Minang News Briefs & Commentaries #4-1                           February 2002
Minang membangun jaringan bisnis dan kerja.
Sebelum 'galodo'  melanda   Sumbar lagi.

Oleh:  Abdul Razak (Jakarta)

Ini hendaknya jadi Agenda Kerja penting jika  orang Minang,  di mana pun  berada,  ingin  menjadi 'bagian dari solusi', dan bukan 'lebur dalam problems'   Indonesia, khususnya Sumatera Barat, bagi generasi kini maupun turunannya.
      Apa visi, misi, perilaku (etos kerja) yang perlu dibangun kembali, mulai dari diri  sendiri, keluarga, lingkungan kerja, meluas ke  masyarakat sekelilingnya? Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
      Kajian "Lords of the Rim & Minang-kiau" (MC Baridjambek) menyimpulkan perlunya Minang membangun 1) solidaritas tinggi, 2) jaringan kerjasama di berbagai bidang usaha dan kerja, dan 3) pundi dana. Meniru secara bijak, kreatif dan kritis, kiat perantau Hua Kiau yang  menguasai ekonomi Asia dan Pasifik.
       Menangapi kesimpulan itu,  jo_angek<[EMAIL PROTECTED]>  menyimpulkan (deduktif):
*Minang perlu mengadopsi (grafting=mencangkok) banyak hal (yg  terbukti benar secara empiris) dari kultur Cina, manajemen modern, dan semangat hidup (strife for survival) yg sudah dibuktikan banyak orang dari berbagai etnis lainnya.
*Cina Hua Kiau gigih karena solidaritas sependeritaan yang mengharuskan mereka membangun jaringan kerja dan bisnis yg saling mengayomi. Direkat dengan kredo: sangsi hukum bagi pelanggar aturan main dan sistem nilai yang disepakati; rajin dan ulet menghadapi segala kerja; bersikap sederhana, hemat dengan dana; lembut dan sopan kepada tamu,tidak gagah-gagahan seperti  'dude' (istilah dari rantaunetter Edel).

Masalah  yang perlu diatasi:
Penanggap menditeksi  gejala sbb:
1) Minang berbisnis tanpa aturan yang jelas (awak ba awak, ka baretong bana). Mestinya ada pembagian tegas untuk evaluasi kerja dan metoda bagi hasil.
2) Tidak ada pemisahan wilayah bisnis dan wilayah keluarga sehingga sering membubarkan kongsi, dan  berpisah untuk bersaing di bidang  dan pasar yg sama, dengan asumsi 'rezeki awak indak ka pai ka urang lain'.
     Contoh kasus:  Sarimande membangun restorannya  berdampingan hanya 50 meter di sebelah restoran Simpang Raya di Jalan Margonda Raya, Depok.
     Secara agamis, tidak  salah,karena asumsi "tiap orang sudah dijatahkan rezekinya". Tapi menurut logika ekonomi, Sarimande keliru.  Pangsa pasar (menengah atas di Depok)  yang terbatas  kini diperebutkan dua restoran sekelas (dan yg lainnya) yg menawarkan menu dan harga yang sama.
     Kalau mau, keduanya bisa berkompromi, menyepakati spesialisasi produk/menu agar saling menghidupkan. Hua Kiau justru menghindari persaingan 'saling mencekik'seperti caranya Minang-kiau.
3) Minang lemah dalam memelihara kelanjutan usaha  atau  jaringan kemitraan agar bisa terus menggurita.
4) Cenderung cepat puas sebagai  'single player' (satiok urang barajo di hatinyo), dan sungkan mendengarkan saran orang lain (jiko nyo santieng,  aden indak ka batanyo).
     Orkes Gumarang, misalnya, populer tahun 60an. Redup dan menghilang, tanpa penerusnya.  Kenapa?  Dalam kelompok etnis lainnya di Indonesia, contoh serupa juga terjadi karena kelemahan yang sama.
Solusi yang diusulkan:
Jo-angek menyarankan: 1) model jaringan bisnis kekeluargaan Minang harus punya "aturan main yang rinci", bekerja dengan tujuan "bisnis harus meningkatkan kesejahteraan" bagi semua pihak,bukan sekedar "cari untung" (meski  diharuskan), apalagi  mengorbankan prinsip dan etika bisnis, dan 2) mengorganisasikan orang Minang yang ada di mana-mana.
 Kondisi Sumbar sekarang:
 Prof. Emil Salim mengingatkan agar  menyadari fakta-fakta berikut ini:
*Secara geologi, Sumbar "terapung di atas lempeng tektonis yang rawan gempa. Sering terjadi bencana alam "galodo",   tanah longsor dan lereng gunung runtuh."
* Pelabuhan Teluk Bayur berada di jalur lalulintas laut  sepi sehingga perlu upaya ekstra jika ingin menjadikannya 'entreport' dengan kerjasama pelabuhan lainnya.
* Luas kawasan pertanian sangat sempit (12% dari  42.279 km2) karena dihimpit pegunungan Bukit Barisan.
*Peluang sangat terbatas untuk menaikkan pendapatan penduduk Sumbar kalau hanya mengandalkan pertanian tradisional yang bertumpu pada air dan tanah semata-mata.(Perlu model pertanian yang lain).
* Sumbar tidak memiliki sumber daya alam yg kaya dan melimpah ruah.
*SDM di Sumbar merisaukan:10% dropped out SD, 41% tidak meneruskan ke SLTP, 67% tidak sampai ke SLTA (data thn 2000). Semakin tinggi jenjang sekolah, semakin rendah partisipasi anak usia sekolah.
* 40% dari 168.561 anak usia sekolah di kota Padang masih harus diajarkan mahir membaca Al-Quran  (menurut Dr.Marjohan M.Pd., Ka. Dinas Pendidikan Kota Padang).
* Kesehatan masyarakat sangat buruk (rawan gizi; kurang protein)
* Di Sumbar, ada delapan  universitas; 200 doktor, ratusan sarjana strata I dan II.(Apa saja inovasi, kreativitas, kontribusinya? Tertidur barangkali?Tidak diberi peluang? Atau kebanyakan puas jadi  pemain tunggal?)

     Emil Salim mendeteksi  "perkerabatan bersemangat budaya etnis seringkali menghambat pengusaha berkembang. Itu sebabnya, tidak banyak pengusaha besar asal Minang  bisa bertahan lama"(Emil Salim, 'Membangun dengan Pendekatan Etnis, Media Indonesia, 10/12/2001).
     Restoran Roda (di Matraman Raya, Jakarta), misalnya, "mati suri" karena pemiliknya "lalai" menyiapkan manajer pengganti dalam sistem organisasi usaha keluarga. Begitu juga pengusaha tekstil Rahman Tamin dan lainnya yang hilang dari peredaran tanpa pengganti.

Emil Salim menyimpulkan:
* Perlu hubungan sinergis antara kelompok masyarakat perantau dan kelompok rakyat di Sumbar.
* Fokus pada ikhtiar ekonomi oleh dan bagi rakyat kecil karena Sumbar miskin sumber daya alam.
* Strategi pembangunan bertumpu pada  skill dan knowledge-based development seperti yang dikembangkan Gebu Minang melalui  pusat kajian, pelatihan dan pengembangan SDM (di Lubuk Seluah, kabupaten Solok).
* Pemda Sumbar perlu membangun  iklim bisnis yg positif dan kondusif (hapuskan pungutan tidak resmi,  campurtangan Pemda dan DPRD yg terlalu banyak, persekongkolan berdasarkan KKN).
* Pemda sebaiknya berkonsentrasi membangun prasarana jalan, listrik, dsbnya yg tidak bisa dibiayai swasta.
* Beri keleluasaan kepada pengusaha untuk mengembangkan kewiraswastaannya.

Komentar:
So, What next? Sebelum 'Galodo' datang lagi. Alah tinggi hari,bung! Wake up! (Bangun!).Bak lagu Elvis Presley, "It's now, or never." Sekarang juga, jangan tunggu besok!
     Minang dihadapkan pada  pilihan antara aturan 'Fair Play' (Barat) atau 'Fair Share' (Timur, khususnya Jepang), atau kombinasi keduanya, dalam membangun jaringan kerja dan bisnis yang saling menguntungkan dan bertahan lama.Kedua acuan ini sama suksesnya,tapi  dalam  setting situasi, kultur, dan semangat yang berbeda. Minang perlu meniru "spirit of achievement"nya Melayu Malaysia.
       Prinsip-prinsip pokok "Fair Play" (aturan yang adil) dan "Fair Share" (aturan sama-sama untung)  bisa saja secara bijak, kreatif,kritis diambil dan dirumuskan sebagai paradigma dan model network Minang-kiau.
 Alasan:
       Kajian Ezra F. Vogel (bukunya, Japan As No.1, Harvard:1979) relevan sebagai acuan konseptual.  Dalam mencari jawaban  "Why Japan succeeded?", Ezra, sebagai social scientist, tiap tahun riset ke Jepang untuk menjawab "What lessons America can learn?"  saat Amerika  merosot  tahun 1970an, meski dalam berbagai hal negeri George W.Bush itu semula unggul. Tergeser setelah 'Rambo' terlibat aneka konflik Perang Dingin (yang berdarah-darah).
       Selepas dari Harvard University (Ph.D., 1958), Ezra mencari dalil-dalil generalisasi tentang "hubungan antara family and mental health that would hold true cross-culturally". Ia meneliti Jepang sebagai studi kasus untuk menguji hipotesa mengenai 'modern society'". Belakangan Ezra jadi Dubes di Tokyo.
       Kajian Ezra relevan dalam melihat bagaimana input kultural dan struktur organisasi kerja melengkapi, memberi spirit luarbiasa yang memacu Jepang menjadi 'the No.1" (sejak tahun 1970an).
       Pelajaran dari Jepang ini agaknya ikut memacu China (dan jaringan Hua Kiau) tumbuh jadi ekonomi terbesar no.3  di dunia sejak awal 90an, sebagaimana diyakini Sterling Seagrave (Lords of the Rim, 1996)  yang mengulas  "the Invisible Empire of the Overseas Chinese" di kawasan Asia Pasifik.
       Menurut World Bank, China mungkin jadi 'the No.1' tahun 2020, menggeser Jepang ke no.2, dan Amerika Serikat, no.3. Sukses China, antara lain, berkat besarnya pasar dalam negeri (1,2 milyar jiwa).
Investasi beternak ayam saja, misalnya, kembali dalam setahun. Selebihnya, tinggal ekspansi dan untung.
Konsep
Kajian Ezra, dan  pengamatan Dr. Bob Widyahartono (FE-Usakti), menemukan tiga konsep berikut ini:
       1) Prinsip 'Fair Play', berupa generalized principles dari  pengalaman Barat, mensyaratkan aturan  adil dan kesempatan yang sama (equal opportunity law) bagi semua pihak untuk berbisnis. Tapi prinsip ini  efektif dengan basis "individual dynamics/dynamism" sebagai syarat "Fair Deal", meskipun akhirnya "winners take all" (juara menguasai segalanya yang tidak pas dengan pandangan Timur).
       2) Prinsip 'Fair Share' (bagi-bagi peluang dan manfaat secara adil)  dari Jepang yang mengandalkan "group dynamics/dynamism", harmoni dalam mencapai konsensus dan keputusan penting. Terbukti struktur organisasi bisnis dan kerja yang justru membuat Jepang unggul.
        3) Sistem rekrutmen dan pengembangan SDM  untuk organisasi birokrasi dan bisnis  membuat  karyawan bangga dengan pekerjaannya dan loyal kepada perusahaan.Terbukti dengan kemampuan  memproduksi barang yang  kompetitif dalam harga dan terpercaja dalam mutu.
       Ilustrasi: SDM birokrasi dan usaha bisnis dipilih dari yang terbaik, lulusan universitas  terunggul, berdasarkan keyakinan sukses bermula dari mutu SDM. Maka itu, karyawan diberi pelatihan skills yang nanti diperlukan, dan pengalaman kerja dengan sistem rotasi penugasan, back to campus, dsbnya.
       Mereka bekerja  teamwork, bersemangat "group dynamics/dynamism". Seseorang dipromosikan setelah dia  berhasil membangun group kerja dan respek anggotanya . Manajer bisnis bekerja dalam sistem "bottom up" -- inisiatif bergerak dari  bawahan, tidak menunggu perintah  atasan.
         Usul rencana kerja terinci belum dinaikkan ke atasan sebelum semua seksi yang terkait dalam satu regu pekerjaan dikonsultasi. Kunci sukses organisasi kerja bertumpu pada 'Section', terdiri atas 8-10 karyawan, termasuk kepalanya (Ezra, p.131).
Ukuran Sukses?
Kajian Bob Widyahartono(FE-Usakti, Jakarta)  menemukan:
* Sukses dirasakan sebagai prestasi kelompok (group performance).
* Leadership memobilisasi semua bakat bawahan tanpa tekanan atau anggapan yang meremehkan bawahan.
* Semuanya dibimbing agar jadi 'star achievers' (bintang-bintang prestasi) di lininya masing-masing.
* Manajemen mengorganisasi tugas demi produktivitas, dan mengarahkan karyawan  mencapai tujuan organisasi.
* Praktek 'guanxi' (network/jaringan kerja Hua Kiau) dilandasi 'shin-yung' (saling percaya yang saling membutuhkan), interaksi komunikasi bisnis dan pemikiran strategik.
Kunci kiat manajemen:
Ezra (Lords of the Rim) menyimpulkan:
* Perusahaan Jepang "is committed to the whole individual, not simply to the task-related part of the individual (employee)." Manajemen mengembangkan potensi karyawan  seutuhnya (p.151).
* The primary commitment of a Japanese firm is not to its shareholders, but to its employees.(p.152).
* Success and failure come from group effort, and are never laid on the shoulders of a single person (p.157).
* Sukses dan kegagalan lahir dari upaya team, dan tidak pernah ditimpakan kepada satu orang.
* Create a sense of belong and sense of pride to workers, who believe their future is best served by the success of their company (p.154).
Ilustrasi:
     CEO  Alfred Sloan pernah menyombong bahwa perusahaannya, General Motors,  mampu  memberi dividen kepada shareholders selama depresi ekonomi AS, meskipun harus mem-PHK-kan pekerjanya.
     Sebaliknya, pimpinan perusahaan Jepang tidak akan pernah berkata begitu. Sebab "valuing profits above his employees would destroy his relationship with his workers". Meraih keuntungan atas pengorbanan buruh melukai hati terdalam para karyawan. Itu sebabnya, komitmen utama perusahaan Jepang bukan kepada pemegang saham semata, tapi terhadap karyawan.
      Hanya dengan cara begini, akhirnya shareholders juga akan beroleh manfaat.

Pilihan kreatif:
         Mungkin pilihan bagi Minang adalah: menggabungkan "individual dynamism (ID)" yang memberi sumber "energi" kreatif dan produktif di lingkungan kerja "group dynamics/dynamism (GD)", seperti team sepakbola.
         Prestasi satu/dua orang terkait kepada seluruh team. Sebaliknya, satu untuk semua, dan tiap orang memberi kontribusi (input) untuk sukses team. Dari pertandingan, juara menghormati team yang kalah, karena nilai prestasi sang juara juga banyak ditentukan oleh mutu lawan tandingnya.
         Tinggal -- bagaimana merumuskan definisi operasionalnya dalam mekanisme 'input--process--output--feedback--reprocess' untuk menyempurnakan output dalam suatu organisasi kerja dan bisnis berdasarkan gabungan ID dan GD.
Rumusan kultural
       Acuan budaya tetap relevan sebagai rangkaian makna dan nilai yang melekat pada setiap orang. Karena  kultur adalah kerangka kerja yang memberi kita "bagaiman hidup harus dihidupi.'  Kultur menghimpun "nilai, norma, etika, moralitas" yang memberi ciri pada perilaku dalam membedakan salah dan benar, adil atau zalim.
        Persaingan organisasi kerja di Barat disikapi melalui "persaingan, tantangan, konfrontsi dan situasi konflik" yang menghasilkan "winners take all."
        Tapi organisasi bisnis dan kerja di Timur bekerja berdasarkan visi "Fair Share" dengan jalan "mencari  kompromi, akomodasi, dan konsensus."
        Lee Kuan Yew (Singapore)  dan Mahathir Mohammad (Malaysia) paling gigih mengembangkan pola 'Fair Share" melalui  politik 'Look East' (Belajar ke Timur) untuk  mengembangkan ekonomi dan SDM.
       Dua tokoh ini pula yg paling gigih mendahulukan pengembangan SDM pada periode awal pembangunan tahun 1970an. Lee terus menerus memprovokasi  pelajar dan mahasiswa agar jadi  "Be the Best" (Jadilah yang terbaik!).Di setiap perusahaan modern, pasti ada SDM lulusan universitas Singapura.
      Sedangkan Mahathir menyediakan bea siswa bagi belasan ribu warga mudanya untuk melanjutkan studi ke berbagai perguruan tinggi di luar negeri.
      Sementara itu, pada masa yang sama, Indonesia tidak secara terang-terangan, sistematis dan terprogram,  memacu SDM karena pimpinan negara, instansi, perusahaan, bahkan sebagian perguruan tinggi (dosen, dekan,dsbnya)  melihatnya sebagai "membesarkan anak harimau", "berbahaya", melahirkan "matahari kembar." Banyak kasus  orang-orang  berbakat, berpotensi, akhirnya "meradang", melepaskan diri, pergi atas resiko sendiri.
      Bagi orang Minang, pilihannya tidak bisa  lain. "If you do not look and plan ahead,Minang will be left behind!" Jika tidak merancang dan berbuat dengan visi dan misi jauh ke depan, Minang akan tertinggal kereta.Ibarat 'timun bungkuk', masuk tak menambah, dibuang pun tak dihiraukan orang. Apa maunya begitu?
        Pilihan  bijak, kreatif,  kritis, tapi tetap rendah hati, adalah menjadi "the best", bermitra dengan siapa saja, jadi "terbaik" di lini,  bidang, profesi masing-masing, berdasarkan prinsip "fair play" dan "fair share". Syukur bisa jadi teladan bagi etnis lainnya, dan 'Rahmatul lil-Alamin'!.
       One BIG human step to the moon began with a series of small steps on Earth.Langkah BESAR dimulai dengan berbagai langkah kecil di bumi. Sunnatullah-Nya begitu!
        "I've done my modest part."  Giliran Anda, rekan-rekan dan dusanak, memberi kontribusi ikhtiar. Selamat kepada semuanya. God bless you, Minang's "thinkers, planners, doers". (AR).
________________________________________________________
Salam hangat dari rekan-rekan di:
Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat
Yayasan Imam Bonjol
Jalan Walang Baru VII A No.7, Jakarta 14260
Telephone: (62-21) 430.6813. Fax & Voice mail: (62-21) 430.6811
Pengurus:
Aswin Jusar, Ketua: <[EMAIL PROTECTED]>
M.C. Baridjambek, Sekretaris: <[EMAIL PROTECTED]>
Darmasyah Darwis, Bendahara: <[EMAIL PROTECTED]>
Anggota:
Abdul Razak, M.Sc.: <[EMAIL PROTECTED]>
Drs Asmun A. Syueib,MA :<[EMAIL PROTECTED]>
Dr.Ir.Suheimi Nurusan :<[EMAIL PROTECTED]>
Ir.Ridwan M.Risan:<[EMAIL PROTECTED]>
Chairil Anwar,S.E.: <[EMAIL PROTECTED]>
Risda Djambek: <[EMAIL PROTECTED]>
__________________________________________________ RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 =============================================== Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ATAU Kirimkan email Ke/To: [EMAIL PROTECTED] Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama: -mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda] -berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda] Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung ===============================================

Kirim email ke