Jumat, 18/06/2010 14:36 WIB
Kolom Didik Supriyanto
Akal-akalan 
Andi Nurpati
Didik Supriyanto - 
detikNews



Jakarta - Jejak Anas Urbaningrum terulang. 
Anggota KPU Andi Nurpati menjadi pengurus Partai Demokrat. Memang tidak ada 
larangan, tapi tindakan ini telah melangkahi makna independen. Sekadar petunjuk 
tambahan, KPU tidak netral pada Pemilu 2009 lalu.  

Setelah Ketua Umum 
Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum mengumumkan susunan pengurus DPP PD, 
Kamis 
(17/6/2010), beberapa aktivis pemantau pemilu dan pengamat pemilu, geram. 
Mereka 
kecewa dan marah mendengar anggota KPU, Andi Nurpati, masuk dalam jajaran DPP 
PD.

Para pemantau dan pengamat pemilu sudah menyimpulkan, kelemahan 
menonjol dari KPU Pemilu 2009 adalah gampangnya lembaga ini diintervensi pihak 
luar, baik partai politik, pemerintah, maupun organisasi masyarakat. KPU 2009 
sesungguhnya tidak mandiri dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara 
pemilu sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. 

Banyak 
bukti yang bisa ditunjukkan, mulai dari keterlibatan dalam penyelesaian 
kekisruhan Pilkada Maluku Utara, jadwal kampanye yang disesuaikan dengan 
kunjungan presiden, kedatangan Ketua KPU ke TPS Cikeas, pengubahan hasil 
penghitungan suara, hingga kebijakan yang berubah-ubah dalam menangani Pilkada 
Toli-toli belakangan ini.

Namun, mereka tidak mengira, bahwa 
ketidakindependenan KPU tersebut dilanjutkan dalam bentuk wadag: anggota KPU 
masuk dalam pengurus partai politik, seperti dilakukan Andi Nurpati. Sebab, apa 
yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum pasca-Pemilu 2004, sesungguhnya telah 
menuai kritik tajam. Tentu para (calon) anggota KPU periode berikutnya telah 
menyadari hal itu. 

Artinya, jika dari awal menyadari bahwa dirinya tidak 
mampu membendung libido politik untuk berpartai, maka seharusnya mereka tidak 
perlu menjadi anggota KPU. Apalagi mempunyai pikiran menempatkan KPU sebagai 
batu loncatan untuk menjadi pengurus partai (sebagimana dilakukan Anas 
Urbaningrum) atau menjadi pejabat publik (sebagimana terjadi pada Hamid 
Awaludin).

Dua kasus itulah yang melatarbelakangi lahirnya ketentuan 
persyaratan menjadi anggota KPU sebagaimana diatur dalam UU No 22/2007. Pasal 
11 
huruf a menyatakan, bahwa syarat menjadi anggota KPU adalah, “bersedia tidak 
menduduki jabatan di pemerintah dan BUMN dan BUMD selama masa 
keanggotaan.”

Sedang Pasal 11 huruf i menyatakan, “tidak pernah menjadi 
anggota partai politik yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang sah atau 
sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun tidak lagi menjadi anggota partai 
politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik 
yang bersangkutan.”

Memang pasal itu hanya menyaratkan (calon) anggota 
KPU bukan berasal dari partai politik. Pasal itu tidak bicara, larangan anggota 
KPU atau mantan anggota KPU untuk menjadi partai politik. Namun teks itu harus 
dimaknai bahwa anggota KPU tidak boleh menjadi anggota partai politik baik 
sebelum maupun sesudah.

Jika sebelum menjadi anggota KPU telah menjadi 
anggota partai politik, maka dia tidak mungkin melepaskan dirinya dari 
kepentingan partai politiknya dalam proses penyelenggaraan pemilu. Sebaliknya, 
jika sesudah menjadi anggota KPU diperbolehkan menjadi anggota partai politik, 
maka anggota tersebut akan cenderung membela kepentingan partai politik yang 
hendak dimasukinya.

Hakekat ketentuan Pasal 11 UU No 22/2007 itulah yang 
diakali oleh Andi Nurpati.  Sesungguhnya dia paham hakekatnya, tetapi pura-pura 
tidak paham, karena dia sadar dirinya sedang bermain politik. Sekali lagi, 
inilah cara mengakali teks undang-undang, sebuah kecerdasan politisi kita yang 
tiada tanding.

Kasus Andi menjadi PR buat para perancang Perubahan UU No 
22/2007, bahwa persyaratan, pembatasan dan pelarangan (calon) anggota KPU 
memang 
harus jelas, sejelas-jelasnya, agar tidak dimainkan oleh orang-orang yang 
berlagak independen, namun sesungguhnya naluri berpartainya sangat 
tinggi.

* Didik Supriyanto:  wartawan detikcom. Tulisan 
ini merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pendapat 
perusahaan.

(diks/nrl) 




 



  






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke