Pak Saaf n.a.h.

Semoga pesan indah yang menepuk bahu dari Ust. Salim Fillah ini, melalui
satu dan lain cara, bisa sampai juga dibaca dan dikunyah-kunyah oleh
Presiden Jokowi. Mungkin usai memantau asap tebal di Riau.

Wassalam,

ANB

Pada 7 September 2015 10.47, Dr. Saafroedin Bahar <
saafroedin.ba...@rantaunet.org> menulis:

> Bung Akmal,  walau ditulis dgn penuh kesantunan,  saya kok agak sangsi bhw
> pesan ini dimengerti den mas Jokowi. Belum ada tanda yg meyakinkan bhw
> beliau seorang yg religius. Mottonya kan hanya ' kerja, kerja, kerja' saja.
> Pada 7 Sep 2015 10:40, "Akmal Nasery Basral" <ak...@rantaunet.org>
> menulis:
>
>> Assalamu'alaikum Wr. Wb adidunsanak Palanta RN n.a.h,
>>
>> iko ado tulisan menarik dari Ust. Salim Fillah yang digubah begitu indah,
>> dalam, sekaligus penuh referensi historis dan finansial mengenai wajah
>> kondisi ekonomi.
>>
>> Wassalam,
>>
>> Akmal Nasery Basral
>>
>> * * *
>>
>> SIKLUS PACEKLIK DAN CELAH-CELAH BERKAH
>>
>> http://salimafillah.com/siklus-paceklik-dan-celah-celah-berkah/
>>
>> Kepada Yang Terhormat,
>> Presiden Republik Indonesia
>>
>> Keselamatan, kasih sayang Allah, dan kebaikan yang tiada henti bertambah
>> semoga dilimpahkan ke atas Ayahanda Presiden,
>>
>> Sungguh benar bahwa cara terbaik menasehati pemimpin adalah dengan
>> menjumpainya empat mata, menggandeng tangannya, duduk mesra, dan
>> membisikkan ketulusan itu hingga merasuk ke dalam jiwa.
>>
>> Tapi tulisan ini barangkali tak layak disebut nasehat. Yang teranggit ini
>> hanya uraian kecil yang semoga menguatkan diri kami sendiri sebagai bagian
>> dari bangsa ini untuk menghela badan ke masa depan yang temaram.
>>
>> Mengapa ia di-kepada-kan untuk Ayahanda; harapannya adalah agar
>> huruf-huruf ini kelak menjadi saksi di hadapan Allah dan semesta akan cinta
>> kami kepada Indonesia. Syukur-syukur jika ia mengilhami para pemimpin yang
>> berwenang-berdaulat, untuk melakukan langkah-langkah yang perlu bagi
>> kemaslahatan kami. Dan bermurah hatilah mendoakan kami Ayahanda, agar
>> jikapun kami hanya rumput yang kisut, ia tetap dapat teguh lembut dan tak
>> luruh dipukul ribut bahkan ketika karang pelindung kami rubuh lalu hanyut.
>>
>> Ayahanda Presiden, izinkan kami memulai hatur-tutur ini dengan sebuah
>> kisah.
>> Ini adalah masa kepemimpinan Sayyidina 'Umar ibn Al Khaththab, tahun 18
>> Hijriah. Musim panas berkepanjangan disertai angin kering membawa debu-abu
>> menghantam negeri yang baru saja tumbuh itu. Panen hancur, tetanaman
>> musnah, ternak binasa, diikuti 2 tahun kelaparan yang melanda sebentang
>> jazirah dari Yaman, Hijjaz, Yamamah, hingga Nejd; sementara wabah dari arah
>> Syam turut mengganas hingga ke Madinah.
>>
>> Masa itu lalu dikenal sebagai ‘Tahun Ramadah’, sebagaimana ditulis Ibn
>> Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah, karena bumi tampak hitam kelabu
>> seperti warna ramad (abu jelaga). Ibn Manzhur sebagaimana dikutip dalam
>> Lisanul ‘Arab menyatakan, “Ramada, atau armada; adalah ungkapan jika
>> terjadi kebinasaan. Disebut tahun ramadah sebab musnahnya sebagian manusia,
>> tumbuhan, ternak, dan harta benda pada saat itu.”
>>
>> Dampaknya yang dahsyat digambarkan Ibn Sa’d dalam Ath Thabaqatul Kubra,
>> “..Hingga manusia terlihat mengangkat tulang yang rusak dan menggali lubang
>> tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.” Langkanya bahan pangan
>> membuat harga melambung, sampai Imam Ath Thabary dalam Tarikh-nya menyebut,
>> pada masa itu harga satu bejana susu dan sekantong keju mencapai 40 dirham.
>>
>> Demikianpun, dinar dan dirham seakan benar-benar tiada guna karena
>> jikapun ada uang berapa saja banyaknya, barang yang hendak dibeli sama
>> sekali tiada. Kita tak lupa, paceklik ramadah terjadi tak berselang lama
>> dari masa ketika perbendaharaan Kisra yang bertimbun-timbun diangkut ke
>> Madinah pada tahun 14 Hijriah, juga hanya sebentar sebakda Syam dan Mesir
>> yang makmur bergabung ke pangkuan Daulah.
>>
>> Ayahanda Presiden,
>>
>> Seakan-akan Allah hendak menunjukkan, bahwa ujianNya adalah kepastian
>> berupa secicip ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
>> buah-buahan untuk memberi kabar gembira pada orang-orang yang sabar.
>> Seakan-akan Allah hendak memperlihatkan, bahwa hari-hari di antara manusia
>> memang dipergilirkan, lapang dan sempitnya, jaya dan prihatinnya.
>> Seakan-akan Allah hendak menampakkan bahwa bahkan dalam Khilafah Rasyidah,
>> masyarakat orang-orang shalih dengan pemimpin yang adil, tidak ada jaminan
>> bebas dari krisis.
>>
>> Tapi dengan cara ini pula Allah memperlihatkan kualitas seorang pemimpin,
>> kualitas kepemimpinannya, dan kualitas mereka yang dipimpinnya. Inilah
>> kesejatian sebuah peradaban; pada mutu jiwa manusianya, bukan kemewahan
>> hidup dan kemegahan bebangunnya.
>>
>> Masih tergambar jelas ketika ‘Umar menangis menyaksikan emas dan perak,
>> permata dan sutra, permadani dan pernak-pernik mahal tiba dari Qadisiah dan
>> Madain. Ketika itu ‘Abdurrahman ibn ‘Auf bertanya, “Mengapa engkau menangis
>> wahai Amiral Mukminin? Padahal Allah telah memenangkan agamaNya dan
>> memberikan kebaikan pada kaum mukminin lewat kepemimpinanmu?”
>>
>> “Tidak demi Allah”, sahut ‘Umar. “Ini pastilah bukan kebaikan yang murni
>> dan sejati. Seandainya ia adalah puncak kebaikan, niscaya Abu Bakr lebih
>> berhak ini terjadi pada masanya daripada aku. Dan niscaya pula, Rasulullah
>> Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih berhak ini terjadi pada masa beliau
>> daripada kami.” Lalu ‘Umar terus menangis mengkhawatirkan adanya fitnah
>> yang akan timbul pada ummat Muhammad gegara harta itu. Setelah agak reda
>> dari sesenggukannya, dia berkata, “Betapa amanahnya pasukan ini, dan betapa
>> amanah pula panglimanya, Sa’d ibn Abi Waqqash.”
>>
>> “Ini semua karena engkau”, sambut ‘Ali ibn Abi Thalib, “Tak menyimpan di
>> dalam hatimu sebersitpun hasrat pada kekayaan dunia itu. Seandainya saja di
>> dalam dadamu ada setitik saja syahwat terhadap perbendaharaan harta itu,
>> niscaya pasukanmu akan saling bunuh demi memperebutkannya.”
>>
>> Empat tahun kemudian kala menyaksikan Ramadah, ‘Umar kembali menangis.
>> “Akankah ummat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam binasa di bawah
>> kepemimpinanku?”, gerunnya berulang-kali. Saat itu, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf
>> pula menguatkannya. “Tidak wahai Amirul Mukminin. Betapa telah berbedanya
>> keadaan disebabkan keberkahan kepemimpinanmu?”
>>
>> “Apa maksudmu wahai ‘Abdurrahman?”, sahut ‘Umar.
>>
>> “Tidakkan kau perhatikan musibah dan orang-orang ini? Seandainya bencana
>> ini terjadi di masa jahiliah, niscaya kaum Arab kesemuanya pasti sudah
>> saling bunuh untuk memperebutkan sebulir gandum atau setetes air. Tapi
>> lihatlah mereka ini; mereka semua bersabar dan teguh, mereka menangis tapi
>> ridha kepada takdir Allah, mereka saling berbagi dengan mengutamakan
>> saudaranya, serta bahu-membahu menghadapi semuanya dengan ketabahan yang
>> takkan terbayangkan di masa dahulu.”
>>
>> Pada zaman itu; bersebab kualitas manusianya, dalam krisispun jiwa mereka
>> tampak berkilau, bersinar dari celah-celah berkah. Dalam makmur ataupun
>> paceklik, suka dan duka, lapang serta sempit; mereka menunjukkan kualitas
>> mental tertinggi yang akan menjadi modal peradaban Islam hingga abad-abad
>> berikutnya. Ayahanda Presiden yang terhormat; andai diizinkan lancang
>> memberi usul, betapa indah kalau program Revolusi Mental merujuk ke zaman
>> ini.
>>
>> ***
>>
>> Sementara itu Ayahanda,
>>
>> Dalam makalahnya untuk Conference on Monetary Policy and Financial
>> Stability in Emerging Markets di Istanbul, 13-15 Juni 2014, Guru Besar
>> Ekonomi Harvard-Kennedy School, Jeffrey Frankel merujuk kisah Nabi Yusuf
>> 'Alaihis Salaam tentang tafsirnya atas mimpi sang raja; tujuh sapi kurus
>> yang memakan tujuh lembu gemuk dan tujuh runggai gandum yang segar penuh
>> bulir serta tujuh tangkai yang kering lagi kopong.
>>
>> "Supaya kalian bertanam 7 tahun sebagaimana biasa. Maka apa yang kalian
>> tuai hendaklah kalian biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kalian
>> makan. Kemudian sesudah itu akan datang 7 tahun yang amat sulit, yang
>> menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghadapi tahun-tahun paceklik,
>> kecuali sedikit dari bibit gandum yang kalian simpan. Kemudian setelah itu
>> akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan dengan cukup dan di
>> masa itu mereka memeras anggur." (QS Yusuf [12]: 47-49)
>>
>> Frankel menggambarkan, seakan daur itu suatu pola yang dapat kita gunakan
>> untuk membaca datang dan perginya paceklik di zaman kita. Dia menyebutnya,
>> The Joseph Cycle.
>>
>> Selama tujuh tahun antara 1975 hingga 1981, Oil Booming melimpahkan
>> lonjakan pendapatan pada negara-negara penghasil minyak. Minyak mendapat
>> gelar baru; emas hitam, dan istilah 'petro dollar' menggambarkan kekayaan
>> negeri-negeri yang berlipat karenanya. Seakan menepati Daur Yusuf, setelah
>> itu terjadi krisis utang global yang bermula di Meksiko pada tahun 1982.
>> Hingga 1989, tahun-tahun ini disebut sebagai The Lost Decade di Amerika
>> Latin.
>>
>> Di rentang tahun 1990-1996, pola yang mirip terjadi lagi di kala muncul
>> gejala emerging markets booming. Negara-negara berkembang mengalami
>> pertumbuhan ekonomi yang dahsyat selama 7 tahun. Julukan Asian Tigers bagi
>> mereka, di mana Indonesia dimasukkan sebagai salah satunya, mewarnai satu
>> zaman yang gempita oleh apa yang disebut sebagai Asian Economic Miracles.
>> Namun segera setelah itu terjadi krisis ekonomi Asia pada tahun 1997, yang
>> seakan melibas dan membawa pada financial droughts hingga 7 tahun
>> berikutnya.
>>
>> Menurut Frankel dalam presentasinya yang bertajuk “What will happen to
>> EMs when the Fed tightens?” itu, pola yang sama akan kembali terulang dalam
>> rentang 2004-2018 ketika terjadi financial markets booming yang ditandai
>> dengan maraknya produk derivatif lengkap dengan segala rekayasa
>> keuangannya. Istilah “Carry Trade” dan perkembangan negara-negara yang
>> disebut BRICs akan menjadi pemantiknya. Awalnya, selama tujuh tahun pasar
>> keuangan berkembang dengan fantastis. Lagi-lagi seakan menyesuaii Siklus
>> Yusuf, setelah itu kita juga mengalami krisis keuangan global.
>>
>> ***
>>
>> Ayahanda Presiden,
>>
>> Baik sesuai Siklus Yusuf atau tidak, dalam lintasan sejarah tampak nyata
>> bahwa kelimpahan dan kesempitan memang datang dan pergi berganti-ganti
>> nyaris secara niscaya. Tak ada negara yang terjamin bebas dari disambangi
>> paceklik. Pun bahkan, sekali lagi untuk menegaskan, jika penduduk
>> negeri-negeri beriman dan bertaqwa; maka pintu keberkahan yang dibukakan
>> dari langit dan bumi tak selalu berbentuk kesejahteraan tanpa jeda,
>> melainkan juga berupa sisipan kesempitan yang membuat manusia kembali
>> bermesra padaNya.
>>
>> Menghadapi paceklik itu, dalam ketidakpastian tentang seberapa kuat ia
>> akan menghantam, ada di antara kita yang mengkhawatirkan sang krisis.
>> Keterbatasan pemahaman tentangnya dan berbagai gejala yang telah terasa,
>> suka tak suka menimbulkan berbagai kegelisahan dan bahkan pesimisme. Inilah
>> yang dialami sebagian besar masyarakat kini, terlebih mereka yang pernah
>> mengalami tahun-tahun pahit 1997 dan menyisakan trauma dalam hati.
>>
>> Barangkali mereka yang menginsyafi keniscayaan datangnya krisis itu akan
>> lebih mengkhawatirkan kesiapan kita menghadapinya. Para jamhur ekonomi
>> makro, para cendikia pengamat pergerakan mata uang maupun pasar saham, para
>> winasis yang menyeksamai neraca perdagangan, cadangan devisa, maupun
>> berbagai rasio indikator mungkin akan lebih jernih melihat hal ini.
>>
>> Dan di luar sang paceklik serta kesiapan menghadapinya, bersebab
>> keterbatasan ilmu penyusunnya, tulisan ini hanya hendak mengajak berbincang
>> tentang sikap menghadapi krisis itu. Sebab sungguh diyakini, nestapa paling
>> malang yang berhasil disikapi pasti menghasilkan sesuatu yang lebih baik
>> dibanding keberhasilan paling gemilang yang gagal disikapi. Bahkan,
>> berhasil menyikapi kegagalan, berlipat baiknya daripada gagal menyikapi
>> keberhasilan.
>>
>> Sejarah pernah menaburkan teladan-teladan sikap utama dari para mulia di
>> zaman paceklik menyapa mereka. Semoga dengan menyimaknya, kita tertuntun
>> pula menyusuri celah-celah berkah hingga Allah karuniakan kebaikan di masa
>> depan, dunia dan akhirat.
>> Sebagaimana ditelaah oleh Dr. Jaribah ibn Ahmad Al Haritsi dalam
>> disertasinya di Universitas Ummul Qura Makkah yang meraih predikat summa
>> cum laude, Al Fiqhul Iqtishadi Li Amiril Mukminin ‘Umar ibn Al Khaththab;
>> ada hal-hal menarik dari Sayyidina ‘Umar selaku pemimpin negeri dalam masa
>> Ramadah yang patut dicatat.
>>
>> Pertama, dia sebagai kepala negara memikul penuh tanggungjawab atas hal
>> tersebut. Bahkan meskipun diyakinkan berulangkali oleh para sahabat bahwa
>> semua yang terjadi merupakan takdir Allah, ‘Umar selalu merasa bahwa
>> pangkal persoalannya adalah kepemimpinan dirinya yang dalam pandangannya
>> amat jauh dari kualitas pribadi yang dimiliki kedua pendahulunya, yakni
>> Rasulullah dan Abu Bakr. Maka ‘Umar selalu takut kepada Allah kalau-kalau
>> ummat ini binasa dalam pemerintahannya. Dengan bercucuran airmata,
>> berulang-kali dia berdoa, “Ya Allah, jangan kau jadikan ummat Muhammad
>> binasa dalam kepemimpinanku.”
>>
>> Barangkali ada berlapis-lapis alasan bagi ‘Umar dalam paceklik itu,
>> semuanya berupa keadaan yang di luar kendalinya; hujan yang tak turun,
>> anomali musim, panen yang gagal, para pengungsi yang membanjiri Madinah,
>> wabah penyakit yang datang dari arah Syam. Tapi dia memilih untuk
>> bermuhasabah, barangkali dosa dan kelemahannyalah yang jadi persoalan.
>> Alih-alih menyalahkan berbagai hal ataupun pihak, dia menjadi lebih banyak
>> diam, bermuhasabah, dan beristighfar.
>>
>> Kedua, ‘Umar mengambil sikap untuk bersama rakyatnya dalam keprihatinan.
>> ‘Umar adalah penyuka susu dan keju. Tapi sepanjang 2 tahun Ramadah, dia
>> haramkan untuk dirinya makanan selain roti tepung kasar, garam, dan minyak.
>> Para sahabat menyaksikan bagaimana kulit ‘Umar yang semula putih
>> kemerah-merahan, berubah menjadi kuning kehitam-hitaman bersebab hidup
>> prihatin yang dia paksakan untuk dirinya.
>>
>> Barangkali hidup sederhana takkan menyelesaikan krisis dan tidak pula
>> memberi solusi kepada paceklik parah itu. Penghematan yang terjadi juga tak
>> signifikan sama sekali. Tapi ketika itulah rakyat akan melihat bahwa sang
>> pemimpin ada bersama mereka, merasakan hal yang sama seperti yang mereka
>> alami. Dengan itu, bertambah tentramlah hati mereka yang dipimpinnya.
>> Ketika rakyat hatinya tenang, bahkan pemimpin yang tak solutif sekalipun
>> akan melihat bahwa rakyatnya punya kemampuan dahsyat untuk mencari
>> solusinya sendiri.
>>
>> Ketiga, ‘Umar menjadikan masa Ramadah sebagai wahana untuk membangun
>> solidaritas menyeluruh kepada berbagai bangsa yang dipimpinnya. Betapa dia
>> meneladankan langsung mengangkuti tepung, minyak, dan lauk kering untuk
>> para pengungsi dan penduduk Madinah. Dia pula menghimbau dan menyemangati
>> rakyatnya untuk berbagi dan menanggung beban sesama. Dia tepuk-tepuk pundak
>> seorang ‘relawan’ muda bernama Al Ahnaf ibn Qais, yang dengan terus
>> berlari-lari sepanjang hari memenuhi hajat orang-orang, lalu ketika habis
>> tenaganya, dia mengelemprak sembari menangis dan berdoa, “Ya Allah, jangan
>> murka padaku jika masih ada hambaMu yang kelaparan.”
>>
>> Kita sebagai bangsa juga punya modal sosial yang amat kuat untuk
>> membangun solidaritas itu. Bahkan mungkin kita adalah salah satu negara
>> dengan lembaga kemanusiaan yang amat banyak jumlahnya, bekerja menyalurkan
>> zakat, infak, shadaqah, wakaf, hibah, hadiah, dan bahkan dana CSR dalam
>> berbagai kegiatan sosial. Dukungan dan kebersamaan pemerintah akan kian
>> meneguhkan kita pula sebagai bangsa yang tangguh.
>>
>> Keempat, ‘Umar terus memikirkan dan merumuskan sistem jaminan sosial yang
>> bisa membuat rakyatnya bertahan di tengah paceklik. Segala sumber daya yang
>> ada di Baitul Maal, diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
>> Dikisahkan bagaimana dia mengumpulkan 60 orang, lalu memasak sejumlah
>> tepung menjadi roti dan daging kering sebagai lauknya lalu mempersilakan
>> mereka makan. Ketika ditanyakan apakah mereka merasa kenyang dengan itu,
>> semua menyatakan ya. Maka ‘Umar memutuskan, sejumlah bahan-bahan yang tadi
>> dimasaklah yang akan diberikan sebagai tunjangan sosial bulanan bagi tiap
>> jiwa yang musnah sumber penghidupannya selama Ramadah.
>>
>> Kelima, ‘Umar menjadikan sektor pangan sebagai perhatian utama selama
>> krisis dan setelahnya. Dari kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salaam pun didapati
>> bahwa, dalam masa kelangkaan di mana bahkan emas dan perak jadi tak
>> berguna, Mesir selamat karena menata dengan baik konsumsi dan persediaan
>> logistiknya. ‘Umar pun meminta Abu Musa Al Asy’ari untuk mengajarkan
>> kebiasaan kaumnya yang dipuji Rasulullah, yakni; semua keluarga dalam tiap
>> unit masyarakat mengumpulkan bahan pangan yang dimiliki menjadi satu dalam
>> lumbung, kemudian pembagian kembali untuk konsumsi diatur dengan tata
>> laksana gotong-royong yang adil dan penuh kebersamaan.
>> Inilah kebijaksanaannya; jika lumbung terpusat ala Yusuf tidak relevan
>> untuk negaranya yang membentang dari Gurun Sahara hingga Sungai Indus; maka
>> ketahanan pangan dibangun dalam unit-unit kecil masyarakat. Teknologi
>> budidaya, pemanenan, pengolahan, dan penyimpanan panen di masa berikut
>> kiranya amat membantu lahiriah dari jiwa-jiwa yang berbagi suka dan duka.
>> ‘Umar pula mengunjungi beberapa daerah pantai dan menemui para nelayan.
>> Dengan pujiannya ketika membersamai mereka melaut, “Betapa baiknya cara
>> kalian menjemput rizqi Allah”, dia meminta pelipatgandaan penyediaan ikan
>> dan membiasakan rakyatnya memakan hasil laut. ‘Umar juga melarang segala
>> jenis ternak dan hewan peliharaan diberi makan dengan apa yang dapat
>> dikonsumsi manusia. Dia sangat marah ketika pada sebuah peternakan unta
>> ditemukan kotoran yang mengandung jejak tepung sya’ir.
>>
>> Keenam, ‘Umar menggesa pembangunan infrastruktur dan jaminan keamanan
>> yang mendukung kelancaran suplai logistik. Pada jalur antara Syam ke
>> Madinah, Kufah ke Madinah, dan bersambung hingga Yaman; didirikan pos-pos
>> penjagaan dan tempat-tempat istirahat kafilah yang memadai. Di tahun
>> berikutnya, setelah melihat lama dan mahalnya angkutan darat dari Mesir ke
>> ibukota, ‘Umar memerintahkan Gubernur ‘Amr ibn Al ‘Ash untuk menggali kanal
>> yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah, sehingga hasil pertanian
>> Mesir yang berlimpah dapat diangkut dengan cepat ke Madinah untuk menekan
>> harganya. Terusan itu tetap berfungsi hingga akhir masa pemerintahan
>> Sayyidina ‘Utsman ibn ‘Affan.
>>
>> Ketujuh; ‘Umar memberlakukan beberapa kebijakan yang meringankan beban
>> tanggungan masyarakat. Selama masa Ramadah, zakat hewan ternak ditunda
>> penarikannya, pemeroleh jaminan sosial diperluas dari semula bayi tersapih
>> menjadi sejak bayi lahir, bahkan beberapa hukuman ditangguhkan penerapannya
>> termasuk pencurian yang benar-benar bersebab kebutuhan dan tak mencapai
>> nilai seperempat dinar. Sebaliknya, ketika menemukan lahan subur milik para
>> pemuka kaum tak digarap dalam tinjauannya ke Iraq, dia tegas mengultimatum
>> bahwa jika dalam waktu tertentu sang tuan tanah tak menjadikannya
>> produktif, negara berhak menyita dan mengamanahkannya pada yang mampu
>> menanaminya.
>>
>> Ayahanda Presiden yang terhormat,
>>
>> Kami akhiri hatur-tutur ini dengan tiga kata yang menggambarkan sifat
>> pemimpin menurut Pujangga Keraton Surakarta, Raden Ngabehi Rangga Warsita,
>> yakni momor, momot, dan momong. Momor berarti hadir, dekat, bersama,
>> menyatu, dan seperasaan dengan yang dipimpin. Momot artinya mampu memuat
>> segala beban, keluhan, dan harapan yang dipimpin. Adapun momong artinya,
>> menjaga, mencukupi, mengasuh, mengasihi, dan mengasah yang dipimpin. Doa
>> kami selalu, semoga Panjenengan nDalem mampu mengemban amanah lebih dari
>> 250 juta manusia yang amat berpotensi menjadi pendakwa, bukan pembela di
>> akhirat sana.
>>
>> Hamba Allah yang tertawan dosanya,
>> @salimafillah
>> FB: Salim A. Fillah
>>
>> --
>> .
>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
>> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>> ===========================================================
>> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>> * DILARANG:
>> 1. Email besar dari 200KB;
>> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>> 3. Email One Liner.
>> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
>> mengirimkan biodata!
>> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
>> mengganti subjeknya.
>> ===========================================================
>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
>> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>> ---
>> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
>> Grup.
>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
>> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
> * DILARANG:
> 1. Email besar dari 200KB;
> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. Email One Liner.
> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
> mengirimkan biodata!
> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
> Grup.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke