan Bali (Berbintang bok...)

Apa mereka menikmati (Orang Amungme) ? Mereka hanya boleh tinggal di luar
pagar kawat yang mengelilingi sekitar Tembagapura, Kuala Kencana
Dan saya? wah pastilah menikmati semua fasilitas ini....

Janganlah membuat saudara2 kita yang dari Irian seperti warga kelas dua
(saya tidak bilang sekarang kita memperlakukan mereka seperti ini) tapi
ini yang saya takutkan. Mereka juga entitled kepada sejumlah hasil
pembangunan Indonesia, sebab mereka juga sudah menyumbang dari hasil yang
selama ini diambil dari Irian Jaya. Lihat gedung2 bertingkat yang mewah
dikawasan Rasuna Said, lihat jalan melingkar di Semanggi, atau Jalan
penghubung di Jakarta semua.....ini juga masih bercap "Hasil Kekayaan
Alam Irian Jaya"

Saya hanya ingin,kita semua bisa berterima kasih kepada Orang2 Irian,
mengerti akan penderitaan dan nasib mereka yang selama ini berkorban agar
tanah mereka diangkut dan membiyayai pembangunan Republik ini....

Saya takutkan Amin Rais, Mega, Gus Dur, Adi Sasono tidak akan
memperdulikan nasib mereka pas jadi presiden....dilupakan lagi
penderitaan rakyat Irian....karena mereka akan selalu terbuang dan dibuang.

Rubah pandangan kita ttg Freeport, Hasil dari Freeport sudah selayaknya
digunakan untuk membangun bumi Irian dan kalau ada hasil yang bisa dibawa
ke Jakarta, itu adalah semata-mata sumbangan sukarela rakyat Irian demi
kemajuan bangsa Indonesia. Kita harus dapat berterima Kasih....itu saja...




Andrew Pattiwael



On Sat, 5 Jun 1999, Dody Ruliawan wrote:

> Buat Bung Pattiwael :
> Saya sangat tertarik karena anda secara langsung menyimpulkan
> "bagaimana manusia Indonesia yang sesungguhnya" cuma mau komentar,
> bagaimana reaksi wanita itu bila yang datang adalah anak Irian
> asli(katakanlah berumur 6 tahun)? Saya yakin wanita itu tidak akan
> ketakutan. Mudah sekali, jelas wanita itu masih merasakan adanya
> "ancaman" menurut versi dia sendiri. Jadi ini hanya masalah persepsi
> karena dia belum yakin dengan siapa dia berhadapan, dan waktu akan
> membuktikan apakah ancaman itu memang benar-benar ada; jadi saya yakin
> untuk sementara waktu wanita itu "kompromi" dengan cara "menahan diri"
> sambil mencari-cari posisi baru yang "aman".
>
> Bung Pattiwael, senang juga bisa diskuis dan  menceritakan pengalaman
> saya kepada rekan-rekan di Permias.
> Sebenarnya Irian itu terkesan "sangat jauh" bagi rata-rata orang
> Indonesia. Kalau bung Pattiwael menanyakan kepada rekan-rekan di
> Permias, saya sangat yakin bahwa mayoritas dari mereka belum pernah
> pergi ke Irian.
> Karena kondisinya demikian, kita rata-rata orang Indonesia hanya dapat
> berharap bahwa siapapun yang berbisnis di sana tidak "mentang-mentang"
> dan tidak berlaku seperti penjajah.
> Bung Pattiwael, saudara kita dari Irian memang agak berbeda dengan
> saudara setanah air yang berasal dari Jawa. Sampai dengan saat ini
> kualitas sumberdaya manusia asal Irian ini secara rata-rata memang
> masih rendah. Kongkritnya kalau ada rekrutmen pegawai dan saudara kita
> yang dari Irian ini bersaing dengan yang dari Jawa.....wah...susah
> juga, dan itu yang terjadi di Tembagapura. Sementara ini saudara dari
> Irian masih lebih banyak mengurusi pekerjaan yang membutuhkan fisik
> yang prima, dalam hal ini saudara kita dari Irian (dan Maluku tentu
> saja) memang lebih potensial daripada saudara kita dari suku lain.
> Kemudian, seperti biasa, di dalam perusahaan itu kan selalu ada posisi
> "manajemen", "supervisor" dan sebagainya yang singkat kata lebih
> mengutamakan "pikir" daripada "otot", dan tentu saja posisi-posisi itu
> dengan segera diisi oleh orang "non Irian". Apakah karena hal ini lalu
> bung Pattiwael menyimpulkan saudara-saudara kita yang "non Irian" itu
> adalah penjajah ?
> Memang sulit untuk memakmurkan saudara yang ada di Irian, sebenarnya
> sama saja dengan wilayah lain di Indonesia. Bung Pattiwael, apa
> komentar anda tentang Aceh, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur ?
> Saya sangat setuju bila dikatakan bahwa usaha pemerintah kita itu
> "keterlaluan sekali kurangnya".
> 3 tahun lalu saya makan bersama dengan para kepala suku di Tembagapura
> dan saya sedih sekali karena yang namanya "kepala suku" saja
> kesejahteraannya minim sekali, apalagi yang anggota suku biasa. Kalau
> anda "jalan-jalan" di pagi hari antara Tembagapura dan Kuala Kencana,
> anda masih banyak melihat wanita memakai noken di kepala dan membawa
> panah kan ?
> Saat ini kesejahteraan rakyat di Indonesia memang masih rendah, bung
> Pattiwael, orang-orang seperti anda (yang punya perhatian kepada
> rakyat) itu lah yang diharapkan menjadi pemimpin. Orang-orang yang anda
> katakan "penjajah" itu era kepemimpinannya segera berlalu, oleh karena
> itu saya masih optimis bahwa masa depan Indonesia itu bagus.
>
> Bung Pattiwael, kita ini bukan generasi "perampok", dan kalaupun
> sekarang ada "perampok" maka semoga para pemimpin kita yang sering
> menyebut dirinya sendiri sebagai "kaum pro reformasi" itu agar segera
> "memberesi" mereka.
>
> Ngomong-ngomong, bung Pattiwael, "perampokan" itu bukannya lebih banyak
> di Jakarta ? (termasuk yang diundang oleh BPPN ?).
>
> Yah...sebagai selingan.....ada juga kok orang Irian yang tidak suka
> mengurusi tanah leluhurnya dan malah senang jadi "pelindung" di
> Mabes.....bukannya Mabes ABRI...tapi Mangga Besar....dan...anggota MPR
> lagi...??
> Anda tahu khan siapa orangnya ?
>
> Terus berhubung bung Pattiwael menyebut-nyebut "penduduk asli Irian"
> dirugikan....ada baiknya juga kita buka forum diskusi "penduduk asli
> Betawi" banyak dirugikan...bahkan..sebagian tanah leluhur mereka
> contohnya kawasan "Pantai Mutiara", Glodok dan Mangga Dua...telah
> diduduki oleh "penjajah".....sampai-sampai suku Betawi terdesak
> "mundur" ....dan bermukim di sekitar.....Depok......menarik ??
>
> Salam dari rekan diskusi,
> Dody
>
>
>
> --- Andrew G Pattiwael <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > Cerita anda menunjukan bagaimana manusia indonesia
> > yang
> > sesungguhnya.....masih belum bisa menerima perbedaan
> > yang tampak dalam
> > wujud fisik dan hanya dapat mengatakan bahwa dia
> > bukan seseorang yang
> > mempermasalahkan perbedaan. Apa yang dia ucapkan
> > sungguh jauh berbeda
> > dengan apa yang dia lakukan. Teman anda yang
> > ketakutan dengan orang Irian
> > ini banyak sekali dijumpai di Tembagapura. Anda
> > kesana sekali-kali, lihat
> > bagaimana kita, orang indonesia, sang penjajah,
> > memperlakukan warga asli
> > yang sudah lama tinggal disana, pemilik sah tanah
> > papua, dan yang
> > terus-terusan dirampok oleh kita.
> > Apakah ini memang mental bangsa indonesia? yang
> > hanya besar mulut tapi
> > kalau diminta untuk memperlihatkanya tidak bisa...
> > Seperti yang pernah saya tanyakan pada permias, yang
> > akhirnya tidak
> > pernah dijawab, dan sepertinya tidak mau dijawab.
> > Bagaimana kita selama ini memperlakukan Irian Jaya?
> > Kenapa orang
> > Indonesia selalu tidak bisa melihat bahwa kita
> > adalah penjajah di tanah
> > Papua. Kenapa selalu Indonesia yang merasa dirugikan
> > apabila kita
> > berbicara ttg Freeport Indonesia, tanpa melihat
> > bahwa yang dirugikan
> > sebenarnya adalah penduduk asli Irian Jaya.
> >
> > Andrew Pattiwael
> >
> >
> >
> > On Sat, 5 Jun 1999, Nasrullah Idris wrote:
> >
> > >      Ada seorang wanita datang ke rumah saya. Ia
> > banyak bercerita tentang
> > > persamaan/keadilan. Katanya, setiap manusia itu
> > mempunyai kedudukan yang
> > > sama. Sambungnya lagi, kita tidak memperlihatkan
> > perbedaan hanya karena ras,
> > > suku, dan etnik.
> > >      Saat ia begitu asyik beretorika, datanglah
> > seorang teman saya asal
> > > Irian Jaya mengetok pintu.  Lalu ia membuka pintu
> > karena dekat dari pintu
> > > masuk, Entah kenapa, ia seperti ketakutan.
> > Ekspresi wajahnya jadi lain.
> > > Pembicaraan pun jadi terhenti.
> > >
> > >
> > > Salam,
> > >
> > > Nasrullah Idris
> > >
> >
>
> _________________________________________________________
> Do You Yahoo!?
> Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com
>

Kirim email ke