Haa...... yaiyai.....!!!, kalau caka iko dunia pendidikan kito, kamaa.... kadi sikolahkan anak2 Bundo ko. Kok apaknyo bagaji sasuai  UMR, anak ado limo, baa caro nyo pambayie uang sikolah nyo. Tapaso korupsi atau jalan pinteh apak nyo kini (kalau indak kuek iman nyo). Sia ka nan mauleh, info dai bundo ko, ambo indak pandai mangecek'en nyo lai !
 
Wass,
M.St.B
----- Original Message -----
Sent: Wednesday, June 18, 2003 5:45 PM
Subject: [RantauNet.Com] 250 Juta untuk UI

Assalamu Alaikum W. W.

Iko ado pulo nan bisa masuak UI harus bayie 250 juta ITB 45 juta (minimal). Nanti sasudah manjadi manjadi dokter atau insinyur urang ko manjadi tukang peras masyarakat atau gila duit. Kasihan generasi mendatang. Bagaimana dengan Unand ada jugakah program seperti ini? Nanda Rahyussalim bagaimana kalau ditinjau dari professional? Mungkin tiap-tiap semester mahasiswa ini bisa lulus juga dengan mudah asal punya fulus. Tapi ini kan pemerataan.

Wassalam Bundo Nismah

SUARA PEMBARUAN DAILY

Masuk FKUI Rp 250 Juta

JAKARTA - Berkurangnya subsidi dari pemerintah pada dunia pendidikan menyebabkan berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) membuka jalur khusus dengan biaya yang sangat tinggi. Bahkan menurut informasi yang diperoleh Pembaruan, dari mahasiswa, Selasa (17/6), sumbangan masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) melalui program kuliah mandiri mencapai Rp 250 juta.

Untuk program-program mandiri, setiap universitas memasang harga bervariasi. Tahun lalu FKUI menarik biaya Rp 217 juta yang harus dibayar di muka, tahun ini calon mahasiswa diminta menyumbang Rp 250 juta. Sementara Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun ini membuka program yang mewajibkan calon mahasiswa menyumbang minimal Rp 45 juta. Universitas Gadjah Mada

(UGM) memasang tarif minimal Rp 5 juta, sementara Universitas Diponegoro

(Undip) Rp 25-Rp 125 juta.

Pembantu Rektor III UI bidang kemahasiswaan, Arie Susilo, ketika dikonfirmasi soal tingginya biaya perkuliahan program mandiri enggan berkomentar. Dia hanya mengatakan, program mandiri tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan akademik. Namun, UI tetap tidak ingin mengorbankan perkuliahan dan nama baik universitas itu.

Sementara itu, Kepala Humas UI, Dienaryati Tjokro, menegaskan UI tetap memegang teguh prinsip penerimaan mahasiswa dengan mengedepankan proses seleksi ketat 100 persen lewat jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Dicontohkan, salah satu fakultas di UI daya tampungnya 70 orang, padahal anak yang memiliki nilai potensial akademik sesuai standar fakultas berjumlah 200 orang. Akhirnya rektor dan pemimpin universitas mengambil kebijakan untuk mengambil siswa tambahan sebanyak 20 persen. Hanya, siswa tambahan itu harus membayar uang masuk yang berbeda.

Dikatakan, uang masuk kuliah untuk mahasiswa melalui program mandiri bervariasi. Untuk program mandiri di fakultas ilmu sosial dan teknik sebesar Rp 25 juta sampai 75 juta, sedangkan untuk program ilmu kedokteran mencapai di atas Rp 200 juta.

Dikatakan, dana dari mahasiswa yang masuk lewat program mandiri itu dimanfaatkan oleh manajemen UI untuk program subsidi silang bagi siswa kurang mampu. Pasalnya, berdasarkan penelitian biro akademik UI, rata-rata tiap tahun terdapat sekitar 20 persen mahasiswa yang masuk lewat jalur SPMB terancam drop out karena tidak mampu meneruskan kuliah.

"Kami ingin menyelamatkan mereka yang putus kuliah melalui lewat program ini. Sedangkan di FKUI kenapa biaya kuliahnya mencapai sebesar itu, tidak lain karena laboratorium yang ada di FKUI sangat mahal, dan ini juga dimanfaatkan oleh mahasiswa yang lulus lewat jalur SPMB," ujarnya.

Dicermati

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Satryo S Brodjonegoro kepada Pembaruan di Jakarta, Senin mengatakan, pemerintah akan mencermati kebijakan PTN yang menerima mahasiswa melalui jalur khusus dengan biaya tinggi.

Menurut dia, pemerintah akan menuntut akuntabilitas penggunaan dana dari masyarakat tersebut. "Kita harus mengetahui secara jelas kemana dana itu digunakan. Apakah untuk dosen, pengembangan fasilitas atau bagaimana. Itu yang akan kita tuntut dari PTN-PTN tersebut," katanya.

Ditambahkan, masalah akuntabilitas itu akan menjadi pilar penting dalam pemantauan Dirjen Dikti, sehingga masyarakat tidak dirugikan. Selain itu, adanya program mandiri jalur khusus itu tidak akan menjadikan diskriminasi di lingkungan pendidikan tinggi negeri.

Dijelaskan, maraknya PTN berbiaya tinggi disebabkan karena subsidi dari pemerintah tidak mencukupi. Idealnya, menurut Satryo unit biaya mencapai Rp 18 juta per mahasiswa per tahun. Sementara subsidi dari pemerintah hanya Rp 5 juta per mahasiswa per tahun.

Diakui, kebijakan setiap PTN membuka jalur khusus dengan biaya tinggi adalah kewenangan PTN yang bersangkutan. Kewenangan tersebut sudah tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional yang memberikan kebebasan bagi rektor untuk memutuskan proses seleksi masuk calon mahasiswa.

Meskipun demikian, dia menepis anggapan bila PTN akan mendahulukan mahasiswa yang berduit daripada yang cerdas hanya karena kebutuhan PTN akan dana. Dikatakan, senat universitas dan masyarakat akademik di PTN pasti memiliki kepekaan dan naluri agar kampusnya tidak dikorbankan.

"Saya contohkan ITB. Memang ITB meminta kesediaan calon mahasiswa untuk membayar minimal Rp 45 juta. Tetapi dalam formulir kesanggupan menyumbang, tidak ada yang mengisi Rp 45 juta. Angka yang diisi adalah Rp 50 juta sampai Rp 500 juta. Artinya ada kekhawatiran calon mahasiswa bahwa semakin sedikit dia menyumbang maka peluangnya makin kecil. Padahal dalam proses seleksi, angka itu kita tutup dan hanya melihat skor. Jadi PTN masih tetap memperhitungkan kemampuan dan juga kesanggupan pembiayaan orang tua," katanya.

Tidak Mengurangi

Satryo menjamin bahwa mahasiswa yang masuk melalui program mandiri tidak akan mengurangi jatah penerimaan mahasiswa yang masuk dengan jalur reguler lewat seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) yang biaya perkuliahannya rendah. Menurut dia, pemerintah telah menentukan subsidi per mahasiswa per tahun Rp 5 juta, dan ini harus tetap mendapat tempat di PTN.

"Berapapun mahasiswa berani membayar di PTN, kami tegas soal jatah yang harus dinikmati mahasiswa yang dapat lulus dengan jalur biasa. Komitmen kita tetap, subsidi kita berikan pada yang pandai dan tidak mampu," katanya.

Dia memastikan bahwa PTN tidak akan berani memasukkan mahasiswa jalur khusus terlalu banyak, diperkirakan hanya sekitar 10-20 persen. Selain karena kemampuan masyarakat terbatas, juga daya tampung yang tidak memungkinkan, terutama untuk program-program yang membutuhkan perlengkapan laboratorium.

Lebih lanjut dikatakan, tambahan mahasiswa yang masuk melalui jalur khusus ini tidak akan berpengaruh dalam penyediaan fasilitas karena PTN sendiri mempunyai dosen berlebih. (AS/E-5)

Last modified: 17/6/03

 


Do you Yahoo!?
SBC Yahoo! DSL - Now only $29.95 per month!

Kirim email ke