Pak Saaf n.a.h. Semoga pesan indah yang menepuk bahu dari Ust. Salim Fillah ini, melalui satu dan lain cara, bisa sampai juga dibaca dan dikunyah-kunyah oleh Presiden Jokowi. Mungkin usai memantau asap tebal di Riau.
Wassalam, ANB Pada 7 September 2015 10.47, Dr. Saafroedin Bahar < saafroedin.ba...@rantaunet.org> menulis: > Bung Akmal, walau ditulis dgn penuh kesantunan, saya kok agak sangsi bhw > pesan ini dimengerti den mas Jokowi. Belum ada tanda yg meyakinkan bhw > beliau seorang yg religius. Mottonya kan hanya ' kerja, kerja, kerja' saja. > Pada 7 Sep 2015 10:40, "Akmal Nasery Basral" <ak...@rantaunet.org> > menulis: > >> Assalamu'alaikum Wr. Wb adidunsanak Palanta RN n.a.h, >> >> iko ado tulisan menarik dari Ust. Salim Fillah yang digubah begitu indah, >> dalam, sekaligus penuh referensi historis dan finansial mengenai wajah >> kondisi ekonomi. >> >> Wassalam, >> >> Akmal Nasery Basral >> >> * * * >> >> SIKLUS PACEKLIK DAN CELAH-CELAH BERKAH >> >> http://salimafillah.com/siklus-paceklik-dan-celah-celah-berkah/ >> >> Kepada Yang Terhormat, >> Presiden Republik Indonesia >> >> Keselamatan, kasih sayang Allah, dan kebaikan yang tiada henti bertambah >> semoga dilimpahkan ke atas Ayahanda Presiden, >> >> Sungguh benar bahwa cara terbaik menasehati pemimpin adalah dengan >> menjumpainya empat mata, menggandeng tangannya, duduk mesra, dan >> membisikkan ketulusan itu hingga merasuk ke dalam jiwa. >> >> Tapi tulisan ini barangkali tak layak disebut nasehat. Yang teranggit ini >> hanya uraian kecil yang semoga menguatkan diri kami sendiri sebagai bagian >> dari bangsa ini untuk menghela badan ke masa depan yang temaram. >> >> Mengapa ia di-kepada-kan untuk Ayahanda; harapannya adalah agar >> huruf-huruf ini kelak menjadi saksi di hadapan Allah dan semesta akan cinta >> kami kepada Indonesia. Syukur-syukur jika ia mengilhami para pemimpin yang >> berwenang-berdaulat, untuk melakukan langkah-langkah yang perlu bagi >> kemaslahatan kami. Dan bermurah hatilah mendoakan kami Ayahanda, agar >> jikapun kami hanya rumput yang kisut, ia tetap dapat teguh lembut dan tak >> luruh dipukul ribut bahkan ketika karang pelindung kami rubuh lalu hanyut. >> >> Ayahanda Presiden, izinkan kami memulai hatur-tutur ini dengan sebuah >> kisah. >> Ini adalah masa kepemimpinan Sayyidina 'Umar ibn Al Khaththab, tahun 18 >> Hijriah. Musim panas berkepanjangan disertai angin kering membawa debu-abu >> menghantam negeri yang baru saja tumbuh itu. Panen hancur, tetanaman >> musnah, ternak binasa, diikuti 2 tahun kelaparan yang melanda sebentang >> jazirah dari Yaman, Hijjaz, Yamamah, hingga Nejd; sementara wabah dari arah >> Syam turut mengganas hingga ke Madinah. >> >> Masa itu lalu dikenal sebagai ‘Tahun Ramadah’, sebagaimana ditulis Ibn >> Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah, karena bumi tampak hitam kelabu >> seperti warna ramad (abu jelaga). Ibn Manzhur sebagaimana dikutip dalam >> Lisanul ‘Arab menyatakan, “Ramada, atau armada; adalah ungkapan jika >> terjadi kebinasaan. Disebut tahun ramadah sebab musnahnya sebagian manusia, >> tumbuhan, ternak, dan harta benda pada saat itu.” >> >> Dampaknya yang dahsyat digambarkan Ibn Sa’d dalam Ath Thabaqatul Kubra, >> “..Hingga manusia terlihat mengangkat tulang yang rusak dan menggali lubang >> tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.” Langkanya bahan pangan >> membuat harga melambung, sampai Imam Ath Thabary dalam Tarikh-nya menyebut, >> pada masa itu harga satu bejana susu dan sekantong keju mencapai 40 dirham. >> >> Demikianpun, dinar dan dirham seakan benar-benar tiada guna karena >> jikapun ada uang berapa saja banyaknya, barang yang hendak dibeli sama >> sekali tiada. Kita tak lupa, paceklik ramadah terjadi tak berselang lama >> dari masa ketika perbendaharaan Kisra yang bertimbun-timbun diangkut ke >> Madinah pada tahun 14 Hijriah, juga hanya sebentar sebakda Syam dan Mesir >> yang makmur bergabung ke pangkuan Daulah. >> >> Ayahanda Presiden, >> >> Seakan-akan Allah hendak menunjukkan, bahwa ujianNya adalah kepastian >> berupa secicip ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan >> buah-buahan untuk memberi kabar gembira pada orang-orang yang sabar. >> Seakan-akan Allah hendak memperlihatkan, bahwa hari-hari di antara manusia >> memang dipergilirkan, lapang dan sempitnya, jaya dan prihatinnya. >> Seakan-akan Allah hendak menampakkan bahwa bahkan dalam Khilafah Rasyidah, >> masyarakat orang-orang shalih dengan pemimpin yang adil, tidak ada jaminan >> bebas dari krisis. >> >> Tapi dengan cara ini pula Allah memperlihatkan kualitas seorang pemimpin, >> kualitas kepemimpinannya, dan kualitas mereka yang dipimpinnya. Inilah >> kesejatian sebuah peradaban; pada mutu jiwa manusianya, bukan kemewahan >> hidup dan kemegahan bebangunnya. >> >> Masih tergambar jelas ketika ‘Umar menangis menyaksikan emas dan perak, >> permata dan sutra, permadani dan pernak-pernik mahal tiba dari Qadisiah dan >> Madain. Ketika itu ‘Abdurrahman ibn ‘Auf bertanya, “Mengapa engkau menangis >> wahai Amiral Mukminin? Padahal Allah telah memenangkan agamaNya dan >> memberikan kebaikan pada kaum mukminin lewat kepemimpinanmu?” >> >> “Tidak demi Allah”, sahut ‘Umar. “Ini pastilah bukan kebaikan yang murni >> dan sejati. Seandainya ia adalah puncak kebaikan, niscaya Abu Bakr lebih >> berhak ini terjadi pada masanya daripada aku. Dan niscaya pula, Rasulullah >> Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih berhak ini terjadi pada masa beliau >> daripada kami.” Lalu ‘Umar terus menangis mengkhawatirkan adanya fitnah >> yang akan timbul pada ummat Muhammad gegara harta itu. Setelah agak reda >> dari sesenggukannya, dia berkata, “Betapa amanahnya pasukan ini, dan betapa >> amanah pula panglimanya, Sa’d ibn Abi Waqqash.” >> >> “Ini semua karena engkau”, sambut ‘Ali ibn Abi Thalib, “Tak menyimpan di >> dalam hatimu sebersitpun hasrat pada kekayaan dunia itu. Seandainya saja di >> dalam dadamu ada setitik saja syahwat terhadap perbendaharaan harta itu, >> niscaya pasukanmu akan saling bunuh demi memperebutkannya.” >> >> Empat tahun kemudian kala menyaksikan Ramadah, ‘Umar kembali menangis. >> “Akankah ummat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam binasa di bawah >> kepemimpinanku?”, gerunnya berulang-kali. Saat itu, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf >> pula menguatkannya. “Tidak wahai Amirul Mukminin. Betapa telah berbedanya >> keadaan disebabkan keberkahan kepemimpinanmu?” >> >> “Apa maksudmu wahai ‘Abdurrahman?”, sahut ‘Umar. >> >> “Tidakkan kau perhatikan musibah dan orang-orang ini? Seandainya bencana >> ini terjadi di masa jahiliah, niscaya kaum Arab kesemuanya pasti sudah >> saling bunuh untuk memperebutkan sebulir gandum atau setetes air. Tapi >> lihatlah mereka ini; mereka semua bersabar dan teguh, mereka menangis tapi >> ridha kepada takdir Allah, mereka saling berbagi dengan mengutamakan >> saudaranya, serta bahu-membahu menghadapi semuanya dengan ketabahan yang >> takkan terbayangkan di masa dahulu.” >> >> Pada zaman itu; bersebab kualitas manusianya, dalam krisispun jiwa mereka >> tampak berkilau, bersinar dari celah-celah berkah. Dalam makmur ataupun >> paceklik, suka dan duka, lapang serta sempit; mereka menunjukkan kualitas >> mental tertinggi yang akan menjadi modal peradaban Islam hingga abad-abad >> berikutnya. Ayahanda Presiden yang terhormat; andai diizinkan lancang >> memberi usul, betapa indah kalau program Revolusi Mental merujuk ke zaman >> ini. >> >> *** >> >> Sementara itu Ayahanda, >> >> Dalam makalahnya untuk Conference on Monetary Policy and Financial >> Stability in Emerging Markets di Istanbul, 13-15 Juni 2014, Guru Besar >> Ekonomi Harvard-Kennedy School, Jeffrey Frankel merujuk kisah Nabi Yusuf >> 'Alaihis Salaam tentang tafsirnya atas mimpi sang raja; tujuh sapi kurus >> yang memakan tujuh lembu gemuk dan tujuh runggai gandum yang segar penuh >> bulir serta tujuh tangkai yang kering lagi kopong. >> >> "Supaya kalian bertanam 7 tahun sebagaimana biasa. Maka apa yang kalian >> tuai hendaklah kalian biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kalian >> makan. Kemudian sesudah itu akan datang 7 tahun yang amat sulit, yang >> menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghadapi tahun-tahun paceklik, >> kecuali sedikit dari bibit gandum yang kalian simpan. Kemudian setelah itu >> akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan dengan cukup dan di >> masa itu mereka memeras anggur." (QS Yusuf [12]: 47-49) >> >> Frankel menggambarkan, seakan daur itu suatu pola yang dapat kita gunakan >> untuk membaca datang dan perginya paceklik di zaman kita. Dia menyebutnya, >> The Joseph Cycle. >> >> Selama tujuh tahun antara 1975 hingga 1981, Oil Booming melimpahkan >> lonjakan pendapatan pada negara-negara penghasil minyak. Minyak mendapat >> gelar baru; emas hitam, dan istilah 'petro dollar' menggambarkan kekayaan >> negeri-negeri yang berlipat karenanya. Seakan menepati Daur Yusuf, setelah >> itu terjadi krisis utang global yang bermula di Meksiko pada tahun 1982. >> Hingga 1989, tahun-tahun ini disebut sebagai The Lost Decade di Amerika >> Latin. >> >> Di rentang tahun 1990-1996, pola yang mirip terjadi lagi di kala muncul >> gejala emerging markets booming. Negara-negara berkembang mengalami >> pertumbuhan ekonomi yang dahsyat selama 7 tahun. Julukan Asian Tigers bagi >> mereka, di mana Indonesia dimasukkan sebagai salah satunya, mewarnai satu >> zaman yang gempita oleh apa yang disebut sebagai Asian Economic Miracles. >> Namun segera setelah itu terjadi krisis ekonomi Asia pada tahun 1997, yang >> seakan melibas dan membawa pada financial droughts hingga 7 tahun >> berikutnya. >> >> Menurut Frankel dalam presentasinya yang bertajuk “What will happen to >> EMs when the Fed tightens?” itu, pola yang sama akan kembali terulang dalam >> rentang 2004-2018 ketika terjadi financial markets booming yang ditandai >> dengan maraknya produk derivatif lengkap dengan segala rekayasa >> keuangannya. Istilah “Carry Trade” dan perkembangan negara-negara yang >> disebut BRICs akan menjadi pemantiknya. Awalnya, selama tujuh tahun pasar >> keuangan berkembang dengan fantastis. Lagi-lagi seakan menyesuaii Siklus >> Yusuf, setelah itu kita juga mengalami krisis keuangan global. >> >> *** >> >> Ayahanda Presiden, >> >> Baik sesuai Siklus Yusuf atau tidak, dalam lintasan sejarah tampak nyata >> bahwa kelimpahan dan kesempitan memang datang dan pergi berganti-ganti >> nyaris secara niscaya. Tak ada negara yang terjamin bebas dari disambangi >> paceklik. Pun bahkan, sekali lagi untuk menegaskan, jika penduduk >> negeri-negeri beriman dan bertaqwa; maka pintu keberkahan yang dibukakan >> dari langit dan bumi tak selalu berbentuk kesejahteraan tanpa jeda, >> melainkan juga berupa sisipan kesempitan yang membuat manusia kembali >> bermesra padaNya. >> >> Menghadapi paceklik itu, dalam ketidakpastian tentang seberapa kuat ia >> akan menghantam, ada di antara kita yang mengkhawatirkan sang krisis. >> Keterbatasan pemahaman tentangnya dan berbagai gejala yang telah terasa, >> suka tak suka menimbulkan berbagai kegelisahan dan bahkan pesimisme. Inilah >> yang dialami sebagian besar masyarakat kini, terlebih mereka yang pernah >> mengalami tahun-tahun pahit 1997 dan menyisakan trauma dalam hati. >> >> Barangkali mereka yang menginsyafi keniscayaan datangnya krisis itu akan >> lebih mengkhawatirkan kesiapan kita menghadapinya. Para jamhur ekonomi >> makro, para cendikia pengamat pergerakan mata uang maupun pasar saham, para >> winasis yang menyeksamai neraca perdagangan, cadangan devisa, maupun >> berbagai rasio indikator mungkin akan lebih jernih melihat hal ini. >> >> Dan di luar sang paceklik serta kesiapan menghadapinya, bersebab >> keterbatasan ilmu penyusunnya, tulisan ini hanya hendak mengajak berbincang >> tentang sikap menghadapi krisis itu. Sebab sungguh diyakini, nestapa paling >> malang yang berhasil disikapi pasti menghasilkan sesuatu yang lebih baik >> dibanding keberhasilan paling gemilang yang gagal disikapi. Bahkan, >> berhasil menyikapi kegagalan, berlipat baiknya daripada gagal menyikapi >> keberhasilan. >> >> Sejarah pernah menaburkan teladan-teladan sikap utama dari para mulia di >> zaman paceklik menyapa mereka. Semoga dengan menyimaknya, kita tertuntun >> pula menyusuri celah-celah berkah hingga Allah karuniakan kebaikan di masa >> depan, dunia dan akhirat. >> Sebagaimana ditelaah oleh Dr. Jaribah ibn Ahmad Al Haritsi dalam >> disertasinya di Universitas Ummul Qura Makkah yang meraih predikat summa >> cum laude, Al Fiqhul Iqtishadi Li Amiril Mukminin ‘Umar ibn Al Khaththab; >> ada hal-hal menarik dari Sayyidina ‘Umar selaku pemimpin negeri dalam masa >> Ramadah yang patut dicatat. >> >> Pertama, dia sebagai kepala negara memikul penuh tanggungjawab atas hal >> tersebut. Bahkan meskipun diyakinkan berulangkali oleh para sahabat bahwa >> semua yang terjadi merupakan takdir Allah, ‘Umar selalu merasa bahwa >> pangkal persoalannya adalah kepemimpinan dirinya yang dalam pandangannya >> amat jauh dari kualitas pribadi yang dimiliki kedua pendahulunya, yakni >> Rasulullah dan Abu Bakr. Maka ‘Umar selalu takut kepada Allah kalau-kalau >> ummat ini binasa dalam pemerintahannya. Dengan bercucuran airmata, >> berulang-kali dia berdoa, “Ya Allah, jangan kau jadikan ummat Muhammad >> binasa dalam kepemimpinanku.” >> >> Barangkali ada berlapis-lapis alasan bagi ‘Umar dalam paceklik itu, >> semuanya berupa keadaan yang di luar kendalinya; hujan yang tak turun, >> anomali musim, panen yang gagal, para pengungsi yang membanjiri Madinah, >> wabah penyakit yang datang dari arah Syam. Tapi dia memilih untuk >> bermuhasabah, barangkali dosa dan kelemahannyalah yang jadi persoalan. >> Alih-alih menyalahkan berbagai hal ataupun pihak, dia menjadi lebih banyak >> diam, bermuhasabah, dan beristighfar. >> >> Kedua, ‘Umar mengambil sikap untuk bersama rakyatnya dalam keprihatinan. >> ‘Umar adalah penyuka susu dan keju. Tapi sepanjang 2 tahun Ramadah, dia >> haramkan untuk dirinya makanan selain roti tepung kasar, garam, dan minyak. >> Para sahabat menyaksikan bagaimana kulit ‘Umar yang semula putih >> kemerah-merahan, berubah menjadi kuning kehitam-hitaman bersebab hidup >> prihatin yang dia paksakan untuk dirinya. >> >> Barangkali hidup sederhana takkan menyelesaikan krisis dan tidak pula >> memberi solusi kepada paceklik parah itu. Penghematan yang terjadi juga tak >> signifikan sama sekali. Tapi ketika itulah rakyat akan melihat bahwa sang >> pemimpin ada bersama mereka, merasakan hal yang sama seperti yang mereka >> alami. Dengan itu, bertambah tentramlah hati mereka yang dipimpinnya. >> Ketika rakyat hatinya tenang, bahkan pemimpin yang tak solutif sekalipun >> akan melihat bahwa rakyatnya punya kemampuan dahsyat untuk mencari >> solusinya sendiri. >> >> Ketiga, ‘Umar menjadikan masa Ramadah sebagai wahana untuk membangun >> solidaritas menyeluruh kepada berbagai bangsa yang dipimpinnya. Betapa dia >> meneladankan langsung mengangkuti tepung, minyak, dan lauk kering untuk >> para pengungsi dan penduduk Madinah. Dia pula menghimbau dan menyemangati >> rakyatnya untuk berbagi dan menanggung beban sesama. Dia tepuk-tepuk pundak >> seorang ‘relawan’ muda bernama Al Ahnaf ibn Qais, yang dengan terus >> berlari-lari sepanjang hari memenuhi hajat orang-orang, lalu ketika habis >> tenaganya, dia mengelemprak sembari menangis dan berdoa, “Ya Allah, jangan >> murka padaku jika masih ada hambaMu yang kelaparan.” >> >> Kita sebagai bangsa juga punya modal sosial yang amat kuat untuk >> membangun solidaritas itu. Bahkan mungkin kita adalah salah satu negara >> dengan lembaga kemanusiaan yang amat banyak jumlahnya, bekerja menyalurkan >> zakat, infak, shadaqah, wakaf, hibah, hadiah, dan bahkan dana CSR dalam >> berbagai kegiatan sosial. Dukungan dan kebersamaan pemerintah akan kian >> meneguhkan kita pula sebagai bangsa yang tangguh. >> >> Keempat, ‘Umar terus memikirkan dan merumuskan sistem jaminan sosial yang >> bisa membuat rakyatnya bertahan di tengah paceklik. Segala sumber daya yang >> ada di Baitul Maal, diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. >> Dikisahkan bagaimana dia mengumpulkan 60 orang, lalu memasak sejumlah >> tepung menjadi roti dan daging kering sebagai lauknya lalu mempersilakan >> mereka makan. Ketika ditanyakan apakah mereka merasa kenyang dengan itu, >> semua menyatakan ya. Maka ‘Umar memutuskan, sejumlah bahan-bahan yang tadi >> dimasaklah yang akan diberikan sebagai tunjangan sosial bulanan bagi tiap >> jiwa yang musnah sumber penghidupannya selama Ramadah. >> >> Kelima, ‘Umar menjadikan sektor pangan sebagai perhatian utama selama >> krisis dan setelahnya. Dari kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salaam pun didapati >> bahwa, dalam masa kelangkaan di mana bahkan emas dan perak jadi tak >> berguna, Mesir selamat karena menata dengan baik konsumsi dan persediaan >> logistiknya. ‘Umar pun meminta Abu Musa Al Asy’ari untuk mengajarkan >> kebiasaan kaumnya yang dipuji Rasulullah, yakni; semua keluarga dalam tiap >> unit masyarakat mengumpulkan bahan pangan yang dimiliki menjadi satu dalam >> lumbung, kemudian pembagian kembali untuk konsumsi diatur dengan tata >> laksana gotong-royong yang adil dan penuh kebersamaan. >> Inilah kebijaksanaannya; jika lumbung terpusat ala Yusuf tidak relevan >> untuk negaranya yang membentang dari Gurun Sahara hingga Sungai Indus; maka >> ketahanan pangan dibangun dalam unit-unit kecil masyarakat. Teknologi >> budidaya, pemanenan, pengolahan, dan penyimpanan panen di masa berikut >> kiranya amat membantu lahiriah dari jiwa-jiwa yang berbagi suka dan duka. >> ‘Umar pula mengunjungi beberapa daerah pantai dan menemui para nelayan. >> Dengan pujiannya ketika membersamai mereka melaut, “Betapa baiknya cara >> kalian menjemput rizqi Allah”, dia meminta pelipatgandaan penyediaan ikan >> dan membiasakan rakyatnya memakan hasil laut. ‘Umar juga melarang segala >> jenis ternak dan hewan peliharaan diberi makan dengan apa yang dapat >> dikonsumsi manusia. Dia sangat marah ketika pada sebuah peternakan unta >> ditemukan kotoran yang mengandung jejak tepung sya’ir. >> >> Keenam, ‘Umar menggesa pembangunan infrastruktur dan jaminan keamanan >> yang mendukung kelancaran suplai logistik. Pada jalur antara Syam ke >> Madinah, Kufah ke Madinah, dan bersambung hingga Yaman; didirikan pos-pos >> penjagaan dan tempat-tempat istirahat kafilah yang memadai. Di tahun >> berikutnya, setelah melihat lama dan mahalnya angkutan darat dari Mesir ke >> ibukota, ‘Umar memerintahkan Gubernur ‘Amr ibn Al ‘Ash untuk menggali kanal >> yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah, sehingga hasil pertanian >> Mesir yang berlimpah dapat diangkut dengan cepat ke Madinah untuk menekan >> harganya. Terusan itu tetap berfungsi hingga akhir masa pemerintahan >> Sayyidina ‘Utsman ibn ‘Affan. >> >> Ketujuh; ‘Umar memberlakukan beberapa kebijakan yang meringankan beban >> tanggungan masyarakat. Selama masa Ramadah, zakat hewan ternak ditunda >> penarikannya, pemeroleh jaminan sosial diperluas dari semula bayi tersapih >> menjadi sejak bayi lahir, bahkan beberapa hukuman ditangguhkan penerapannya >> termasuk pencurian yang benar-benar bersebab kebutuhan dan tak mencapai >> nilai seperempat dinar. Sebaliknya, ketika menemukan lahan subur milik para >> pemuka kaum tak digarap dalam tinjauannya ke Iraq, dia tegas mengultimatum >> bahwa jika dalam waktu tertentu sang tuan tanah tak menjadikannya >> produktif, negara berhak menyita dan mengamanahkannya pada yang mampu >> menanaminya. >> >> Ayahanda Presiden yang terhormat, >> >> Kami akhiri hatur-tutur ini dengan tiga kata yang menggambarkan sifat >> pemimpin menurut Pujangga Keraton Surakarta, Raden Ngabehi Rangga Warsita, >> yakni momor, momot, dan momong. Momor berarti hadir, dekat, bersama, >> menyatu, dan seperasaan dengan yang dipimpin. Momot artinya mampu memuat >> segala beban, keluhan, dan harapan yang dipimpin. Adapun momong artinya, >> menjaga, mencukupi, mengasuh, mengasihi, dan mengasah yang dipimpin. Doa >> kami selalu, semoga Panjenengan nDalem mampu mengemban amanah lebih dari >> 250 juta manusia yang amat berpotensi menjadi pendakwa, bukan pembela di >> akhirat sana. >> >> Hamba Allah yang tertawan dosanya, >> @salimafillah >> FB: Salim A. Fillah >> >> -- >> . >> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat >> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ >> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. >> =========================================================== >> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: >> * DILARANG: >> 1. Email besar dari 200KB; >> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; >> 3. Email One Liner. >> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta >> mengirimkan biodata! >> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting >> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply >> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & >> mengganti subjeknya. >> =========================================================== >> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: >> http://groups.google.com/group/RantauNet/ >> --- >> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google >> Grup. >> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, >> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. >> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. >> > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google > Grup. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, > kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. > Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.