Kemana Dana Bencana  Rp3,1 Triliun Itu?                                         
                                                                                
                                                                                
                                                                                
                                                Rabu, 01 Juni 2011 02:49        
      Ada
  berita mengejutkan muncul di media online. Dana penanggulangan bencana
  gempa Sumatera Barat hilang. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung: Rp3,1 
 triliun, jauh lebih besar dari APBD Sumbar yang hanya Rp2,1 triliun.  
Semula, pemerintah pusat melalui APBN menganggarkan sejumlah Rp6,4  
triliun untuk Sumbar. Sebanyak Rp3,3 triliun sudah 
disalurkan. Mestinya, ada  penyaluran sisa dana sebanyak Rp3,1 triliun. 
Na­mun, seperti yang  dijelaskan oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, 
dana itu tidak ada lagi.     Kita patut mengurai 
lebih jauh seputaran dana Rp6,4  triliun itu. Sejauh yang bisa dilacak, 
anggaran sebesar Rp3,3 triliun  dari APBN itu disalurkan melalui Badan 
Nasional Penanggulangan Bencana  (BNPB). BNPB sendiri langsung 
menyalurkan dana itu kepada Kelompok  Masyarakat (Pokmas). Ayah saya, 
misalnya, menerima dana sebesar Rp15  juta me­la­lui bank, bukan lewat 
pemerintah daerah. Masalahnya, bagaimana koordinasi 
antara BNPB dengan  pemerintah daerah, dalam hal ini dengan gu­bernur, 
bupati dan walikota?  Selama ini, pihak DPR RI sudah membentuk Tim 
Pe­ngawas Bencana Sumbar  yang diketuai oleh Refrizal. Ham­pir semua 
anggota DPR RI asal Sumbar  terlibat dalam tim ini. Sebagai Tim 
Pe­ngawas, tentunya DPR RI hanya  memantau proses pe­nya­luran dana APBN
 itu. Dari sekitar Rp3,3 triliun dana yang sudah 
disalurkan  lewat APBN itu, sekitar Rp 2,4 triliun berasal dari APBN 
Perubahan Tahun  2010. Pe­lun­curan dana bencana itu dilakukan tanggal 6
 Sep­tember 2010  yang berpusat di Kota Padang. Selama proses itulah DPR
 RI mela­kukan  pengawasan. Seluruh dokumen penyaluran mes­tinya sudah 
disampaikan  kepada pihak berwenang, dalam hal ini BNPB. Se­hingga, 
kalau ada  kebutuhan dana lagi, segera dimasukkan dalam APBN 2011. Dari
 sinilah masalah mun­cul, ketika proses penya­luran  sampai pelaporan 
dana ben­cana ini tidak men­dapatkan pengawasan yang  cukup, termasuk 
oleh ma­syarakat sipil. Sehingga, timbunan berita lain  meneng­gelamkan 
informasi penting menyangkut dana bencana ini. Ketika  Gubernur Irwan 
Pra­yitno bersuara, barulah diskusi kembali semarak,  setidaknya di 
dunia maya. Kejelasan Informasi Yang
 diperlukan sekarang adalah kejelasan informasi  menyangkut dana bencana
 yang hilang itu. Perlu ada transparansi dari  seluruh pihak, termasuk 
proses edu­kasi ke masyarakat, agar tak  digunakan pihak-pihak ter­tentu
 untuk menyalahkan pihak lain. Untuk itu,  se­jumlah pertanyaan berikut 
layak diajukan. Pertama, lembaga mana sebetulnya 
yang berwenang untuk  menyalurkan dana bantuan sebesar (komitmen) 
sebesar Rp6,4 triliun itu?  Soal kewenangan ini penting, agar tidak 
semua pihak dianggap memiliki  “kesalahan” apabila terjadi 
ketidakjelasan dalam penyaluran ataupun  pela­poran. Kalau memang dana 
bantuan itu menjadi kewe­nangan BNPB, maka  pihak BNPB-lah yang perlu 
mela­kukan klarifikasi. Kedua, dari 
sejumlah Rp3,3 triliun dana yang  sudah disalurkan, kemana saja 
pergi­nya? Apakah keseluruhan dana APBN  sebesar Rp3,3 triliun itu sudah
 benar-benar terserap di masyarakat?  Kalau penyerapannya ada, berarti 
pihak penyalurnya bisa mem­berikan  laporan kepada, ter­utama, Tim 
Pengawas Ben­cana Sumbar bentukan DPR RI.  Tim DPR inilah yang akan 
memastikan kebutuhan anggaran berikutnya  terpe­nuhi. Apakah Rp3,3 
triliun yang sudah disalurkan itu seluruhnya  disalurkan oleh BNPB atau 
adakah pihak lain yang menyalurkan? Ketiga, 
bagaimana dengan dana non APBN yang selama ini  masuk juga kepada 
pe­merintah daerah? Kita ketahui bahwa banyak sekali  pihak yang 
memberikan bantuan kepada masyarakat Sumbar pascagempa bumi  tanggal 30 
September 2009 lalu itu. Ada masyarakat yang lang­sung terjun  ke 
lapangan, lalu menggunakan lembaga swa­daya masyarakat untuk  
men­jalankan program atau proyek bantuan. Namun ada juga yang menyumbang
  lewat rekening pemerintah daerah. Nah, bagaimana dengan dana non APBN 
 yang masuk rekening pemerintah daerah ini? Keempat,
 bagaimana juga dengan proyek-proyek yang  dibiayai oleh negara asing? 
Wilayah bencana gempa di Sumbar kini ibarat  daerah yang ditempa banyak 
sekali merek-merek asing. Setiap sekolah yang  baru dibangun, tertulis 
“Atas Bantuan Negara X dan Y”. Saya menyaksikan  beberapa bangunan yang 
terbengkalai, akibat para pemborong lokal dengan  seenaknya saja 
melanggar komitmen-komitmennya. Peran pemerintah daerah  sangat minimal,
 padahal kepercayaan negara-negara asing itu diperlukan  untuk 
meyakinkan betapa bantuan mereka dikerjakan dengan baik, bukan  malah 
ditelan­tarkan. Tsunami Mentawai Tentu,
 lagi-lagi, sejumlah pertanyaan di atas tadi  me­merlukan jawaban. 
Paling tidak, setiap orang bisa me­mantau sejauh  mana peng­gunaan dana 
APBN dan non APBN di wilayah bencana. Kita tentu  tidak bisa berharap 
banyak kepada institusi na­sional, termasuk kepada  BN­PB, mengingat 
gempa bumi Sumbar tidak termasuk kate­gori Bencana  Nasional. Gu­ber­nur
 Sumbar waktu itu, Gamawan Fauzi, dengan cepat  mengatakan bahwa gempa 
Sumbar bukan ben­cana nasional. Malahan, pihak  asing juga dengan cepat 
diminta kembali ke nega­ranya. Akibatnya tidak  selu­ruh pembiayaan 
menyangkut akibat-akibat dari gempa Sumbar itu  dibebankan kepa­da APBN. Belum
 lagi masalah tsu­nami Mentawai. Sampai seka­rang,  keluhan dari 
masyarakat Mentawai sering terdengar. Mengingat tanggal  kejadian 
tsunami Mentawai berbeda dengan gempa Sumbar, yakni tsunami  terjadi 
pada malam tanggal 25 Oktober 2010, proses penanganannya juga  berbeda. 
Dan tentunya kalau lagi-lagi diserahkan kepada BNPB, akan  memicu 
penum­pukan tugas dan program. Tidak masalah sebetulnya, asalkan  
transparansi anggaran terjadi. Nah, apakah 
penanganan bencana tsunami 25 Oktober 2010  itu berbeda dengan 
penanganan bencana gempa 30 September 2009? Kalau  memang dibedakan, 
kejelasan layak diberikan, ketimbang tumpang tindih  terus dengan 
pemberitaan menyangkut “dana bencana”. Informasi 
layak diberikan kepada pub­lik seluas-luasnya,  mengingat informasi 
adalah hak publik. Bukankah Indonesia sudah  memiliki Komisi Informasi? Karena 
itu, sejumlah lang­kah perlu ditempuh peme­rintah daerah bersama elemen 
masyarakat lainnya, yakni: Pertama,
  bertanya kepada BNPB. Apakah alokasi dana bencana untuk Sumbar, baik  
bencana gempa maupun ben­cana tsunami, masih tersedia dalam rekening  
BNPB? Ka­lau tidak ada, kemana perginya? Kedua,
 bertanya kepada Departemen Keuangan.  Per­tanyaan ini penting, 
meng­ingat terdapat informasi bahwa dana  sebesar Rp3,1 triliun itu 
dikembalikan ke “pos Depkeu”, mengingat ada  keterlambatan laporan 
me­nyangkut dana bencana yang sudah disalurkan. Ketiga,
 bertanya kepada Tim Pengawasan Bencana  Sumbar yang dibentuk DPR RI. 
Bagaimanapun, tim inilah yang secara  “resmi” mem­beritahu publik, 
sebelum penyaluran serentak dila­ku­kan  pada 6 September 2010. Keempat,
 bertanya kepada Presiden RI. Kita  berharap bahwa Presiden RI 
mem­berikan perhatian kepada hilangnya dana  bencana ini, paling tidak 
dari sisi per­hatian dan meminta elemen  terkait memberikan pen­jelasan. Siapa
 yang bisa meng­ajukan pertanyaan? Pihak Gubernur  Sumbar Irwan Prayitno
 mengatakan bahwa pertanyaan tertulis sudah  diajukan kepada Presiden 
RI, lalu dijawab Wakil Presiden RI: “Dana  bencana itu sudah tidak ada 
lagi”. Apakah harus lewat proses berliku  itu? Para menteri atau wakil 
menteri yang berasal dari Sumatera Barat  bisa juga mengajukan 
pertanyaan informal ketika rehat dalam rapat-rapat  ka­binet. Kalau
 bertanya saja sudah segan, pertanda kita akan  tersesat di jalan 
terang. Dana sebesar Rp 3,1 triliun itu bukan dana  gelap, bukan?   INDRA J 
PILIANG (Wakil Sekjen DPN HKTI dan Deputi Sekjen DPP MKGR)
http://www.indrapiliang.com/2011/06/01/kemana-dana-bencana-rp-31-trilyun-itu/

Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke