Mengenang dokter Abdul Halim, Perdana Menteri RI Terakhir Yang Dilupakan

disajikan oleh: Aswil Nazir

 Sebagai makalah dalam SEMINAR NASIONAL WIMI (Wahana Intelektual Minang
Indonesia), di DPR RI pada tgl 9 Oktober 2013 dengan  TEMA: " Apakah Mr.
Assaat dan dr. Abdul Halim Pahlawan Nasional untuk Jogjakarta atau Sumatera
Barat?

 
<http://aswilnazir.com/2013/10/09/mengenang-dokter-abdul-halim-perdana-mente
ri-ri-terakhir-yang-dilupakan/close-up/> Description: dr. Abdul Halim

Figur dokter Abdul Halim yang dilahirkan di Bukittinggi, 27 Desember 1911
tidak banyak dikenal oleh generasi muda sekarang, apa perannya dalam
perjuangan kemerdekaan bangsa.

Abdul Halim yang merupakan anak tunggal dari pasangan Achmad St. Mangkoeto
dan Hj. Darama, seperti disebutkan oleh wartawan senior Rosihan Anwar,
memang tidak memiliki daya tarik dan pesona seperti Bung Karno, tidak punya
ketenaran dan reputasi kemantapan seperti Bung Hatta. Dia cuma dokter
spesialis penyakit telinga, hidung dan tenggorokan (THT) yang karena situasi
dan panggilan perjuangan kemerdekaan terlontar ke gelanggang politik dan
berperan di situ secara menentukan.

Ketika berusia 7 tahun, ia diajak oleh Abdullah [sepupu ibunya] yang pada
masa itu menjadi salah satu pimpinan Bataafsche Petroleum Maatscappij (BPM -
kini dikenal sebagai Pertamina) untuk ikut ke Jakarta guna memperoleh
pendidikan yang lebih baik. Lalu Halim mengikuti jenjang pendidikan HIS,
MULO dan AMS B serta Geneeskundige Hoge School (Sekolah Tinggi Kedokteran)
di Jakarta.

Semasa hayatnya, Abdul Halim terlibat dalam berbagai kegiatan, dari kancah
politik, pendidikan, sosial hingga olah raga.

Halim adalah Perdana Menteri RI di Yogyakarta pada periode Januari 1950 -
September 1950. Ia merupakan Menteri Pertahanan RI yang pertama untuk NKRI
(September 1950 dalam kabinet Natsir).

Halim juga memiliki andil besar dalam upaya menjemput Pemerintah Darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Tengah, bersama dr. Leimena dan Moh.
Natsir.

Dalam bidang profesinya sebagai dokter, Abdul Halim pernah menjadi Direktur
RSUP (kini RSCM) dari Juli 1951 hingga Juli 1961, lalu sebagai Inspektur
Jenderal RSUP hingga wafatnya pada 4 Juli 1987.

Dalam bidang sosial, Halim yang memiliki hobi bermain sepakbola pada tahun
1927 turut membidani lahirnya Voetbalbond Indonesia Jakarta (V I J) yang
belakangan dinamai Persija, dan pernah menjadi Ketua Persija selama beberapa
tahun.

Di tahun 1928 Halim turut serta mendirikan Indonesische National Padvinders
Organisatie (INPO). Dan sebagai pemimpin INPO, turut mempersatukan diri
dengan Kepanduan Sumatera dan Pandu Kebangsaan (eks Jong Java) menjadi
Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada tahun 1932. Pada tahun 1951-1955 ia
menjadi Wakil Ketua / Ketua Komite Olympiade Indonesia (KOI).

Halim ditunjuk menjadi Ketua Yayasan nasional IKADA yang membangun Stadion
Ikada beserta gedung olah raganya di lapangan Merdeka.

Pada tahun 1952 Halim memimpin rombongan Indonesia untuk pertama kalinya
mengikuti Olympiade di Helsinki.

 

KIPRAH DI DUNIA POLITIK

Menjadi Perdana Menteri bukanlah sesuatu yang pernah diimpikan oleh dr. A.
Halim. Beliau yang aktif di Badan Pekerja KNIP ketika itu tengah
bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta setelah pengakuan kedaulatan kepada
Republik Indonesia. Berencana kembali ke profesinya sebagai dokter ahli THT,
bekerja di rumah sakit umum pusat. Tapi apa mau dikata. Rupa-rupanya antara
Masyumi dan PNI, dua partai terbesar pada waktu itu, tidak terdapat kata
sepakat, siapa dari mereka yang akan menjadi Perdana Menteri. Sedangkan soal
Pejabat Presiden tidak menjadi masalah, sebab Mr. Assaat sebelum menjadi
pejabat itu adalah Ketua Badan Pekerja dan Ketua KNIP. Presiden Sukarno ke
Jakarta, dan Mr. Assaat menjabat Presiden R.I. di Yogyakarta.

Lain persoalannya dengan Perdana Menteri. Pada suatu ketika Halim didatangi
oleh Natsir dan almarhum Mangunsarkoro. Mereka datang tidak bersama-sama.
Bung Natsir menawarkan, "Masyumi bisa menerima Bung Halim menjadi Perdana
Menteri. Kita tidak bisa mengajukan personalia yang bisa diterima PNI.
Sebaliknya kita juga tidak bisa menerima orang PNI. Mereka mempunyai calon
tapi kita tidak bisa terima."

Ketika itu ditengarai ada semacam rivalry antara PNI dan Masyumi. Karena
tidak ada persesuaian dengan Masyumi, akhirnya PNI dapat menerima figur dr.
Halim yang non partisan.

Pada awalnya Halim masih menolak. Tapi kemudian datang Djohan Sjahroezah
(menantu H. Agus Salim, masih famili Sjahrir) di kamar Halim di Hotel
Merdeka Yogya, sambil membawa surat dari Sjahrir. "Halim mesti terima ini,"
demikian isi surat dari Sjahrir. Lalu ada tambahan kalimat "Bung, kalau
berjuang jangan kepalang tanggung." Belakangan datang lagi Natsir bersama
Prawoto. Prawoto akan diangkat menjadi Ketua Badan Pekerja KNIP,
menggantikan Mr. Assaat yang telah diangkat menjadi Acting Presiden RI.

Oleh karena mereka tetap mendesak, akhirnya Halim menerima tawaran sebagai
formatur kabinet. Padahal pada waktu itu sentimen terhadap KMB dengan
RIS-nya itu sangat besar di Yogya dan dr. Halim termasuk yang berpidato di
Sitihinggil.
Baginya, bentuk negara itu bukanlah merupakan hal yang prinsipil. "Yang
terpenting adalah, untuk apa kita mencapai kemerdekaan, buat apa membentuk
negara, jika tidak menaikkan kehidupan rakyat. That is the most important
thing. Kalau itu disebut federasi OK, disebut persatuan OK,"demikian ujar
dr. Halim. Itu sebabnya Kabinet Halim mencantumkan pembentukan negara
kesatuan sebagai program pertamanya.

Dibawah ini adalah beberapa catatan tentang peran Abdul Halim di bidang
politik seperti yang diungkapkan oleh Rosihan Anwar di harian Kompas
beberapa hari setelah beliau wafat pada tanggal 4 Juli 1987.

Abdul Halim merupakan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BP KNIP) 1945-1950, sebuah badan legislatif yang dalam masa revolusi
bersenjata, karena belum bisa diselenggarakan pemilihan umum, berfungsi
sebagai DPR dan MPR. Tetapi sudah barang tentu dengan sikap dan tanggung
jawab yang jauh lebih substansial sifatnya, dengan nuansa revolusioner.

Tanggal 25 November 1945 - sebelas hari setelah Sutan Sjahrir yang sebelum
itu Ketua Badan Pekerja KNIP menjadi Perdana Menteri RI - berlangsung rapat
pleno KNIP di jalan Diponegoro, Jakarta, di gedung sekolah PSKD I sekarang.
Saya hadir sebagai wartawan harian Merdeka. Saya saksikan serangan yang
dilancarkan dalam sidang oleh bekas menteri yang digeser oleh kabinet
Sjahrir, yaitu Abikusno Tjokrosuyoso dan Iwa Kusuma Sumantri. Mereka tidak
menerima kebijakan Presiden Soekarno yang setuju dengan usulan Badan Pekerja
KNIP, yaitu mengadakan kabinet parlementer yang bertanggung jawab kepada
KNIP dan mengganti Kabinet Soekarno dengan Kabinet Sjahrir.

Juga Chaerul Saleh melancarkan serangan terhadap orang-orang dari
Perhimpunan Indonesia (PI) yang baru kembali dari Belanda dan terus diangkat
menjadi anggota KNIP. Kendati kritik-kritik tersebut, sidang akhirnya
mengambil keputusan memberikan kepercayaan kepada Kabinat Sjahrir. Pada
sidang itu saya melihat kebolehan Halim dalam melakukan lobi bersama
Soebadio Sastrosatomo dan Soepeno sehingga akhirnya Kabinet Sjahrir mendapat
mosi kepercayaan KNIP. Memang, Halim pada masa itu menjadi trouble shooter
Perdana Menteri Sjahrir. Ia diberi tugas menyelesaikan masalah-masalah
sulit.

Dalam buku mengenang Sjahrir (Penerbit Gramedia, 1980) dapat dibaca kisah
berikut. Bulan Desember 1945, Halim mengusahakan dibukanya kembali kereta
api ke Bekasi setelah Bekasi diduduki tentara Inggris. Bulan September 1946,
Halim menemui Kolonel Alex Kawilarang di luar Bogor untuk mengembalikan
serdadu-serdadu Sekutu yang telah melarikan diri ke pihak Republik kepada
pasukan induk mereka atas permintaan komandan tentara Inggris.

Setelah itu Halim diangkat oleh PM Sjahrir sebagai Komisaris RI untuk Kota
Jakarta dengan tugas sangat luas, diantaranya mempertahankan nilai Oeang
Repoeblik Indonesia (ORI) di Jakarta yang praktis telah dikuasai oleh NICA,
dan mengkoordinasikan beberapa kementerian RI yang sebagian masih berada di
Jakarta. Terus Halim dibawa serta dalam sebuah pesawat terbang dari
Bukittinggi ke Singapura, tanpa paspor, dengan isi muatan candu dan kini
untuk dijual agar memperoleh devisa guna membiayai perwakilan-perwakilan RI
di luar negeri.

Pendek kata, dokter THT itu melaksanakan sesuatu misi yang tidak mungkin
untuk ukuran zaman itu. Halim menyelesaikan tugas dengan baik.

 
<http://aswilnazir.com/2013/10/09/mengenang-dokter-abdul-halim-perdana-mente
ri-ri-terakhir-yang-dilupakan/halim2/> Description: Pelantikan dr. Abdul
Halim sebagai Perdana Menteri RI oleh Mr. Assaat disaksikan oleh Sukarno,
Presiden RIS.

Pelantikan dr. Abdul Halim sebagai Perdana Menteri RI oleh Mr. Assaat
disaksikan oleh Sukarno, Presiden RIS.

 
<http://aswilnazir.com/2013/10/09/mengenang-dokter-abdul-halim-perdana-mente
ri-ri-terakhir-yang-dilupakan/attachment/10013/> Description: Foto Mr.
Assaat (kiri), Halim (tengah), Bung Karno (kanan) (Jogyakarta, 1950)

Foto Mr. Assaat (kiri), Halim (tengah), Bung Karno (kanan)
(Jogyakarta, 1950)

Dr. Halim juga terkenal sebagai figur yang tidak suka dengan protokoler, dan
itu terungkap dari apa yang dikisahkannya kepada JR. Chaniago (alm),
penyunting buku Diantara hempasan dan benturan berikut ini.

T: Apa masih ada kenangan lain?

J: Banyak yang bisa saya katakan, umpamanya pada tanggal 1 Mei saya diminta
berpidato oleh buruh. Saya sudah siap ke Gedung Merdeka. Ketika saya datang
semua berdiri. Saya rasa saya punya poster sendiri. Kemudian saya ejek, saya
kira saya dapat kehormatan yang tidak benar. Saudara--saudara boleh berdiri,
jika Presiden atau Pejabat Presiden yang datang, bukan untuk seorang Perdana
Menteri. Oooo gerr, semuanya. Jadi saya koreksi. Sekali, saya dengan tujuh
menteri kabinet pergi ke Semarang. Waktu itu masih banyak pemeriksaan di
jalan. Sayapun ditahan, diperiksa oleh tentara.

T : Apakah mereka tidak tahu yang berada di mobil adalah Perdana Menteri.

J: Tidak. Malah ngamuk-ngamuk di belakang. Saya diam saja. Saya dipanggil.
Masuk [ruangan penjagaan]. Saya memperkenalkan diri. Mereka takut setengah
mati. Saya tidak pakai mobil dinas. Terus marah-marah. "Kenapa tidak ada
pengawal." Saya bilang, mesti memang mesti, tapi negeri telah aman, buat apa
pengawal. "Wah, kita tidak tahu pak, saya ini diperintahkan semua mesti
diperiksa," [kata mereka]. Akhirnya kami berangkat. Dua belas orang berdiri
(sambil memberi contoh hormat senjata pada pejabat tinggi negara), saya
lihat saja semua sambil tertawa.
Satu lagi. Saya mesti mengadakan pidato di RRI pada hari Kebangkitan
Nasional 20 Mei 1954. Saya setir mobil sendiri. Mobilnya adalah mobil
pribadi saya, yaitu Plymouth 1945, Sedangkan mobil dinas saya adalah merk
Buick dengan nomor polisi AB-2. Polisinya semua sudah ke depan gedung
begitu, untuk menunggu saya. Ketika mau masuk pekarangan saya lihat banyak
serdadu gitu ya, saya masuk RRI dari belakang. Kalau Perdana Menteri pidato
kan mesti pakai lagu Indonesia Raya. Ketika lagu Indonesia Raya selesai,
polisi naik dari depan gedung, tanya, "apa Perdana Menteri sudah di dalam."
Wah ramai, keki deh mereka semuanya. Maksud saya, saya ingin mengurangi apa
itu, oh formalitas.

T: Protokoler

J: Protokoler. Sebelum menyudahi anekdot saya ingin cerita lagi bahwa saya
mesti jemput Menteri Pertahanan RIS Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Maguwo.
Saya tidak pakai mobil AB-2. Saya menyetir sendiri. Di Gondolayu saya
ditahan. Mesti minta izin dulu di CPM. Minta izin mau ke Maguwo. Mereka
tanya, "siapa nama." Tulis toh. "Pekerjaan". Perdana Menteri Republik
Indonesia, (sambil mencontohkan hormat militer) terdengar teriakan,
"hormaaat". Saya pergi. Dia senang, tidak apa-apa. Perdana Menteri tidak
boleh ditahan. Jadi banyak pulalah yang lucu-lucu buat saya. (diam lagi).
Satu kali saya jalan jalan sendiri di Malioboro. Saya tidak mau pakai
pengawal-pengawal segala. Saya selalu pakai sepatu sandal dan kebetulan
rusak. Sepanjang jalan ada beberapa tukang sepatu. "Bung, tolong perbaiki
ini," kata saya kepada seorang tukang sepatu. Setelah selesai saya tanya,
berapa. Dia mau bilang, tapi melirik dulu pada saya. Tukang sepatu bilang,
"bapak, Perdana Menteri," Saya bilang, sekarang dr. Halim. Nah ini uangnya.
"Tidak," katanya,, "tidak usah bayar."

Satu lagi yang agak lucu, untuk menunjukkan bagaimana kadang-kadang Bung
Karno itu, Nehru mau datang ke Yogya. Saya Perdana Menteri. Perdana Menteri
India itu mau speak di Badan Pekerja.

Sebelum Nehru datang dengan Bung Kamo, Ki Hadjar Dewantoro dapat kawat dan
Sekneg, dari Mr. Gafar Pringgodigdo, minta supaya rakyat di perjalanan
antara Maguwo dan Gedung Negara, meminta kepada Bung Karno untuk pidato.
Hendaknya didaulat.

Ki Hadjar Dewantoro kasih lihat kawat itu pada saya. Wah ini bagaimana, Ki
Hadjar. "Terserah dik Halim," katanya. Saya bilang tidak bisa. "Dan memang
tidak bisa," katanya.

Bung Karno mau memperlihatkan pada Nehru bahwa dia sangat populer. Padahal
caranya tidak benar.

Tolak itu, kita tidak mau. Saya kasih saudara satu fakta, itulah Bung Karno
yang suka show. Demikianlah.

Ketika menjabat Perdana Menteri Republik Indonesia di Yogyakarta, Halim
bersama dengan Mohammad Natsir, anggota parlemen di Jakarta, berjuang untuk
membubarkan RIS dan mengembalikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan
hal itu tercapai. Setelah RIS bubar, pada Agustus 1950 naiklah Kabinet
Natsir dan Halim menjadi Menteri Pertahanan. Jabatan ini tidak lama
dipegangnya. Dia mengundurkan diri dari dunia politik. Dia kembali kepada
profesinya. Dia pernah menjadi Direktur RSCM. Dia kembali kepada hobinya,
seperti sepak bola, dan di hari tuanya ke olahraga bulu  tangkis. Kendati
sudah memakai kereta roda, dia masih getol khusus pergi menyaksikan bintang
badminton Verawati Fajrin, berlatih.

PENUTUP

Dr. Abdul Halim menganggap dirinya a loner (non partisan) walaupun banyak
yang menyebutnya sebagai trouble shooter Sjahrir. Aktivitasnya yang
colourful, dari sektor pendidikan, sosial hingga politik di pentas nasional
membuat Halim menjadi sosok pejuang yang unik.

Karena dibesarkan di luar kampung halamannya, masyarakat Sumatera Barat
hampir tidak mengenal sosok dokter Abdul Halim. Pergaulannya yang luas
membuat Halim memiliki wawasan nasional, tidak berorientasi kedaerahan.
Diantara sahabat karibnya antara lain adalah Soebadio dan Hamengku Buwono
IX.

Hingga akhir hayatnya, dokter Halim tidak berkeluarga. Di tahun-tahun
terakhir kehidupannya, seringkali dokter Halim memilih untuk nyepi di Yogya,
berhari raya Idufitri  bersama sahabatnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Jadi tidak heranlah jika banyak warga Sumbar yang tidak mengenal sosok Abdul
Halim yang berprofesi dokter. Sebagian masyarakat malah lebih kenal dengan
figur K.H. Abdul Halim, pahlawan nasional semasa agresi Belanda yang berasal
dari daerah Jawa Barat.

Dokter Halim yang menganggap dirinya a loner meninggal dunia di RSCM Jakarta
pada tanggal 4 Juli 1987 dan  dimakamkan di TPU Tanah Kusir, dikomentari
oleh Rosihan Anwar di harian Kompas:

Biodata dr. Halim tidak tercantum dalam buku Apa & Siapa terbitan majalah
Tempo, tidak dalam Ensiklopedi Indonesia yang diedit oleh Hasan Sadhily
(1980) tidak juga dalam Who's Who in Indonesia yang disusun oleh wartawan
Jerman Roeder (1971). Jelas, dr Halim sudah menjadi orang yang dilupakan.
Tetapi teman-temannya pasti mengingatnya, dan telinga saya terdengar lagi
lagu Al Johnson, bintang film Holywood tahun 1935 yang berbunyi  Remember
the forgotten man.

Jakarta, 9 Oktober 2013

 

Sumber Pustaka:

*       Buku Diantara Hempasan dan Benturan, kenang-kenangan dr. Abdul Halim
1942-1950 terbitan Arsip Nasional RI, Jakarta, 1981.
*       Artikel Abdul Halim, PM Yang Dilupakan dalam buku Sejarah Kecil
Petite Histoire Indonesia jilid 6, Rosihan Anwar, Kompas, 2012.
*       Catatan pribadi keluarga

 

 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke