FYI
 
 
Sent: Thursday, October 11, 2007 3:37 PM
Subject: Dr. Rizal Ramli: Cangkir Emas Dipakai Mengemis



Dr. Rizal Ramli: Cangkir Emas Dipakai Mengemis
Oleh : Wilson Lalengke 
http://kabarindones ia.com/berita. php?pil=21& dn=2007101106521 1
<http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=21&dn=20071011065211> 

11-Okt-2007, 08:12:53 WIB - [www.kabarindonesia .com]

KabarIndonesia - Bicara blak-blakan, sangat terbuka dan lancar tanpa 
beban. Itulah kesan kuat yang melekat sebagai ciri khas ekonom 
lulusan Master dan Doktor dari Boston University, Amerika Serikat 
ini. Namun, ia tidak sekedar bicara alias asbun (asal bunyi) tapi 
semua yang dipaparkan selalu didukung oleh fakta, data dan analisa 
yang tajam tentang berbagai hal yang sedang dibahas, terutama bila 
bicara tentang persoalan ekonomi Indonesia. Pengetahuan dan 
wawasannya yang luas di bidang ekonomi ditunjang oleh keberanian dan 
kejujuran yang tinggi, memang tidak diragukan lagi. Hingga tidak 
mengherankan jika sebagian kalangan memberikan julukan kepadanya 
sebagai "The Trusted Indonesian Economist".

Dr. Rizal Ramli, dilahirkan di Padang, Sumatra Barat, pada 10 
Desember 1953. Ayahnya seorang asisten Wedana sementara ibunya 
adalah Guru. Ibunya meninggal pada saat Rizal masih berumur 7 tahun, 
sehingga ia harus tinggal dengan neneknya di kota Bogor. Sebagai 
anak seorang guru, ia sangat rajin membaca. Ia sejak muda telah 
kenal dan bergaul akrab dengan berbagai buku bacaan, termasuk buku-
buku penting karya Albert Einstein. Tidak heran jika kemudian ayah 3 
anak (Dhitta Puti Saraswati, Dipo Satrio, dan Daisy) ini kemudian 
sangat mengagumi dan mengidolakan pemikir besar Einstein dan 
mengoleksi berbagai versi biografi dari ilmuwan berkebangsaan Jerman 
itu.

Debut Rizal Ramli sebagai sosok pemikir yang kritis dan berani 
dimulai sejak suami Herawati M. Mulyono ini sebagai mahasiswa di 
Institut Teknologi Bandung (ITB). Kala itu, di tahun kedua masa 
belajarnya, ia sudah melibatkan diri dalam diskusi-diskusi yang 
bersinggungan dengan bidang politik di Dewan Mahasiswa, yang 
kemudian mengantarkannya menjadi Deputi Ketua Dewan Mahasiswa ITB 
tahun 1977. Karakter dan idealismenya sangat kuat sehingga ia berani 
mengoreksi kekeliruan sistim politik dan strategi pembangunan 
Indonesia masa itu, yang sempat mengantarkan Rizal muda ke penjara 
militer selama beberapa bulan dan penjara Sukamiskin, Jawa Barat, 
selama satu tahun (1978/1979) akibat aksi menentang pemilihan 
kembali Soeharto sebagai presiden. Sikap kritis dan tidak mau 
kompromi dengan kebijakan berbau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) 
yang dijalankan pemerintahan negara tetap menjadi kesehariannya 
hingga di usia paruh baya hari ini.

Konsekwensi dari keteguhan idelismenya itu, Ramli praktis tidak 
pernah diberi kesempatan berkarir di pemerintahan sampai tumbangnya 
rezim Suharto. Kiprahnya bagi pembangunan bangsa melalui peran aktif 
di pemerintahan baru dimulai ketika Presiden Abdulrahman Wahid 
memintanya menjadi Kepala Badan Logistik (Bulog) pada April 2000. 
Saat itu, kinerja Bulog sangat buruk dan membutuhkan pembenahan 
internal oleh orang yang kapabel dan terpercaya untuk mengembalikan 
kepercayaan masyarakat terhadap badan ini. Tugas utama Ramli oleh 
Presiden Gusdur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid, adalah mendorong 
Bulog menjalankan kembali fungsinya dengan baik yakni memenuhi 
kebutuhan rakyat, menjaga harga penjualan petani sebaik mungkin dan 
membersihkan Bulog dari praktek KKN.

Hanya selang beberapa bulan mengemban tugas sebagai Kepala Bulog, 
tepatnya pada Agustus 2000, pendiri ECONIT Advisory Group, sebuah 
lembaga riset yang bergerak dalam bidang ekonomi, industri dan 
perdagangan, ini ditunjuk untuk menjabat sebagai Menteri Koordinator 
bidang Perekonomian (Agustus 2000 - Juni 2001), dan kemudian menjadi 
Menteri Keuangan dari Juni hingga Juli 2001. Sebagai Menko 
Perekonomian, mantan Pemimpin Redaksi Jurnal Ekonomi dan Sosial 
Prisma ini juga merangkap beberapa jabatan penting dan strategis 
dalam pemulihan perekonomian yang hancur dilanda krisis moneter, 
yakni sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan 
Ketua Tim Keppres 133 untuk renegosiasi listrik swasta. 

Kinerja Ramli di pemerintahan dinilai berhasil oleh banyak pihak 
karena walau hanya dengan waktu yang relatif pendek, yakni hanya 15 
bulan, ia berhasil melakukan sejumlah terobosan yang efektif untuk 
mendorong reformasi institusional, restrukturisasi sektoral maupun 
korporat, serta percepatan pemulihan ekonomi. Di Bulog misalnya, ia 
berhasil melakukan restrukturisasi agar Bulog menjadi organisasi 
yang transparan, accountable, dan lebih profesional, sekaligus 
mendorong regenerasi; meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan 
petani, di mana Bulog meningkatkan pembelian gabah, bukan beras. 
Ketika menjadi Menko Perekonomian, alumni Departemen Fisika ITB ini 
mencanangkan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi yang diakui 
oleh dunia internasional sebagai program pemulihan ekonomi yang 
kredibel. Hasilnya, ekonomi Indonesia selama tahun 2000 tumbuh 
sebesar 4,8%, di atas perkiraan semula yang hanya 2-3% dengan budget 
deficit yang lebih kecil dari perkiraan semula, yaitu hanya -3,2% 
dari GDP (perkiraan semula adalah -4,8% dari GDP). Turn around 
ekonomi Indonesia mulai terjadi pada tahun 2000. Total ekspor 
Indonesia selama tahun 2000 mencapai US$ 62 milyar, atau naik 27% 
dari ekspor Indonesia pada tahun 1999.

Kebijakan yang ditempuh selama menjadi Ketua KKSK dan Ketua Tim 
Kepres 133 juga terbilang sukses. Sebagai Ketua KKSK, Dr. Rizal 
Ramli berhasil memutuskan sekitar 140 keputusan penting, baik yang 
menyangkut restrukturisasi hutang maupun percepatan penjualan asset 
yang dikelola oleh BPPN. Salah satunya adalah restrukturisasi bisnis 
dan hutang PT IPTN menjadi PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) 
sehingga viable secara bisnis dan finansial. Hasil dari langkah- 
langkah tersebut PT. DI penjualannya meningkat dari Rp. 508 milyar 
pada tahun 1999 menjadi Rp, 1,4 triliun pada tahun 2001. Kerugian 
perusahaan sebesar Rp. 75 milyar tahun 1999 berubah menjadi 
keuntungan sebesar Rp. 11 milyar. 

Itulah sebagian kecil keberhasilan dan karya dosen tamu di berbagai 
perguruan tinggi dalam dan luar negeri yang dapat disebutkan di 
sini. Rizal, yang pernah mengambil dan menyelesaikan program Asian 
Studies di Sophia University, Tokyo, Jepang tahun 1975 ini, juga 
telah menghasilkan banyak sekali karya ilmiah yang telah dimuat 
jurnal-jurnal ekonomi terbitan dalam dan luar negeri. Selain sebagai 
pengajar bidang ekonomi, ia juga banyak berperan sebagai penasehat 
dan konsultan ekonomi bagi berbagai institusi baik swasta maupun 
pemerintah, seperti misalnya menjadi konsultan ekonomi DPR RI dari 
tahun 1993 hingga 1999.

Sebagai seorang ahli ekonomi kelas dunia, sudah barang tentu akan 
sangat menarik untuk mendengar komentar dan pandangan-pandangan nya 
tentang keadaan ekonomi serta prospek perekonomian Indonesia di 
tengah arus ekonomi global selama ini. Menurut Rizal, yang sejak 
2006 lalu tercatat menjadi wakil pemerintah pada PT Semen Gresik 
(pesero) Tbk sebagai Presiden Komisaris, negara kita sebenarnya 
adalah negara kaya raya yang digadaikan kepada pihak asing dengan 
harga sangat murah; ibarat cangkir emas yang digunakan mengemis uang 
recehan kepada negara-negara kreditor. Berikut ini adalah hasil 
wawancara KabarIndonesia dengan Bapak Dr. Rizal Ramli di Jakarta 
beberapa waktu lalu, yang dituturkan dengan gaya monolog.

KabarIndonesia (KI): Pak Rizal Ramli, politik dan ekonomi ibarat dua 
sisi mata uang, saling terkait satu sama lain. Mohon diuraikan 
pandangan-pandangan , hasil analisa, dan prediksi Pak Rizal tentang 
kondisi politik dan hubungannya dengan pembangunan ekonomi Indonesia 
ke masa depan, dan mungkin ada pesan-pesan yang dapat disampaikan 
kepada masyarakat kita agar bisa segera keluar dari krisis ekonomi 
yang belum juga pulih hingga kini? 

Dr. Rizal Ramli (RR): Politik di Indonesia agak berbeda dengan 
politik di luar negeri. Mungkin kita masih dalam tahap awal dalam 
berdemokrasi. Politik kita masih pada tahap love and hate 
relationship (hubungan berdasarkan cinta dan benci - red). Jadi, 
pemimpin itu mula-mula sangat dicintai, ekspektasi rakyat itu sangat 
berlebihan. Kemudian ada periode di mana mulai ada tanda tanya, 
betul tidak pemimpin ini bekerja untuk kita semua? Betul tidak ini 
pemimpin untuk semua pihak? Nah, setelah itu, seandainya pertanyaan- 
pertanyaan itu tidak bisa dijawab, masuk ke fase hate. Kalau sudah 
hate, orang Indonesia rata-rata selalu berkata "asal bukan". 
Misalnya waktu itu asal bukan Soeharto, asal bukan Habibie, asal 
bukan Gusdur, asal bukan Megawati. Memang SBY (Presiden Soesilo 
Bambang Yudhoyono - red) saat ini sudah masuk fase kritis. Sudah 
mulai orang berpikir asal bukan. Sebetulnya sangat ironis, presiden 
pertama yang dipilih secara demokratis, presiden pertama yang 
dipilih langsung oleh rakyat. 

Ada dua masalah utama yang dihadapi Indonesia. Pertama: kualitas 
kepemimpinan dan yang kedua school of thought (cara berpikir - red) 
dalam bidang itu, yang lebih banyak mengandalkan cara berfikir apa 
yang dikenal di kalangan economist Washington Consensus. Yaitu garis 
kebijakan ekonomi dari Washington untuk negara-negara berkembang, 
yang mereka sendiri tidak laksanakan dalam prakteknya. Di Asia Timur 
ini hanya ada dua negara yang secara konsisten melaksanakan 
Washington Consensus, yaitu Indonesia dan Philipina. Kedua negara 
ini tingkat ketimpangannya sangat luar biasa. Kedua negara ini, 
sejak beberapa dekade terus merosot. Prestasi terbesar dari kedua 
negara ini adalah menjadi eksportir tenaga kerja wanita terbesar di 
dunia.

Negara-negara di Asia Timur lainnya seperti Malaysia, Singapura, 
Thailand, China, Jepang dan sebagainya tidak menjalankan Washington 
Consensus. Mereka lebih percaya bahwa di dalam bidang ekonomi, dalam 
perumusan kebijakan di bidang ekonomi, mereka lebih mandiri; 
menggunakan apa yang disebut model Asia Timur. Dalam model 
Washington Consensus, peranan pemerintah seminimum mungkin, 
sementara dalam model Asia Timur pemerintah memainkan peranan yang 
proaktif dalam bidang ekonomi. Dengan cara inilah negara-negara di 
Asia Timur mengejar ketinggalannya dari Barat. Walaupun di dalam 
bidang politik dan militer mereka bekerjasama dengan Washington, 
tetapi dalam bidang ekonomi mereka mau mandiri dalam perumusan 
kebijakan, karena hanya dengan cara itu mereka bisa mengejar 
ketertinggalan dari Barat dan pelan-pelan nanti mereka bisa lebih 
kuat secara militer. 

Pada pertengahan tahun 1960-an GNP perkapita Indonesia, Malaysia, 
Thailand, Taiwan, China nyaris sama, yaitu kurang dari US$100 per 
kapita. Setelah lebih dari 40 tahun, GNP perkapita negara-negara 
tersebut pada tahun 2004, mencapai: Indonesia sekitar US$ 1.000, 
Malaysia US$ 4.520, Korea Selatan US$ 14.000, Thailand US$ 2.490, 
Taiwan US$ 14.590, China US$ 1.500. Jadi harus ada pertanyaan. kok 
negara-negara lain bisa maju lebih cepat, tingkat kesejahteraan 
rakyatnya lebih baik, jurang antara kaya-miskin ada tapi tidak 
sebesar yang ada di Indonesia. Nah, tidak bisa hanya menyalahkan 
presiden demi presiden, tapi karena ada satu school of thought yang 
dominan di dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang hanya merupakan 
sub-ordinasi dari kepentingan Internasional.

Dari segi yang lain, kalau dilihat dari segi sejarah, kita itu 
mendapatkan political independence (kemerdekaan politik - red) pada 
17 Agustus 1945, kemerdekaan politik sebagai bangsa. Tahun 1998, 
rakyat kita mendapatkan freedom, demokrasi, kebebasan untuk 
menyatakan apa saja dan menulis apa saja yang selama rezim otoriter 
Soeharto tidak mungkin. Tetapi sejak tahun 1945, belum pernah 
terjadi kebangkitan ekonomi. Tidak ada kebangkitan ekonomi. Setelah 
tahun 1998, kita juga tidak punya kebangkitan ekonomi itu. Jadi 
harus ada pertanyaan mendasar, ketika kita sudah memiliki political 
independence, sudah memiliki freedom in terms of democratic 
mechanism (kebebasan dalam arti mekanisme demokrasi - red), tetapi 
mengapa belum pernah terjadi kebangkitan ekonomi sampai sekarang.

Nah, jawabannya adalah apa yang disebut the creeping back of neo- 
colonialism (kembalinya kolonialisme gaya baru - red). Bukan lagi 
model kolonialisme jaman dulu, pakai kekuatan militer dan dominasi 
politik, tetapi penguasaan ekonomi melalui mekanisme pasar. Proses 
kembalinya neo-kolonialisme itu sebetulnya dimulai pada tahun 1967 
saat renegosiasi utang dengan kreditor-kreditor. Set back sedikit, 
waktu KMB (Konferensi Meja Bundar - red) di Belanda, Indonesia 
memang ditekan pada waktu itu untuk mengambil alih utang-utang 
pemerintahan Hindia Belanda. Publik tidak banyak tahu bahwa 
Pemerintah Indonesia ditekan untuk membayar seluruh utang-utang dari 
pemerintah Hindia Belanda. Padahal banyak dari utang-utang itu 
adalah utang untuk melawan dan menghancurkan kelompok pejuang 
kemerdekaan Indonesia, termasuk para pejuang kemerdekaan kita, 
seperti perang di Aceh, perang Pattimura di Maluku, dan sebagainya. 
Itu adalah ongkos buat Belanda. Nah itu dinyatakan sebagai utang 
pemerintah Indonesia. Pada waktu itu, Soekarno dengan Hatta 
menyatakan `sudahlah, kita ambil utang-utang itu, yang penting kita 
merdeka dulu, soal utang urusan belakangan'. Begitu KMB 
ditandatangani, bung Karno memerintahkan, jangan bayar itu utang. 
Jadi walaupun utang itu disepakati, pemerintah Indonesia tidak 
pernah mau bayar. Taktiklah istilahnya itu. 

Tapi waktu pemerintahan Soeharto, awal Orde Baru pada tahun 1967, 
Widjojo Nitisastro dan kawan-kawan yang disebut sebagai Mafia 
Berkeley membuat kesepakatan baru untuk mulai membayar utang Hindia 
Belanda tersebut yang sebetulnya secara moral itu tidak justified 
(dibenarkan - red), secara histories politis itu tidak justified. 
Tetapi Widjojo dan kawan-kawan waktu itu sepakat untuk mulai 
mencicilnya. Widjojo dan kawan-kawan itu memang dididik di Berkeley, 
dipersiapkan untuk mengambil alih pengelolaan ekonomi setelah 
Soekarno jatuh, supaya membelokkan garis ekonominya, satu garis 
dengan garis Washington. Sejak itulah dimulai the creeping back of 
neo-colonialism. Seperti diketahui bahwa sekarang, untuk menguasai 
suatu negara tidak perlu secara militer, tidak perlu secara fisik, 
asal ekonominya bisa dikendalikan, negara tersebut bisa dikuasai.

Sejak itu, walaupun Mafia Berkeley berkuasa nyaris tidak pernah 
berhenti selama 40 tahun, berlanjut ke muridnya, ke cucu muridnya 
dan seterusnya. Presiden bisa berganti, partai yang berkuasa bisa 
ganti, jenderal bisa ganti, TNI bisa melakukan reformasi, tapi di 
dalam bidang ekonomi tetap pada garisnya Mafia Berkeley. Nah, inilah 
yang menjadi sumber mengapa Indonesia tidak bisa menjadi besar, 
karena mereka dalam prakteknya sering menjadi conduit (saluran - 
red) bagi lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, 
IMF, untuk merumuskan undang-undang di Indonesia, merumuskan 
berbagai kebijakan. Contoh: awal orde baru tahun 1967, UU 
investasinya dibikin oleh satu lembaga kreditor kemudian 
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan jadilah UU Investasi. 
Banyak sekali UU yang masuk ke kategori itu. Misalnya, Bank Dunia 
bilang, saya kasih 400 juta dollar tapi Indonesia harus bikin UU 
Privatisasi Air, sehingga petani juga harus bayar air. Kemudian ADB 
(Asia Development Bank - red) juga kasih pinjaman 300 juta dollar 
tapi Indonesia harus ada UU Privatisasi, agar perusahaan-perusaha an 
negara bisa dijual dengan harga murah. Jadi banyak sekali UU dan 
peraturan pemerintah yang sebetulnya dipesan oleh lembaga-lembaga 
keuangan internasional.

Hal itu sesungguhnya melanggar konstitusi. Kita ini adalah sovereign 
state (negara yang berdaulat - red), tidak boleh ada pihak manapun 
yang memberi iming-iming memberi pinjaman dengan syarat ada UU yang 
mereka susun. Jelas saat orang menyusun UU, kepentingan dia adalah 
nomor satu. Kalau ada satu negara yang UU-nya dipesan dikaitkan 
dengan pinjaman, pembuatan UU yang diikat dengan pinjaman, jelas 
yang memberi pinjaman itu memiliki kepentingan- kepentingan di dalam 
pembuatan UU itu. Jika ada satu negara yang mengikuti pola seperti 
ini, bisa dibayangkan bahwa negara ini tidak akan pernah bisa maju. 
Di Asia, yang ikut model ini hanya ada dua negara yakni Indonesia 
dan Philipina. Negara lain tidak mau mengikuti itu, kalau kebijakan 
ekonomi, mereka rumuskan sendiri. Mereka buat UU yang mencerminkan 
kepentingan negara mereka, kepentingan rakyat mereka.

Seperti banyak diketahui, di Asia Timur sering terjadi konflik 
dagang, misalnya antara Taiwan dengan Amerika, Malaysia dengan 
Eropa, dan Singapura juga, walaupun secara politik dan militer, 
mereka ikut hegemoninya Washington. Nah kita di dalam politik luar 
negeri mengaku independen, dalam prakteknya tidak selalu independen. 
Di dalam bidang militer kita punya kerjasama dengan negara-negara 
besar, tapi dalam bidang ekonomi kita, pola neo kolonialisme benar-
benar masih berlangsung hingga saat ini. Selama itu tidak 
dihancurkan jangan mimpi Indonesia bisa jadi negara besar.

Sesungguhnya Indonesia ini adalah negara yang kaya sekali. Istilah 
saya, Indonesia ini memiliki banyak golden bowls, cangkir emas, 
seperti Freeport, Cepu, dan sebagainya. Tapi karena mental pemimpin 
dan elitnya itu inlander, maka kekayaan itu seakan tidak bermakna. 
Cepu misalnya, nilainya antara 120 billion dollar sampai 150 billion 
dollar. Lebih besar daripada cadangan minyaknya bekas Caltex di 
Sumatra Selatan. Tetapi pengelolaan ladang minyak ini diberikan 
kepada perusahaan Exxon tanpa kompensasi yang memadai. Nah, cangkir 
emas atau golden bowls ini dipakai untuk mengemis uang recehan. Dari 
Bank Dunia 300 juta dollar, dari Amerika 400 juta dollar, dari Eropa 
sekian juta dollar. Pemimpin kita tidak tahu golden bowl yang dia 
pegang, baru satu Cepu saja, nilainya ratusan milyar dollar. Belum 
lagi Freeport nilainya berapa, dan yang lain-lain yang bertebaran di 
nusantara itu berapa nilainya.

Kenapa itu bisa terjadi, karena para pemimpin dan elit kita masih 
bermental inlander dan tidak percaya diri. Tidak memiliki kemampuan 
intelektual untuk menghadapi kepentingan- kepentingan negara besar 
itu. Selama mental inlander ini masih dominan di kalangan elit kita, 
saya tidak yakin Indonesia akan menjadi negara besar. Tapi kalau 
prasyarat tadi itu kita penuhi, yaitu pertama kita hancurkan 
hubungan neo kolonialisme di dalam bentuk utang yang dikaitkan 
dengan UU dan peraturan pemerintah, kita rumuskan kebijakan ekonomi 
kita sendiri. Yang kedua, kita tidak boleh punya sikap inlander yang 
bermental rendah diri. Asset-asset yang ratusan milyar dollar ini 
adalah milik bangsa kita. 

Nah, kalau hal itu terjadi, Indonesia pasti akan menjadi negara 
besar. Tapi sayangnya, mohon maaf, dari nama-nama yang pernah 
memimpin Indonesia sejak awal orde baru sampai nama-nama dari para 
elit yang bercita-cita menjadi pemimpin di tahun 2009, tidak jauh 
dan tidak lebih, hanya mengulang lagu lama. Motifnya hanya sekedar 
power (kekuasaan - red), memanfaatkan power itu untuk popularitas, 
untuk kepentingan kelompok, dan lain-lain. Belum ada yang bicara 
beyond (lebih daripada - red) itu. Kalau hanya mengulang, okey 
pemimpinnya baru, lagunya lagu lama, istilah saya itu `old wine in a 
new bottle' (anggur masam di botol baru - red), Indonesia tidak akan 
ke mana-mana.

Menurut saya, Indonesia perlu pemimpin baru dan jalan baru. Karena 
sudah 40 tahun sejak orde baru sampai sekarang, pemimpin sudah 
berganti beberapa kali, tapi lagunya tetap lagu lama, yakni lagu sub-
ordinasi kepada kepentingan internasional, lagu the creeping back of 
neo-colonialism. Hanya jika diputus mata rantainya, baru akan 
terjadi perubahan dan memungkinkan kebangkitan ekonomi Indonesia. 
Saya mau berkampanye. Bukan dalam arti mau jadi pemimpin, tetapi 
berkampanye bahwa Indonesia perlu jalan baru. Pointnya adalah 
keinginan mengubah school of thought. Hal ini bisa dilakukan melalui 
media dan lain-lain bahwa Indonesia perlu jalan baru. Kalau hanya 
pemimpin baru, rakyat Indonesia hanya akan dibohongi kembali. Ada 
dulu pemimpin yang idealismenya bela `wong cilik' tetapi setelahnya, 
bela `wong licik'. Kenapa bisa begitu, ini lebih disebabkan oleh 
school of thought-nya itu tidak mungkin bela rakyat kecil. Selama 
masih menggunakan cara Mafia Berkeley, tidak mungkin ada jalan baru 
yang lebih pro kepentingan rakyat dan nasional. 

KI: Terima kasih Pak Rizal atas waktu dan uraian sangat gamblang 
yang sudah diberikan ini.

RR: Terima kasih kembali.

Itulah hasil bincang-bincang redaksi KabarIndonesia dengan penggemar 
olahraga renang dan tennis meja itu. Sebagai Presiden Komisaris PT. 
Semen Gresik (persero) Tbk, saat ini Rizal Ramli amat serius 
melakukan sejumlah langkah-langkah strategis untuk meningkatkan 
efisiensi, mendorong program pengurangan biaya dan meningkatkan 
keuntungan PT. Semen Gresik Tbk. Tujuan tersebut dicapai dengan 
melakukan konsolidasi dan integrasi ketiga perusahaan yaitu PT. 
Semen Gresik, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Tonasa. Bersama-sama 
Komisaris dan manajemen mempersiapkan kerangka retrukturisasi 
organisasi dan finansial untuk jangka menengah. Hasil dari langkah- 
langkah tersebut, laba bersih Semen Gresik naik 29,3 % menjadi Rp 
1,295 triliun, dan EBITDA margin mencapai 26,1 % pada tahun 2006. 
Bahkan untuk pertama kalinya PT. Semen Gresik Tbk masuk kelompok 7 
BUMN yang paling menguntungkan. Tercatat kemudian PT Semen Gresik 
Tbk menerima penghargaan dalam kategori Most Committed to a Strong 
Dividend Policy 2007 (peringkat ke-7) dan Best Corporate Governance 
2007 (peringkat ke-8) dari majalah FinanceAsia. Obsesi dan impian 
pria berkacamata itu terhadap tanah airnya cukup sederhana: "Saya 
hanya menginginkan negara ini sejahtera dan maju," ujarnya suatu 
saat kepada wartawan. Selamat berkarya Bung Rizal!

Biodata Singkat:

Nama : Rizal Ramli
Tempat/tgl. Lahir : Padang, 10 Desember 1953 

Pendidikan

* Ph.D dalam bidang ekonomi, Boston University, Boston, AS, 1990.
* M.A. dalam bidang ekonomi, Boston University, Boston, AS, 1982.
* Asian Studies, Sophia University, Tokyo, Jepang 1975.
* Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, 1973 - 1980.

Bidang Keahlian

Makro Ekonomi, Keuangan dan Industri

Pengalaman Kerja

* Chairman of the Board, ECONIT Advisory Group. 2002 - saat ini. 
* Presiden Komisaris PT. Semen Gresik, Tbk. 2006 - saat ini.
* Executive Chairman, GlobeAsia Magazines, 2007.
* Menteri Keuangan. Juni 2001 - Juli 2001.
* Menteri Koordinator bidang Perekonomian RI. Agustus 2000 - Juni 
2001.
* Kepala Badan Urusan Logistik. April 2000 - Maret 2001.
* Sekretaris Tim Monitoring, Program Percepatan Pemulihan Ekonomi 
Pemerintahan Gus Dur & Megawati, April 2000 - Agustus 2000.
* Managing Director ECONIT Advisory Group, think tank independen 
bidang ekonomi, industri dan perdagangan. 1993 - 2000.
* Penasehat Ekonomi di DPR-RI. 1993 - 1999.
* Konsultan Ekonomi untuk beberapa lembaga keuangan, Bank Indonesia, 
serta lembaga internasional. 1993 - 1999. 
* Anggota Redaksi Jurnal Ekonomi dan Sosial PRISMA.
* Dosen Ekonomi Program Magister Manajemen Fakultas Pasca Sarjana 
Universitas Indonesia. 1992 -1999.
* Dosen Tamu dalam bidang ekonomi, sering memberikan kuliah di 
berbagai perguruan tinggi didalam dan luar negeri, berbagai 
departemen, seperti Departemen Keuangan, Perindustrian dan 
Perdagangan, Bank Indonesia, BUMN. Juga kuliah tamu di LEMHANAS, 
SESKO TNI-POLRI, dan lain-lain. 

Pengalaman Organisasi

* Deputi Ketua Dewan Mahasiswa ITB, Bandung, 1977.
* Staf Pimpinan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) 1993-1999.
* Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Pasca'45, 1999 - 2000. 
* Diadili dan dipenjara di Sukamiskin Bandung, 1978/79 sebagai salah 
seorang pimpinan mahasiswa yang menolak kepemimpinan Presiden 
Soeharto. 

Keluarga
Nama Istri : Herawati M. Mulyono
Nama Anak : Dhitta Puti Saraswati, Dipo Satrio, dan Daisy 

Blog: http://www.pewarta- kabarindonesia. blogspot. com/
<http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/>  
Alamat ratron (surat elektronik): [EMAIL PROTECTED] sia.com
<mailto:redaksi%40kabarindonesia.com>  
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia . com



 
 
.

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke