Pak BSP ysh, istilahnya Bakortranasda atau Basarnas(da) ? Memang saya
melihat dalam 2-3 tahun belakangan ini tumbuh bangunan baru di sekitar
bandara, seperti saya lihat di Kupang, Ambon, dll satu kompleks mini
yang dilabeli Badan SAR Daerah. Bangunan tunggal warna merah lalu ada
menara telekomunikasi dan dinding semacam untuk climbing. Saya teringat
di depan asrama JICA Tokyo ada akademi untuk fire brigade, yang selalu
riuh rendah setiap subuh, siang, dan sore hari: setiap hari mereka
latihan lari-lari, naik turun tangga, manjat, dst sambil teriak-teriak. 
Satu tempat lagi saya pernah kunjungi di Shidami
<http://groups.yahoo.com/group/referensi/message/2735> , dan sempat
mencoba lari-lari naik turun tangga sempit 8 lantai, dan ngos-ngosan.
Saya kira profesi fire brigade adalah profesi paling berat untuk jasa
perkotaan.

Fenomena bangunan SAR di sekitar bandara itu saya kira sudah menjadi
standar? Namun sepertinya kurang bisa operasional bila bandaranya
sendiri masih ditutup. Perlu dipikirkan kelengkapannya dan operasional
hariannya pada saat terjadi bencana dan tidak. Dan bila bencana, apa
juga masih bisa dioperasionalkan? Ingat peristiwa 44
<http://groups.yahoo.com/group/referensi/message/44>  tahun yang lalu,
operation base bisa di Halim, Istana Bogor, dll. Salam.

-ekadj


--- In referensi@yahoogroups.com, "bspr...@..." <bspr...@...> wrote:
>
>
> Uda Ekadj.
>
> Seingat saya gara-gara gmepa Jogja sudah muncul sebuah undang-undang
tentang Bakortranas. Namun gemanya kok tidak jelas ya. Dulu itu
ditangani langsung oleh Wapres. Bahkan dalam salah satu pasalnya
dikatakan bahwa Bakortranasda akan dibentuk dalam struktur forma dengan
eselon 1 di tiap propinsi. Pada saat bencana, fungsi eselon 1 sekda
dihentikan dan digantikan oleh kepala Bakortranasda.
>
> Yang menjadi pertanyaan saya, kelihatannya ini lebih kepada usaha
penggelembungan birokrasi dibandingkan dengan pemikiran tentang
penanganan bencana.
>
>
>
> Salam
>
> bambang sp
>


Kirim email ke