Bung Andiko, fakta dan saksi sudah lengkap, demikian juga satgas sudah bekerja, dan menemukan bukti. Kok tidak bergerak ? Karena kemauan -- sebagai unsur yang paling penting untuk bertindak -- sama sekali tidak ada. Itulah sebabnya mengapa berkas-berkas itu dioper kesana kemari. Hebatnya, kasus ini tidak hanya terjadi di Riau, tetapi di seluruh Indonesia. Negara ini sedang menghancurkan dirinya sendiri. Saya kok jadi rindu pada JK.
Wassalam, Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo (Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita. --- On Mon, 3/7/11, andi ko <andi.ko...@gmail.com> wrote: From: andi ko <andi.ko...@gmail.com> Subject: [R@ntau-Net] Riau Dalam Berita : PEMBALAKAN LIAR Sudah Janggal Sejak Awal To: "RantauNet" <RantauNet@googlegroups.com> Date: Monday, March 7, 2011, 12:04 PM 07 Maret 2011 PEMBALAKAN LIAR Sudah Janggal Sejak Awal DOKUMEN itu masih bertumpuk di lemari penyimpanan berkas Kepolisian Daerah Riau. Selain bukti foto dan salinan izin pengusahaan hutan, ada kuitansi perhitungan nilai kayu bernilai triliunan rupiah. Berkas pemeriksaan tersangka dan saksi juga masih tersimpan rapi. Itulah barang bukti perkara dugaan pembalakan liar 14 perusahaan di Riau yang penyidikannya dihentikan pada 22 Desember 2008. Dari semua barang bukti, tinggal dokumen-dokumen itulah yang dikantongi polisi jika perkara ini dibuka kembali. Bukti yang sempat disita polisi, seperti 2 juta kubik kayu, 15 alat berat pemindah kayu, 90 truk, 17 kapal, dan 1 ponton, sudah dikembalikan ke pemiliknya. "Bisa disidik lagi kalau ada bukti baru," kata juru bicara Kepolisian Daerah Riau, Ajun Komisaris Besar Sumihar Pandiangan, kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu. Desakan untuk membuka kembali penghentian perkara itu "diserukan" Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Setelah hampir setahun menelisik terbitnya surat perintah penghentian penyidikan itu, Jumat tiga pekan lalu, Satuan Tugas mengumumkan temuannya. Satgas menemukan ada indikasi perkara dimainkan mafia hukum. "Kami menemukan sejumlah kejanggalan," kata Ketua Satgas Kuntoro Mangkusubroto. Pekan lalu, Satgas menyerahkan temuannya ke Markas Besar Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung. Rencananya, temuan itu juga akan diserahkan ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Komisi Kepolisian; dan Komisi Kejaksaan. Menurut sumber Tempo di kantor Satgas, jika kepolisian dan kejaksaan tak menggubris laporan itu, pihaknya akan melapor ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penghentian perkara itu sendiri sejak awal sudah dicurigai sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Anti-Mafia Kehutanan. Koalisi yang antara lain terdiri atas Indonesia Corruption Watch dan Wahana Lingkungan Hidup ini meminta Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum menelusuri dugaan adanya mafia dalam penghentian perkara itu. Mereka menengarai keterlibatan bekas Menteri Kehutanan, Gubernur Riau, empat bupati, dan empat mantan kepala dinas kehutanan. Koalisi menyebut nama mantan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban dan Gubernur Riau Rusli Zainal yang paling bertanggung jawab. Kaban, misalnya, dituduh menerbitkan dispensasi izin pemanfaatan hasil hutan ke sejumlah perusahaan itu. Adapun Rusli dinilai bersalah karena mengesahkan rencana karya tahunan untuk 14 perusahaan itu. Kepada wartawan, Kaban dan Rusli berkali-kali membantah tudingan tersebut. Perkara ini juga menyeret nama dua perusahaan besar. Pada Maret 2007, polisi menangkap puluhan truk bermuatan kayu tanpa dokumen resmi. Dari pengakuan para pelaku yang tertangkap tangan itu, kayu milik tujuh perusahaan kehutanan tersebut hendak dipasok ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), perusahaan bubur kertas milik taipan Sukanto Tanoto. Tak lama kemudian, polisi kembali menangkap puluhan truk kayu dengan modus serupa. Kali ini kayu itu hendak dipasok ke PT Indah Kiat Pulp and Paper, perusahaan bubur kertas milik Sinar Mas Group. Pemiliknya tujuh perusahaan yang berafiliasi dengan Indah Kiat. l l l UNTUK mencari fakta penguat dan bukti adanya mafia kasus itulah, sejak pertengahan tahun lalu, Satuan Tugas menerjunkan tim ke lapangan. Pola kerjanya: memantau gerak-gerik pihak yang sebelumnya sudah diidentifikasi terlibat. Tak hanya menggali keterangan saksi, tim juga mengumpulkan bukti di lapangan. Hasil temuan Satgas, untuk sementara, mengarah ke jaksa. Masalah memang muncul tatkala berkas dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau. Berkas tak kunjung dinyatakan lengkap alias P21. Alasannya, belum ada kesaksian ahli di bidang kehutanan dan lingkungan. Setelah 17 kali berkasnya bolak-balik, polisi justru menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Dari temuan Satgas, alasan penghentian didasari petunjuk jaksa yang merujuk kesaksian ahli dari Direktorat Hutan Tanaman Kementerian Kehutanan, Bedjo Santosa dan Bambang Winoto. Kedua ahli kehutanan itu menyatakan 14 perusahaan tersebut memiliki izin sah. Sebab, untuk penebangan di hutan tanaman, izinnya dimulai dengan membabat hutan alam. Keduanya sepakat kerusakan lahan bukan alasan memidanakan pemegang izin. Menurut Satgas, keterangan dua ahli itu tidak tepat menjadi alasan penghentian karena mereka bukan ahli hukum yang memahami soal-soal pidana. Bahkan mereka dianggap tidak layak menjadi saksi ahli karena instansi kerjanya ditengarai terlibat kasus itu. Sebaliknya, kejaksaan justru mengabaikan kesaksian ahli yang mendukung penyidikan. Bambang Hero Sahardjo dan Basuki Wasis, misalnya. Kedua pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor itu menyatakan izin 14 perusahaan tersebut menyalahi prosedur. Dari perhitungan mereka, kerugian ekonomis dan lingkungan yang diderita negara mencapai ratusan triliun rupiah. Di berkas yang dikembalikan ke polisi, jaksa malah meminta saksi meringankan tersangka. "Ini bukan tugas jaksa, ini konyol," kata seorang anggota tim investigasi Satgas. Tak kalah aneh, menurut temuan Satgas, jaksa tak meminta polisi menjadikan putusan Pengadilan Antikorupsi tentang perkara Tengku Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan, sebagai bukti baru. Putusan terhadap Azmun diketuk tiga bulan sebelum kasus 14 perusahaan itu dihentikan. Dalam putusan Azmun disebutkan bahwa dua dari perusahaan yang kasusnya dihentikan, PT Merbau Pelalawan Lestari dan PT Madukoro, izin usahanya melawan hukum. Ketika jaksa meminta penyidik melengkapi berkas (P19), Satgas menemukan permintaan yang tidak relevan. Contohnya permintaan menghitung kerugian negara akibat illegal logging di Riau sejak 2006, padahal perkaranya terjadi pada 2007. Tim di lapangan juga mendapat kesaksian petugas keuangan sebuah hotel di Riau. Sang petugas menyatakan PT RAPP pernah mendanai rapat petinggi Kejaksaan Tinggi Riau dengan jajaran kejaksaan negeri se-Riau di hotel tempatnya bekerja saat penyidikan masih berlangsung. "Kalau benar, berarti itu pelanggaran etika," ujar anggota tim investigasi itu. Pihak Kejaksaan Riau menangkis memainkan perkara kayu ini. Menurut Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau Heru Chairuddin, pihaknya tak kunjung menyatakan lengkap berkas karena memang tak cukup bukti. Soal saksi kehutanan, kata Heru, memang keduanya dianggap layak menjadi saksi ahli. Jika saksi lain diabaikan, kata dia, itu karena tidak memenuhi syarat. Heru mengatakan pihaknya mendukung Satgas jika perkara itu dibuka lagi. "Kalau ada bukti, kami dukung," katanya. Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menyatakan akan mempelajari temuan Satgas. Jika ada bukti kuat jaksa terlibat, ujar Marwan, dia tak segan menyeret jaksa itu. Kepolisian Daerah Riau, yang menangani perkara ini, menyambut baik temuan Satgas. Menurut Sumihar Pandiangan, pihaknya berharap perkara itu memang bisa dibuka kembali. "Karena masalahnya bukan ada di kami, tapi di penuntut," ujarnya. Kubu RAPP dan Indah Kiat menutup mulut soal temuan Satgas itu. "Kita patuhi saja aturan hukumnya," kata juru bicara Sinar Mas Forestry, Nurul Huda. Nurul menegaskan, Indah Kiat tak terlibat perkara itu. Asisten Manajer Media Relations RAPP Salomo Sitohang juga memilih tak banyak berkomentar. "Tanya saja ke polisi dan jaksa," katanya. Bagi Walhi, temuan Satgas itu akan menjadi bukti pendukung rencana gugatan praperadilan mereka atas penghentian perkara itu. "Dalam waktu dekat, kami akan mendaftarkan gugatan kami ini," ujar Ketua Walhi Riau Riko Kurniawan. Anton Aprianto (Jakarta), Jupernalis Samosir (Riau) -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/