Server RantauNet berjalan atas sumbangan dan kerjasama dari para anggota, simpatisan 
dan semua pihak yang bersedia membantu. Ingin menyumbang silahkan klik: 
http://www.rantaunet.com/sumbangan.php
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

--- zul amri <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Uni Rahima dan Sanak Mulyadi sarato Cicille Yth :
>  
> Ambo sapandapek jo Uni Rahima bahaso masalah Sains
> modern ataupun masalah agamo yang berpedoman dari 
> Alquran ko dibahas sajo  di jalur umum di rantaunet
> ko , karano banyak pulo dari para netter nan ingin
> tahu pulo jalan diskusinyo , sarupo ambo nan bodoh
> nangko , tadinyo  ambo indak tahu bagai doh apo tu
> "Kloning" ,  ambo kiro "kloning" tu samo aratinyo jo
> "klonan" yakni lalok sambia bapalukan , dek lah ado
> panjalasan panjang leba disiko , mangarati lah ambo
> banyak sangeneknyo tantang hal itu . Beko uni Ima
> sajo nan badiskusi jo Cicille baduo di japri , kito
> tetap sajo katinggalan ilmu pangatahuan , 

Hihihi,.da Zul..da Zul,..( hua,,ha..ha..ha.. )kloning
itu sama dengan foto copy,kata mereka sih.bukan
kelonan ( kelonan di kasur da Zul ).Tapi sampai saat
inipun hal itu masih diragukan,karena belum ada bukti
yang kongrit.Lihat saja perkembangannya.bisa dikuti di
media massa koq da Zul.Tapi dalam Islam,jelas ini
merupakan salah satu jalan merendahkan derajat manusia
itu sendiri.dan menimbulkan masalah.Tapi ini bukan
berarti hal yang dilarang dalam agama.Silahkan di
analisa,di teliti dan dicoba.Bahkan sudah ada yang mau
jual katanya ( hihihi,.mau beli da Zul,..?? )

Kenapa saya katakan merendahlan derajat manusia itu
sendiri.Manusia di ciptakan oleh Allah ta'ala sebagai
khalifah di muka bumi,sebagai subjek bukan objek.Belum
lagi masalah moral,warisan,dan segala macam,yang ngak
jelas pada akhirnya,menimbulkan kalang kabut,ngak
jelas,siapa ayahnya,bagaimana kalau sang anak menuntut
dan sebagainya.( tapi ini hanya baru
pertanyaan-pertanyaan dan sekaligus sudah di jawab
oleh ulama,sebelum adanya manusia kolning itu sendiri
).Pokonya kita tunggu saja,berhasilkah manusia kloning
ciptaan manusia itu sendiri..?

ini saya copykan da Zul sebagiannya.

Sabtu, 27 Oktober 2001

Kloning Manusia dan Posisi Agama-agama 
Muhamad Ali

KLONING manusia memang baru tahap rencana. Seorang
dokter, seorang kimiawan, dan pengusaha bersikeras
akan melakukannya November mendatang. Jika saat domba
Dolly diumumkan awal tahun 1997 di Skotlandia, banyak
orang mulai khawatir bakal ada kloning manusia, maka
kini kekhawatiran banyak kalangan terasa makin kuat.
Perdebatan sains, etika, dan agama pun mencuat
kembali. Fenomena kloning manusia persis seperti
pernah digambarkan Albert Einstein, perfection of
means and confusion of ends seems to characterise our
age, saat ia mengalami "konflik batin" melihat bom
atom nuklir dipakai menghancurkan Hiroshima dan
Nagasaki Jepang. 
Masih kontroversial 
Banyak ilmuwan menolak kloning manusia. Kloning
manusia akan merendahkan martabat manusia (human
dignity), bertentangan dengan kaidah alam, tidak aman
(abnormalitas pada banyak ekperimen hewan) dan tidak
efisien (membuang-buang sel telur manusia). Ian Wilmut
dari Edinburgh yang berhasil dengan Dolly-nya
khawatir, we are seeing a great range of
abnormalities. Richard Kass mengatakan, What does it
mean to be a human being? A relation between what is
given to us naturally and what we make of ourselves
culturally. 


Pandangan Islam terhadap Kloning Manusia 
* Nasaruddin Umar
Kloning (istinsakh) manusia menjadi isu pembicaraan
semakin menarik para ulama akhir-akhir ini. Percobaan
kloning pada binatang memang telah berhasil dilakukan,
seperti kelahiran anak domba (Dolly) yang diujicoba
dalam tahun 1996, tikus (1997), sapi (1998), babi
(1999), kera (2000), kucing (2001). Awal April lalu dr
Severino Antinori, ginekolog dari Italia, mengumumkan
keberhasilannya menumbuhkan janin hasil kloning
manusia. 
Kloning adalah upaya untuk menduplikasi genetik yang
sama dari suatu organisme dengan menggantikan inti sel
dari sel telur dengan inti sel organisme lain. Kloning
pada manusia dilakukan dengan mempersiapkan sel telur
yang sudah diambil intinya lalu disatukan dengan sel
dewasa dari suatu organ tubuh. Hasilnya ditanam ke
rahim seperti halnya embrio bayi tabung. 
Sebagai suatu fenomena baru, kloning melahirkan
beberapa pertanyaan mendasar di kalangan ulama. Apakah
kloning pada diri manusia dapat dibenarkan? Bagaimana
jika kloning dilakukan menggunakan DNA suami yang sah?
Dapatkah perempuan menggunakan DNA-nya sendiri?
Dapatkah sepasang suami istri menggunakan DNA anak
kandungnya sendiri? Atau, apakah kita berhak dan
darimana hak itu diperoleh untuk menggunakan DNA
sendiri? Bagaimana kalau salah seorang di antara suami
istri tidak setuju dengan proses kloning itu? 
Kelahiran non-konvensional ini lebih jauh akan
berdampak pada sendi-sendi institusi keagamaan yang
sudah mapan. Seseorang bisa saja punya anak tanpa
istri atau suami. Seseorang cukup memesan sel telur
pada sebuah bank sel telur yang mungkin sudah
dilengkapi dengan penyedia jasa rahim sewaan.
Bagaimana jadinya institusi keluarga dan perkawinan
serta konsep-konsep lain yang sudah mapan seperti
muhrim, wali, nasab, kewarisan, kekerabatan? Bukankah
keluarga dibentuk tidak hanya untuk melahirkan
keturunan, tetapi yang lebih penting adalah memberikan
perlindungan psikologis terhadap sanak keluarga.
Bukankah inti dari sebuah perkawinan untuk mewujudkan
ketenteraman dan kedamaian? 
Institusi perkawinan di samping berfungsi sebagai
kontrak sosial ('aqd al-tamlik) yang melahirkan
kesadaran dan tanggung jawab sosial antara kedua belah
pihak, juga berfungsi sebagai ibadah ('aqd
al-'ibadah), karena mendeklarasikan sesuatu yang
tadinya haram menjadi boleh dilakukan antara kedua
belah pihak sebagai suami-istri. Di dalam Q.S. al-Rum
ayat 20 disebutkan: "Dan di antara kekuasaan-Nya ialah
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
agar kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya". 
Praktik dan prosedur pelaksanaan kloning dapat
diidentifikasi beberapa macam. Pertama kloning
dimaksudkan untuk "memproduksi" seorang anak dan yang
lainnya mengkloning organ-organ tertentu dari anggota
badan untuk keperluan tertentu. Yang pertama mempunyai
dua tujuan. Untuk mengupayakan keturunan bagi pasangan
yang mandul dengan cara mengkloning DNA dari suaminya
yang sah. Serta untuk kepentingan sains dan teknologi
semata. Sedang kloning terhadap anggota badan untuk
mengganti jaringan sel yang rusak di dalam tubuh. 
Pertimbangan teologi 
Al Quran mengisyaratkan adanya intervensi manusia di
dalam proses reproduksi manusia (Q.S. al-Mukminun/
22:13-14): 
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah (12). Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik 
Ayat ini mengisyaratkan unsur manusia ada tiga unsur,
yaitu unsur jasad (jasadiyyah), unsur nyawa (nafs),
dan unsur roh (ruh) yang dalam ayat ini disebut
khalqan akhar. Seseorang baru disebut manusia jika
memiliki ketiga unsur ini. Itulah sebabnya sebagian
ulama Fikih, terutama di kalangan Hanafiah tidak
menganggap dosa besar terhadap aborsi di bawah empat
bulan, karena mereka menganggap proses installing roh
setelah janin berumur empat bulan atau setelah daging
dan kulit membungkus tulang jabang bayi. Sujudnya para
malaikat dan makhluk lain kepada Adam setelah Allah
meniupkan roh ke dalam diri Adam (wa nafakhtu fihi min
ruhi) 
Ayat tersebut di atas menggunakan kata tsumma
khlaqnakum (kemudian Kami menciptakan manusia), kata
ganti dalam bentuk plural, tidak dikatakan: tsumma
khalaqtukum (kemudian Aku menciptakan). Dalam kaidah
tafsir, sering ditemukan jika Allah Swt menggunakan
kata ganti plural untuk dirinya Yang Maha Esa maka
biasanya mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain
selain dirinya dalam proses terwujudnya suatu kejadian
atau ciptaan. 
Dalam proses penciptaan manusia awal (Adam), Tuhan
menggunakan kata ganti mufrad (wanafakhtu) ketika
meniupkan roh kepada Adam. Akan tetapi, proses
reproduksi manusia, Tuhan menggunakan kata ganti jamak
(khalaqna). Ini mengisyaratkan kemungkinan adanya
intervensi manusia atau unsur-unsur lain di dalam
proses perwujudan manusia. 
Al Quran juga mengisyaratkan proses reproduksi
non-konvensional. Ada manusia tanpa bapak dan tanpa
ibu yaitu Adam (Q.S. al-Rahman/ 55:14, ada manusia
tanpa ibu yaitu Hawa (Q.S. al-Nisa/4:1), ada manusia
tanpa Bapak yaitu Isa (Q.S. Ali'Imran/3:59). Bahkan,
di zaman Nabi Shaleh ada unta yang lahir dan keluar
dari sela-sela bebatuan tanpa induk dan tanpa pejantan
(Q.S.Hud/11:64) dan Nabi Isa mempunyai mukjizat untuk
menyembuhkan penyakit cacad permanen dan menghidupkan
orang yang sudah meninggal dua tahun silam. Populasi
burung/serangga (thairan ababil) dalam jumlah besar
dan dengan seragam membawa batu/vieus lalu
menghancurkan pasukan Abrahah (Q.S. al-Fil/ 105:1-5). 
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan dari sudut proses,
kloning dimungkinkan terjadinya, akan tetapi
kewenangan dan motif untuk melakukannya masih menjadi
perdebatan. Apakah manusia dalam kapasitasnya sebagai
pengganti Tuhan (khalifah Allah) berkewenangan
melakukan proses itu atau tidak? Kalau sekiranya
dimungkinkan, kloning jenis apa saja? Apakah termasuk
mengklon dalam arti "memproduksi" manusia baru? Atau
hal ini hanya dimungkinkan bagi suatu pasangan yang
betul-betul tidak bisa melahirkan anak secara
konvensional? Atau kloning hanya dibatasi pada
penciptaan sel jaringan tubuh tertentu yang
memungkinkan seorang manusia menjadi khalifah dan
hamba yang berkualitas? Kesemuanya ini akan dilihat
dari sudut pertimbangan moral dan hukum. 
Pertimbangan moral 
Manusia seutuhnya (bani Adam) sebagai makhluk yang
dimuliakan Allah ialah manusia yang sudah memiliki
ketiga unsur sebagaimana disebutkan di atas.
Pertanyaan kita di sini, apakah manusia yang lahir
dari proses kloning juga memiliki roh? Jangan sampai
yang terjadi hanya makhluk biologis biasa yang
menyerupai manusia, karena dalam Al Quran lain nyawa
lain roh. Installing roh ke dalam diri manusia
dilakukan sendiri oleh Allah Swt seperti ketika Ia
menciptakan Adam. 
Manusia tanpa roh adalah monster yang sangat
mengerikan. Kita lihat saja nanti seperti apa
perkembangan manusia kloning itu. Di dalam perspektif
Al Quran, pertimbangan moral dalam dunia penelitian
sangat penting. Ayat Al Quran paling pertama
diturunkan ialah iqra' bi ismi Rabbik (Bacalah dengan
Nama Tuhanmu). Kata iqra' seakar kata dengan istiqra'
berarti penelitian. Aktivitas riset dan penelitian
harus selalu dikaitkan dengan Tuhan, karena riset
dengan tujuan apa pun tanpa dikaitkan dengan Tuhan
tentu mempunyai risiko. Bahkan, mungkin bisa dikatakan
bahwa malapetaka bagi dunia kemanusiaan jika ilmu dan
agama dipisahkan. Kata iqra' sebagai simbol ilmu
pengetahuan dan kata Rab sebagai simbol agama menjadi
suatu kata majemuk di dalam ayat tersebut. Ini
mengisyaratkan bahwa ontologi dan epistimologi
keilmuan dalam perspektif Al Quran tidak boleh bebas
nilai. Ilmu-ilmu sihir dapat saja dipelajari, tetapi
mengamalkan sihir itu tidak dibenarkan. Demikian
isyarat dari Rasulullah. Mungkin posisi kloning
manusia dapat dihubungkan dengan riwayat tersebut.
Pengetahuan tentang kloning, termasuk kloning terhadap
manusia dapat saja dipelajari, tetapi pengamalan dan
realisasinya perlu dipertimbangkan sehati-hati
mungkin. Adapun kloning terhadap makhluk biologis lain
selain manusia, Nabi pernah memberikan isyarat
kebolehannya. Ketika salah seorang sahabat Nabi
ditegur untuk meninggalkan teknik okulasi terhadap
tanaman pohon kurma, sahabat itu memberikan penjelasan
bahwa dengan teknik okulasi, pohon kurma akan lebih
produktif. Akhirnya, Nabi memberikan pernyataan tanda
setuju: "Kalian lebih tahu mengenai urusan duniamu"
(antum a'lamu bi umuri dunyakum). 
Meskipun manusia sebagai khalifah dan Tuhan
menundukkan seluruh makhluk kepadanya, yang dikenal
dengan konsep taskhir (penundukan alam semesta),
tetapi manusia tidak pantas mengekspresikan kebebasan
kreatifnya dalam segala hal. Banyak ayat yang
memperingatkan manusia agar berhati-hati mengembangkan
misi kekhalifahannya. Reproduksi manusia ideal ialah
pertemuan antara sperma dengan sel telur yang
berproses di dalam rahim istri yang sah, sebagaimana
diisyaratkan dalam ayat terdahulu. 
Kloning terhadap manusia tidak pernah ditemukan ayat
dan hadisnya secara khusus, baik yang melarang maupun
yang membolehkannya. Namun, semangat umum ayat-ayat Al
Quran dan hadis berorientasi kepada peningkatan
kualitas hidup dan martabat kemanusiaan. Jika kloning
manusia terbukti akan melahirkan manusia yang tidak
produktif, terutama dalam mengemban amanah beratnya
sebagai khalifah di Bumi, apalagi jika terbukti
menurunkan martabat kemanusiaan, maka kloning dapat
ditolak dengan pertimbangan moral. 
Pertimbangan hukum 
Pertanyaan fikih terhadap proses kloning manusia sudah
dapat dibayangkan rumitnya. Mungkin ulama fikihlah
yang paling pertama akan menolak kloning manusia itu. 
Persoalan pertama yang akan muncul ialah bagaimana
nasib nasab manusia kloning tersebut? Dia anak siapa,
hak waris dan perwaliannya darimana? Siapa muhrimnya?
Bagaimana konsep persusuan (mushaharag) terhadap
dirinya? Siap yang bertanggung jawab terhadap nafkah
dan kehidupannya? Siapa pan dan laqab anak itu? 
Hukum-hukum yang hidup di dalam masyarakat juga akan
menimbulkan masalah. Latar belakang keluarga dari
garis keturunan ibu dan bapak masih tetap menjadi
unsur penting di dalam berbagai pertimbangan hukum.
Jika seseorang tidak mempunyai ayah atau ibu
konvensional belum ada contoh pemecahannya dalam hukum
atau fikih Islam. Berbeda kalau seseorang kehilangan
ayah atau ibu karena meninggal dunia atau hilang,
dapat segera diselesaikan oleh pengadilan. 
Berbagai kekhawatiran yang akan membayangi proses
kloning manusia, antara lain tingginya frekuensi
mutasi pada gen produk kloning. Efeknya nanti akan
terlihat pada beberapa waktu kemudian. Dari segi
pembiayaan sudah pasti kloning manusia akan memerlukan
biaya teramat besar. Sebagai perbandingan, Dolly konon
memerlukan 272 kali eksperimen dengan biaya yang luar
biasa. Konon seorang kaya Amerika harus menghabiskan
2,3 juta dollar AS untuk mengklon anjing kesayangannya
yang telah mati. Bayangkan, sementara kita harus
kehilangan biaya yang begitu besar untuk
memperjuangkan satu kandidat "manusia", sementara
ribuan "manusia-manusia formal" meninggal setiap hari
karena kekurangan gizi. Jadi, jika maksud dan tujuan
(maqashid) kloning manusia untuk kemanusiaan, maka
akan kontraproduktif. Lebih baik dana sebesar itu
diberikan kepada fakir miskin! 
Lain halnya kloning sel organ tubuh tertentu untuk
keperluan pengobatan. Hal ini memerlukan pembahasan
lebih mikro. Mungkin hal ini bisa dihubungkan dengan
pencangkokan organ tubuh yang sudah ada hukumnya di
dalam masyarakat. 
Jika kita mempertimbangkan seluruh aspek yang akan
muncul dari kloning manusia sebagaimana disebutkan di
atas, maka pertimbangan ushul fikih dapat dijadikan
dasar bahwa jika sesuatu itu lebih banyak mudlarratnya
daripada manfaatnya maka sesuatu itu perlu ditolak.
Apakah penolakan itu namanya haram atau makruh
ditentukan lagi oleh pertimbangan kasuistis. Wallahu
A'lam. 
Nasaruddin Umar, Gurubesar IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta



 

__________________________________
Do you Yahoo!?
The New Yahoo! Shopping - with improved product search
http://shopping.yahoo.com
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Ingin memasarkan produk anda di web RantauNet http://www.rantaunet.com 
Hubungi [EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
-----------------------------------
Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
============================================

Kirim email ke