Ass.Wr.Wb.

Kalau saudara Muchlis mengatakan bukan "cangkir
kopinya",maka saya akan mengatakan "bukan gelas
teh,campur susu " saya dalam masalah ini.

Namun,saya berpendapat masalah ini harus benar2 di
pikirkan matang2 baik dan buruknya di masa
kedepan.Sebelum kita melangkah lebih baik dibicarakan
secara jujur dan jelas,efek negatif dan positif dr
semua tindakan itu.Lebih baik kita jujur,..apakah
memang mgkn American Open mau di mu'adalahkan.

Saya hanya khawatir,..kita2 jadi banyak yg lari
kesana,..dan tentu Universitas itu milik
Amerika.Sementara Amerika,..kita2 semua sdh tahu
sendiri sepak terjang nya.Disini saya ngak mau memulai
membuka dugaan2 tsb.Saya mohon kita semua
memikirkannya terlebih dahulu.

Kalau kita byk lari kesana siapa lagi yg akan
mendalami Islam di Al Azhar,Cairo ini.tentu semua kita
lebih senang mengambil yg termudah dan
tercepat,asalkan dpt gelar MA,atau Doktor,tanpa
memandang yg lainnya.belum lagi efek2 lainnya.Saya blm
berani membuka,krn ini hanyalah dugaan2 saja,tapi bila
ada teman2 yg terbuka membicarakan masalah ini ,itu
lebih baik,..dan kita ambil solusi yg terbaik juga.

Kalau mau ganti nama sih,..mana mgkn
Muchlis,..?Universitas itu kan bukan milik kita,..atau
bagaimana kalau kita buat Universitas tersendiri utk
mencetak ulama2 magister dan doktoral,..dgn rektornya
muchlis sendiri,..dan Pak muchlason,..sumber dana
tetap kita(he..he..canda..tapi ini perlu dipikirkan).

Wassalam.Rahima

--- Muchlis Hanafi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 1. Sebelumnya saya mohon maaf karena sebenarnya ini
> bukan “cangkir
> kopi” saya. Kawan-kawan yang di “open” mungkin yang
> paling berhak
> membicarakannya. Tapi karena di Muntada saya sudah
> “merasa” sebagai
> bagian dari kawan-kawan maka saya coba
> menyampaikannya, dengan harapan
> kita dapat menemukan solusi yang terbaik. Sebelum
> masuk pada masalah
> ada beberapa mukaddimah.
> 
> 2. Belakangan ini dunia pendidikan kita dirundung
> kemunduran. Mengenai
> kualitasnya,  menurut hasil penelitian lembaga
> konsultan Singapura (The
> Political and Economic Risk Consultancy) September
> 2001, sistem
> pendidikan Indonesia berada di urutan 12 dari 12
> negara Asia. Levelnya
> lebih rendah dari level Vietnam. Hasil penelitian
> UNDP tahun 2000
> menunjukkan kualitas SDM Indonesia yang merupakan
> out put sistem
> tersebut menduduki urutan ke 109 dari 174 negara.
> Urutan ini jauh
> dibanding Singapura (24), Malaysia (61), Thailand
> (76), Filipina (77).
> Maka sangat wajar kalau kalangan Diknas saat ini
> bekerja mati-matian
> untuk memperbaiki citra pendidikan kita yang semakin
> merosot.
> 
> 3. Di tengah usaha keras memperbaiki citra tersebut,
> belakangan ini
> dunia pendidikan kita juga diramaikan oleh adanya
> penawaran dari
> beberapa lembaga pendidikan tinggi yang menggunakan
> nama asing dengan
> memberi kemudahan program studi dan gelar
> kesarjanaan. Iklannya ada di
> mana-mana, termasuk ada beberapa mahasiswa Kairo
> yang “mengaku” menjadi
> refresentatif lembaga semacam itu dan menyebarkan
> brosur beberapa waktu
> lalu. Mulai saat itu banyak orang, terutama pejabat
> dan tokok publik,
> yang menggunakan gelar DR, MM, MBA dsb.  Termasuk
> diantaranya Hamzah
> Haz, Wapres kita. Dirjen Dikti dalam hal ini sangat
> tegas. Dalam edaran
> No.1146/D/T/2000, beliau menghimbau masyarakat agar
> waspada dan
> berhati-hati terhadap berbagai tawaran pendidikan
> tinggi.  Dalam edaran
> tersebut disebutkan ciri-cirinya:
> 1. Menawarkan berbagai macam gelar dari luar negeri,
> atau gelar-gelar
> dari lembaga yang menggunakan nama asing.
> 2. Menawarkan berbagai macam kemudahan seperti
> halnya alih kredit,
> mahasiswa pindahan, keringanan SPP, pembebasan SPP,
> beasiswa, kelas
> paralel, kelas jauh, kuliah jarak jauh, kelas
> ekstensi, jaminan wisuda,
> pemendekan lama studi, kelas akhir pekan, program
> yang
> dipadatkan/dimampatkan, kelas khusus, kelas
> eksekutif dan kemudahan
> lain yang sejenis. (Lebih jauh lihat dalam website
> Dikti www.
> dikti.org)
> 
> 4. Dalam surat Dirjen Dikti tertanggal 6 Mei 2002 ke
> Pemred Kompas
> tentang tanggapan surat pembaca tentang Kelas jauh
> dan Gelar,
> disebutkan nama-nama lembaga yang dianggap telah
> melakukan penjualan
> gelar. Diantaranya Senior University (Universitas
> Kaum Sepuh, kali
> ya….artinya), Harvard International University
> (Keduanya pernah
> dipromosikan oleh mhs Kairo, saya sebut saja
> namanya; Hasminto Yusuf
> dkk), World Association of Universities and
> Colleges, American World
> University, Northern California Global University
> (dengan perantara
> yang berbeda), Edtracon International Institute,
> Institute of Business
> & Management "Global", American Management
> University, American Global
> University, American International Institute of
> Management and
> Technology, Jakarta Institute of Management Studies
> (JIMS), Distance
> Learning Institute (DLI), AIMS School of Business
> Law, Washington
> International University, American Institute of
> Management Studies,
> International Distance Learning Program (IDLP), San
> Pedro College of
> Business Administration, Kennedy Western University,
> dll. (lihat:
> www.dikti.org). Dengan sangat geramnya, Pak Satryo
> (Dirjen Dikti) yang
> dikenal sangat “dugri” mengatakan, tindakan seluruh
> lembaga tersebut
> jelas menyesatkan dan menimbulkan kemunduran
> pendidikan nasional. Bagi
> pemakai gelar seperti itu dan lembaga yang
> mengeluarkannya ada sanksi
> hukum yang akan dikenakan. (Berdasar Undang-Undang
> Nomor 2 Tahun 1989
> tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 55 dan
> Undang-Undang Nomor 8
> Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 62).
> Bahkan, menurut
> Azyumardi, dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional yang
> sedang dibahas
> ancamannya bisa mencapai Rp 1 milyar.
>   
> 5. Berangkat dari kenyataan seperti itu, ketika
> ditanya oleh beberapa
> kawan tentang status/ Akreditasi American Open
> University di Indonesia;
> muadalah atau tidak?, Azyumardi Azra langsung
> menjawab, “tidak muadalah
> dan tidak akan dimuadalahkan!” Sebab, menurut
> beliau, modus operandinya
> hampir sama dengan beberapa lembaga yang disebut di
> atas. Katanya,
> beliau juga pernah menanyakan masalah ini ke Dirjen
> Dikti, karena waktu
> ke Kairo thn 1999 beliau pernah ditanya dengan
> pertanyaan yang sama.
> Saya yang kebetulan mendengar pembicaraan seputar
> masalah tersebut di
> Wisma mencoba menjelaskan sistem pengajaran, ujian,
> penulisan risalah
> dan tesis (sesuai yang saya tahu, mudah-mudahan
> tidak salah) yang
> berlaku di “Open”. Saya juga katakan, Guru-guru
> “mereka” (kawan-kawan
> yg di Open) adalah juga guru-guru kami di Al-Azhar.
> Beliau lalu
> menanyakan, apakah American Open yang di Amerika itu
> atau yang di pusat
> (Virginia, kalau tidak salah) itu diakreditasi oleh
> pemerintah
> setempat? Yg ini saya tidak bisa menjawab. Menurut
> beliau, syarat
> sebuah perguruan tinggi asing diakreditasi oleh
> BAN-PT (Badan
> Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) adalah; 1)
> diakreditasi oleh
> pemerintah setempat, dan 2) memiliki kampus dengan
> standar yang layak.
> 6. Dari dua obrolan beberapa kawan mahasiswa tentang
> Open bersama
> Azyumardi di Wisma dan di kediaman Pak Mustafa
> Abdurrahman (16/8) yang
> kebetulan saya ikuti saya berkesimpulan citra
> American Open Univ di
> Kairo yang saya kira cukup terhormat, ikut terkotori
> oleh beberapa
> lembaga di atas. Apalagi 5 dari 19 lembaga
> pendidikan tersebut
> menyandangkan label “American” seperti American
> World University,
> American Management University, American Global
> University, American
> International Institute of Management and
> Technology, dan American
> Institute of Management Studies. Saya sempat
> berfikir, gimana kalau
> kawan-kawan mengusulkan agar namanya diganti saja.
> Saya kira perlu
> dicarikan solusinya, terutama bagi kawan-kawan yang
> di open.
> 7. Bagi kita gelar mungkin bukan segalanya. Mau
> dimuadalahkan atau
> tidak yang penting kapabilitasnya tidak diragukan.
> Kata guru saya,
> “Pengakuan ijazah yang sebenarnya adalah dari
> masyarakat.” Saya kira
> kita sudah mempersiapkannya. Bagi yang berprinsip
> seperti ini saya kira
> “oleh-oleh” kunjungan Azyumardi tidak ada
> pengaruhnya. Tapi saya kira
> tidak ada salahnya kalau wacana ini kita bicarakan.
> Jika perlu
> melibatkan Atdikbud selaku pemegang otoritas. Gimana
> Abu Shafa? 
> Saya tunggu komentar kawan-kawan. Sekali lagi mohon
> maaf. Ini bukan
> “Cangkir kopi” saya.
> Dirgahayu RI ke- 57. 
> 
> 
=== message truncated ===


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
HotJobs - Search Thousands of New Jobs
http://www.hotjobs.com

RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe,
anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini.

Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: 
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
===============================================

Kirim email ke