Assalamu'alaikum wr wb,
Ada penentang poligami yang bilang "Mana ada wanita
yang mau dimadu?", "Anak orang yang dipoligami kasihan
jadi korban"

Tapi ternyata Dr. Gina Puspita, Doktor Lulusan
Perancis di bidang Aeronotika, rela dimadu. Justru dia
yang mencarikan istri-istri bagi suaminya. Dan anaknya
justru bahagia.

Dibanding dengan anak Yusril yang ibunya dicerai,
justru anak Dr. Gina yang dipoligami lebih bahagia
karena ayahnya tidak bercerai dengan ibunya.

Wassalam

http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3963&Itemid=61

Dr. Gina Puspita : "Anak Saya Senang Memiliki Ibu yang
Banyak"      
Senin, 11 Desember 2006  
Dr. Gina Puspita, bercerita seputar pengalamannya
praktik poligami dengan sang suami, Dr. Abdurahman
Riesdam Efendi. Ini cerita pengalaman indahnya

Sudah hampir sepekan wacana poligami secara
terus-menerus diulas di berbagai media massa. Banyak
yang setuju dan tak sedikit yang sinis. Diantara yang
sinis, tentu saja para aktivis perempuan dan para
pengagum feminisme. Sabtu (9/12) kemarin, Koalisi
Perempuan dan  sejumlah lembaga swadaya masyarakat
(LSM)  menolak praktik poligami. Alasannya, poligami
melanggar hak-hak perempuan serta rawan terhadap
kekerasan psikis dan fisik.  Benarkah?

Kali ini hidayatullah.com mewawancarai Dr. Gina
Puspita. Sebelum ramai-ramai berkembang wacana
poligami, istri pertama Dr. Abdurahman Riesdam Efendi
ini boleh jadi diantara sekian Muslimah yang merasakan
sendiri pengalaman “dimadu”. Tidak seperti umumnya
pria yang ingin menikah lagi, ia mencarikan sendiri
calon untuk pasangan suaminya itu.

Tahun 1995, Abdurahman menikah lagi untuk yang kedua
dengan Basyiroh Cut Mutia. Enam tahun kemudian, ia
menikah yang ketiga  dengan Siti Salwa asal Malaysia.
Dan yang terakhir, menikah dengan Fatimah. Praktis ia
memiliki empat orang istri.

Jangan keliru, semua istri mudanya ini bukan pilihan
sang suami, justru  pilihan Gina alias sang istri
pertamanya. Tak seperti dugaan aktivis perempuan
selama ini, di mana poligami dianggap begitu rendah
dan rawan konflik. Mereka berempat justru sangat rukun
dan bahagia. Bahkan bekerja di kantor yang sama dan
tinggal seatap, tanpa ada masalah.

''Kalau suami sedang dengan istri yang lain, kami
bertiga ngobrol-ngobrol di satu kamar,'' tutur kepada
sebuah media Jakarta. Bila berada di luar kota, mereka
bertukar pesan lewat SMS. Pokoknya, akrab. ''Poligami
yang didasarkan pada Allah SWT tidak akan menimbulkan
masalah.'' tambah mantan Kepala Departemen Structure
Optimizition Divisi Riset & Development IPTN (Industri
Pesawat Terbang Nusantara) ini di sebuah harian di
Jawa Barat.

Apa kabar Anda dan keluarga?

Kami sekeluarga alhamdulillah sehat,semoga kesehatan
yg dirahmati Allah.

Lama tak dengar kabarnya, apa kesibukan Anda terbaru?

Selama kurang lebih 2 tahun terkahir kami banyak
berada di Malaysia. Alhamdulillah perusahaan yangg
dipimpin oleh guru kami Abuya Ashaari (pendiri Darul
Arqam yang dilarang mantan PM Mahathir Mohammad--
berkembang pesat di sana. Kebetulan Tuhan rizqikan
kami untuk ikut serta beraktifitas di sana selama 2
tahun. Setelah di sana terasa manfaatnya untuk
kalangan luas, dan perusahaan terus berkembang ke
berbagai negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, maka
mulai 2 bulan belakangan ini kami mulai menguatkan
kembali aktifitas perusahaan Rufaqa di Indonesia.

Saya dengar Anda juga punya proyek besar di Malaysia?
boleh tahu?

Di malaysia bukan proyek saya tapi perusahaan yang
dipimpin oleh guru saya, Abuya Ashaari Muhammad. Dari
tahun 1997 beliau mendirikan perusahaan Rufaqa namanya
yang bergerak di berbagai bidang seperti pendidikan,
ekonomi, sosial, kesehatan, kebudayaan dll. Kalau mau
jelas, boleh kunjungi website nya www.rufaqa.com &
www.rufaqadaily.com.

Sepekan ini banyak orang sibuk mendiskusikan poligami,
apa pendapat Anda?

Segala kejadian Allah yang menentukan. Diantara sekian
banyak hikmahnya, Allah nampaknya mau menunjukkan
keadaan masyarakat sekarang ini. Dan kita bertanggung
jawab untuk memperbaiki keadaan. Sebenarnya ada dua
kejadian yang terjadi secara serentak. Pertama tentang
poligami-nya  Aa Gym, kedua, monogami nya anggota DPR 
RI, tapi selingkuh.  Tapi yang diramaikan hanya
poligaminya. Bahkan poligami mau dilarang segala. 
Hehehe

Yang menarik, sikap masyarakat terbelah dua. Kasus
monogami selingkuh menjadi kasus cukup besar. Tapi
poligami, pernikahan secara sah justru yang dikatakan
zalim. Padahal menurut saya, monogami selingkuh itu
jauh lebih menzalimi perempuan. Seperti wanita ini tak
ada harganya. 

Menurut Anda, mengapa masyarakat justru seperti itu?
Saya tak menyalahkan masyarakat. Itulah keadaan
masyarakat yang kita perlu rasakan sebagai peringatan
Allah pada kita. Mungkin kita gagal membawa kebaikan
di tengah masyarakat ini. Saya juga maklum kenapa
banyak masyarakat awam begitu membenci poligami,
kerana memang susah mau mencari poligami yang dapat
dijadikan teladan di indonesia sekarang ini. Yang
lebih menyedihkan, yang sekarang berlaku bukan sekedar
diskusi tapi penafsiran-penafsiran terhadap Rasulullah
yang sifatnya merendahkan beliau. Jauh sekali daripada
mencari solusi. Lagi pula, mengapa banyak orang sibuk
membicarakan poligami atau bahkan terkesan begitu
ketakutan.  Padahal dalam Islam, poligami haya sekedar
satu dari sekian ribu syariat dalam agama kita.. Jadi
dia bukan perkara yang wajib. Tapi kok yang
biasa-biasa menjadi masalah Negara. Padahal Shalat
yang berkali-kali Allah katakan sebagai “tiang agama”
pun, Negara tak pernah peduli apakah  manusia
melakukannya? 

Anda termasuk diantara pelaku, sebelum banyak orang
melakukan. Bisakan bercerita pengalaman poligami?

Islam itu adalah “cara hidup”. Selain tentang Allah
yang utama, di dalamnya ada juga syariat yang beribu
jenisnya, yang mengatur kehidupan manusia di dunia
ini. Sepertimana janji kita dalam setiap kali shalat,
“inna shalolati wa nusuki… (dst), “hidup mati kita
untuk Allah, maka tentulah sebagai seorang Muslim,
kita perlu wujudkan janji kita dalam kehidupan. Kita
atur individu kita, ekonomi kita, pendidikan kita,
kebudayaan kita, rumah tangga kita, menurut Islam. Hal
ini tidak dapat kita wujudkan sendiri-sendiri.
Misalnya untuk mewujudkan pendidikan Islam, perlu guru
dan murid. Kalau sendirian mana mungkin dapat
terwujud. Itulah yang kami lakukan melalui perusahaan
Rufaqa ini. Sama halnya dengan masalah  rumah tangga. 

Setelah kami dididik oleh guru kami, kami (saya dan
suami) merasakan bahwa Allah mesti dijadikan
segalanya. Syariat Islam mesti diperjuangkan. Dengan
melihat keluarga guru kami yang memiliki 4 istri dan
37 anak, 200 cucu, namun semua justru menjadi
pendukung perjuangan Islam. Maka kami melihat (bukan
sekedar membaca buku atau hanya mendengar), bahwa
poligami juga dapat kita laksanakan. Atas kesepakatan
bersama itulah, saya dan suami –tentu saja atas
persetujuan guru kami-- maka kami tambahkan anggota
keluarga kami dengan mengambil salah seorang staf
Rufaqa  sebagai istri kedua untuk suami saya.

Siapa yang mencari dan melamarkannya?

Saya sendiri yang datang pertama kali dan menjelaskan
pada orang tuanya untuk menyampaikan hasrat kami. 

Apa sih yang ada di perasaan Anda  saat mencarikan
suami istri lagi?

Karena dari awal memang sama-sama berniat (saya, suami
dan  istri kedua) untuk menguatkan keluarga, maka,
masalah-masalah dalam keluarga dapat diatasi dengan
baik. Bertambah terasa kehebatan Allah. Ternyata belum
lagi kita baik, baru niat mau baik, tapi Allah sangat
memberikan bantuan-Nya. 

Apakah setelah poligami pernah cekcok? Atau cemburu?

Kalau beda pendapat sih dalam rumah tangga itu hal
yang biasa. Jangankan di keluarga yang praktik
poligami, dalam rumah tangga monogami pun ada. Tapi
karena sama-sama  sudah dididik oleh guru yang sama,
jadi setiap kali ada masalah, masing-masing  berusaha
untuk dapat menilai yang baik di sisi Allah. Bila
semua mempunyai tujuan yang sama yaitu keridhaan
Allah, perkara apapaun selalu jadi mudah. Kami
berempat serumah. Kecuali sekarang ini, dua orang
sedang bertugas di Malaysia. 

Menjadi istri "dimadu" apa tak membuat martabat Anda
sebagai seorang perempuan terhina?

Saya hendak mengingatkan kita bahwa dalam menilai
sesuatu, karena zaman ini sudah rusak, maka
nilai-nilai  manusia/moral juga sudah sangat jauh dari
kehendak Allah. Contoh saja; para wanita mengatakan
dirinya merasa “dihina” dengan poligami. Padahal itu
kan memang boleh menurut Islam. Tapi wanita diminta
buka aurat, ia menjadi tontonan. Tak satupun
menganggap dirinya merasa terhina. Padahal itu adalah
keadaan yang sangat menghinakan. Wanita sudah hilang
malunya karena ketiadaan iman. 

Poligami itu, bila dijalankan dengan tujuan
membesarkan Allah, kita akan merasakan bahwa itu
sangat baik untuk pendidikan hati kita. Kita akan tahu
bahwa kita belum sabar. Maka, kita akan belajar untuk
bersabar. Kita bisa tahu bahwa di hati kita ada hasad
dan dengki. Cemburu itu  adalah hasad dan dengki
adalah puncaknya. Lalu kita belajar untuk tidak hasad
atau dengki hingga timbul rasa tidak membahagiakan
orang lain.  

Bukankan manusia normal tak menginginkan suaminya jadi
rebutan wanita lain? 

Jadi, bila dikatakan manusia normal tidak mau
dipoligami? Manusia normal itu seperti apa? Apakah
istri-istri Rasulullah bukan wanita normal? Menurut
saya, manusia normal itu adalah manusia  yang tahu
dirinya hamba dan Allah sebagai Tuhannya. Tentu dia
akan sangat mencintai  Tuhan Nya. Dan dirinya akan
merasakan  bahwa syariat Allah adalah yang terbaik.
Bahkan sekarang kadang saya merasa malu dengan Allah.
Malu, mengapa “orang jahat” seperti saya tapi Allah
masih memberi rasa kebaikan-kebaikan dalam poligami.
Kalau saya saja yang menganggap “masih jahat” dan
masih diberi banyak kebaikan oleh Allah,  bagaiman
pula kehebatan keluarga Rasulullah?. 

Anda tidak takut, rasa cinta suami Anda tak akan
seperti di awal pernikahan? karena akan terbagi?

Tidak. Sebab suami dan kami punya cita-cita yang sama.
Untuk mencintai Allah. Dan mencintai Allah itulah 
yang dapat menambah kuat ikatan diantara kami semua.
Perlu kita sadari, kerana manusia sudah tidak
menganggap Tuhan segalanya, maka bila berumahtangga,
dia menganggap  suami adalah segala-galanya. Ya dengan
kata lain, cinta suami. Padahal, kalau kita
membesarkan cinta pada Allah,  maka Allah sendirilah
yang  akan mebagi kebahagiaan itu.

Bagaimana dengan kebutuhan finansial dan pembagian
perhatian terhadap anak-anak Anda suami menikah lagi?

Alhamdulillah Allah bukan saja mencukupkan, tapi
menambah-nambah. Dan alhamdulillah, anak-anak kami
semua justru bersyukur dengan poligami. Kemarin anak
saya yang berumur 10 tahun diwawancara sebuah majalah.
Dia mengatakan, begitu senang memiliki ibu banyak.
Banyak tapi  sayang. Dia pernah melihat seorang
aktifis perempuan begitu keras berkata tentang
poligami. Anak saya mengatakan, “Ini perempuan
bercakap bukan dengan akal lagi, tapi dengan nafsu.
Sangat emosional. Padahal, kami (anak-anak saya
maksudnya) suka dengan itu . tak ada penzaliman.” 

Apakah mungkin seorang suami bisa membagi perhatian
tiga orang istri dengan banyak anak berbeda-beda
misalnya?

Bisa. Bahkan hubungan anak-anak  semua sangat baik.
Tak ada perbedaan dia dari ibu yang mana. Suami saya
baru memiliki 4 orang anak. Tiga dari saya dan 1 dari
istri kedua. Istri ketiga dan keempat belum dikaruniai
anak. 

Banyak aktivis perempuan mengkritik poligami, apa
pandangan Anda menghadapi kritikan itu?

Jangankan untuk hal poligami, gerakan kaum feminis
hingga sekarang ini,  belum mendapatkan kejayaan.
Patutnya sekiranya jika mereka melihat gagalnya
perjuangan kaum feminis di Prancis yang menjadi sumber
awalnya. Saya pernah 11 tahun di Prancis melihat
sampai sekarang, di sana gerakan tersebut boleh
dikatakan tidak membuahkan hasil, yang ada justru 
kesengsaraan bagi kaum wanitanya. Banyak orang
berkonsultasi dengan saya. Sebab banyak hal yang
diperjuangkannya tidak sesuai dengan fitrah dia. Jadi
katakanlah dia mendapatkan apa yang dia mau, tapi
ternyata bila sudah mendapatkan, sesungguhnya dia
begitu tersiksa.  

Jadi apa hikmahnya bagi Anda dan kalangan Muslimah
dengan berpoligami?

Saya pernah mengatakan di media massa,  “poligami itu
indah dan memang perlu.” Perlu bagi wanita dan lelaki
sebagai pendidikan hati kita untuk dapat lebih mudah
membesarkan asma Allah.

Karenanya, saya menghimbau pada semua, mari kita
kembali pada Allah, Tuhan kita. Dialah penyelesai
segala maslah. Sekarang ini yang jadi masalah
sebenarnya bukanlah poligami. Jadi tak perlu sibuk
memerangi poligami. Sama halnya  sekarang banyak orang
shalat tapi masih korupsi. Lantas apakah dengan begitu
kita akan memerangi shalat? Banyak masalah lain yang
kita perlu selesaikan. 

Pendidikan kita sedang bermasalah. Ekonomi kita
bermasalah. Kebudayaan dan semua aspek kehidupan kita
sudah rusak dan itu adalah masalah. Maka mari kita
kembali pada Allah. Jadikan Ia segalanya. Bila
demikian akan selesailah semua masalah. Mau monogami
atau poligami, jika kembali pada Allah, tetap akan
membawa kehidupan yang harmoni. [Cholis Akbar]
 


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke