Re: Fw: [iagi-net-l] Diskusi Paper-Paper IPA 2009 (II)
Pak Djoko, Itulah hal yang mungkin akan menyulitkan realisasi eksplorasi ke depan. Kasus lain adalah Gorontalo Basin (Teluk Tomini) yang sangat menarik secara geologi dan petroleum system, mengusik saraf setiap eksplorasionis untuk menjawab tantangannya. Tujuh blok telah dialokasikan Migas di situ untuk ditawarkan pada mid-Juni depan. Konsultasi ke daerah telah dilakukan kawan2 Migas dan mendapat respon positif, para gubernur terkait sangat mendukung. Tetapi Teluk Tomini pun di beberapa wilayahnya merupakan kawasan taman laut. Kawasan konservasi laut Teluk Tomini menggema dalam Worl Ocean Congress di Manado yang baru berakhir kemarin. Bisakah realisasi eksplorasi dilakukan ? Kita lihat ke depan, semoga tak seperti kasus Warim, di mana banyak struktur dengan potensi besar, sebesar lapangan2 minyak di Central Ranges PNG yang cadangan terbuktinya sudah 3.2 BBO, mesti dibiarkan tak tergarap karena di atasnya berposisi Taman National Lorentz yang tak bisa diganggu gugat -the last resort of tropical forest in snowy mountains -warisan dunia ! Namun, kenyataannya ilegal logging yang jelas2 merusak hutan Lorentz terus terjadi, foto udara dengan kuat menampakkannya. Eksplorasi migas tak pernah merusak kawasan hutan seperti ilegal logging tentunya. Tetapi, sungguh tak mudah meyakinkan Departemen Kehutanan akan hal ini. Mekanisme pinjam kawasan hutan atau pinjam kawasan laut mestinya bisa jadi salah satu solusi. Di wilayah Indonesia, yang kaya akan laut, kaya akan hutan, dan kaya akan sumberdaya mineral dan energi -memang masalah tumpang tindih lahan dan kepentingan menjadi issue yang keras. Akan menjadi makin kompleks bila negara2 besar ikut mengatur kita, lalu apabila kita ternyata tak cukup berdaya dengan wilayah kita sendiri... salam, awang --- On Fri, 5/15/09, djoko.rusdia...@external.total.com wrote: > From: djoko.rusdia...@external.total.com > Subject: Fw: [iagi-net-l] Diskusi Paper-Paper IPA 2009 (II) > To: awangsaty...@yahoo.com > Cc: iagi-net@iagi.or.id > Date: Friday, May 15, 2009, 9:37 AM > Pak Awang, saya forward email ini ke > alamat yahoo karena yg dikirim lewat > iagi-net di reject. > > Salam, > Djoko RUSDIANTO > telp: +62.21.523 1524 > mobile:+62.811877517 > e-mail:djoko.rusdia...@external.total.com > > - Forwarded by Djoko RUSDIANTO/EXT/ID/EP/Corp on > 05/15/2009 09:29 AM > - > > > > > > > Djoko > > > > > > RUSDIANTO/EXT/ID/ > > > > > EP/Corp > > > To > > > > > > 05/15/2009 08:51 > > > cc > > AM > iagi-...@iagi.or.id > > > > > > > Subject > > > RE: [iagi-net-l] > Diskusi > > > Paper-Paper IPA 2009 > (II)(Document > > > link: Djoko RUSDIANTO) > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > Pak Awang, posting pak Awang tentang Hydrocarbon > Prospectivity of the Savu > Sea Basin (Toothill & Lamb > -CGG Veritas), Savu Basin : A Case of Frontier Basin Area > in Eastern > Indonesia (Tampubolon & Saamena -ITB & Unpad)sangat > menarik. Namun dengan > ditetapkannya Savu Marine National Park (article berikut), > bagaimana > menurut pak Awang dengan masa depan ekplorasi migas di Savu > sea basin > dikaitkan dengan masalah terjadinya overlap area (seperti > halnya masalah > overlap dengan taman nasional). > > Salam, > DRusdianto > > Indonesia launches Southeast Asia's biggest marine park > Source: Reuters > MANADO, Indonesia (Reuters) – > Indonesia has opened Southeast Asia's > largest marine park in the Savu Sea, a migration route for > almost half the > world's whale species and home to vast tracts of rare > coral, the country's > fisheries minister said. > Environmental groups, The Nature > Conservancy and WWF will help set up > the reserve, where efforts will be made to stamp out > illegal practices such > as dynamite and cyanide fishing. Tourism activities and > subsistence fishing > by locals will be allowed but restricted to certain areas. >
[iagi-net-l] Re: banda basin
Sadzali, Cekungan (Laut) Banda secara tektonik kompleks dan pemikiran-pemikiran tentang kejadiannya telah menyebabkan perdebatan yang lama di antara para ahli yang pernah menelitinya. Beberapa konsepnya seperti berikut ini. Laut Banda mempunyai batuan dasar kerak samudera. Aliran bahang (heat flow) yang rendah dan kedalaman batuan dasarnya yang lebih daripada 4500 meter mendukung argumen bahwa kerak samudera Banda merupakan kerak tua (Mesozoik – awal Tersier) yang sekarang terperangkap terkurung oleh busur volkanik dan non-volkanik Busur Banda) (Lapouille et al., 1986 : Age and origin of the seafloor of the Banda Sea, Eastern Indonesia : Oceanological Acta, 8, pp. 379–389). Hipotesis kerak samudera berumur Mesozoikum yang terkurung atau terperangkap oleh pembusuran Busur Banda harus dibuktikan oleh peneraan umur kerak samudera ini – yaitu mesti berumur tua. Masalahnya adalah, terdapat kontroversi soal umur ini. Hipotesis “Banda tua” ditantang oleh Honthaas et al. (1998 : A Neogene back-arc origin for the Banda Sea basins: geochemical and geochronological constraints from the Banda ridges, East Indonesia, Tectonophysics, 298, pp. 297–317) yang berdasarkan contoh batuan backarc basalt dari singkapan gawir sesar pada batuan dasar Banda Utara menghasilkan umur 9.4–7.3 Ma (Miosen Akhir). Berdasarkan dredged samples (contoh batuan hasil pengerukan dasar laut) dari Lucipara dan punggungan bawahlaut Nieuwerkerk Emperor of China dan pulau-pulau volkanik di Laut Banda, ditemukan bahwa kerak Banda berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal. Contoh batuan ini berupa backarc basalt dan andesit yang mengandung kordierit dan silimanit. Hadirnya kordierit dan silimanit sebagai xenocrysts, dan secara petrokimia punya kandungan Sr tinggi dan Nd rendah mengindikasi bahwa batuan volcanik terbentuk oleh penerobosan kerak kontinen. Hasil ini telah menggiring Honthaas et al. (1998) menafsirkan bahwa Punggungan Banda, yaitu wilayah-wilayah tinggi di Laut Banda sebagaikerak kontinen yang dulunya berasal dari tepi Sulawesi kemudian pindah ke posisinya sekarang oleh pemekaran dalam-busur (intra-arc spreading). Fragmen benua ini bergerak menjauh sampai ke selatan Banda oleh proses “diffuse spreading” dan pemekaran dalam-busur yang terjadi berulang-ulang selama Mio-Pliosen. Sebuah kompleks busur volkanik kemudian berkembang di sisi selatan fragmen benua ini. Berdasarkan model ini, maka pulau-pulau volkanik di Nusa Tenggara Timur (Busur Sunda bagian timur atau Busur Banda bagian barat) dari Pantar ke Damar merupakan pulau-pulau gunungapi yang menumpang di atas kerak kontinen. Segmen Wetar dan Punggungan Lucipara, yang masing-masing berposisi di selatan dan utara Banda Selatan, merupakan single volcanic arc berumur 8-7 Ma yang dibentuk oleh subduksi kerak samudera Hindia di bawah kerak kontinen dengan sudut Wadati-Benioff yang curam. Laut Banda saat ini adalah produk pemekaran Cekungan Banda Selatan oleh proses intra-arc opening pada 6.5-3.5 Ma yang memisahkan Segmen Wetar dan Punggungan Lucipara. Proses pemekaran terhenti pada sekitar 3 Ma karena terjadinya benturan busur-benua di sebelah Wetar (Australia vs Timor) dan utara Punggungan Lucipara (Kepala Burung vs Seram). Namun, umur muda Banda ini bertentangan dengan kenyataan kedalaman Laut Banda yang sangat dalam (sekitar 5000 meter). Sebuah kerak yang muda dikatakan tak mungkin sedalam itu. Meskipun demikian, para pembela “young age Banda Sea, punya jawaban atas sanggahan ini. Misalnya Hinschberger et al. (2001 : Magnetic lineations constraints for the back-arc opening of the Late Neogene south Banda Basin, eastern Indonesia, Tectonophysics, pp. 333, 47–59) menawarkan tiga mekanisme yang menyebabkan Laut Banda dalam meskipun muda, yaitu : (1) rapid thermal subsidence karena hilangnya panas di sebuah cekungan yang kecil, (2) tectonic subsidence akibat compressive tectonic setting di sekelilingnya (model kompensasi isostatik), dan (3) induced tectonic subsidence akibat drag stress oleh dua kerak samudera (slab) yang menunjam di bawah Banda (yaitu slab Banda dan Seram) yang berkonvergen di bawah Banda. Argumen nomor 3 a.l. didukung oleh Hill (2005 : Tectonics and regional structure of Seram and the Banda Arc, Indonesian Petroleum Association Newsletter, July 2005, pp. 16-28). Teori tentang asal Laut Banda terakhir diusulkan oleh Harris (2006 : Rise and fall of the eastern great Indonesian arc recorded by assembly, dispersion and accretion of the Banda terrane, Timor, Gondwana Research, 10, pp. 207-231) yang menulis bahwa Laut Banda pada mulanya berhubungan dengan subduction rollback (pencuraman bidang subduksi oleh perlambatan gerak penunjaman) kerak samudera tua Lempeng Australia/Hindia. Bagian atas lempeng ini mengalami pemekaran (suprasubduction zone seafloor spreading) membentuk Cekungan Laut Banda Sea. Kemudian, oleh gerak mundurnya palung, menyebabkan bagian Banda Terrane yang paling selatan berb
[iagi-net-l] Re: paparan sunda
Sadzali, 1. Cekungan-cekungan di sekeliling tepi barat, selatan, timur Sundaland (Sumatra Utara, Sumatra Tengah, Sumatra Selatan, Sunda-Asri, Jawa Baratlaut, Jawa Timurlaut, Kutei) kaya akan hidrokarbon tentu karena berbagai sebab. Beberapa alasan di antaranya : (1) dimensi cekungan-cekungan ini besar (luas dan tebal sedimennya), (2) punya sumber sedimen yang luas (Sundaland sendiri), (3) punya sejarah termal yang baik untuk pematangan batuan induk –bahkan Sumatra Tengah termasuk cekungan terpanas di dunia – gradien geotermal diatas 4 degF/100 ft, (4) punya sejarah tektonostratigrafi yang unik pada semua fasenya (syn-rift, post-rift, syn-inversion) yang memiliki elemen dan petroleum system yang mendukukung kejadian hidrokarbon, (5) hampir semua cekungan ini telah dikerjakan sejak akhir abad ke-19 sehingga pengetahuan petroleum geologynya telah baik dipahami dan sekitar 80 % sumur eksplorasi di Indonesia berlokasi di cekungan-cekungan ini, maka penemuannya pun banyak –no well no discovery, many wells many discoveries. 2. Submarine ridges di selatan Jawa tak akan pernah muncul ke permukaan seperti non-volcanic outer arc ridges yang jadi pulau-pulau melange di barat Sumatra (Simeulue-Enggano). Ini tak berhubungan dengan kecepatan penunjaman kerak Samudera Hindia di bawah Sundaland, tetapi berhubungan dengan sedimentasi yang ada di wilayah forearc sebelum outer arc ridges itu terangkat. Wilayah forearc di Sumatra ditutupi oleh sedimentasi tebal asal Bengal Fan yang menjulur ke selatan dari sebelah timur India sampai ke barat Sumatra. Bengal Fan ini merupakan sistem kipas bawahlaut terbesar di dunia yang dipasok sedimennya dari Tinggian Himalaya di sebelah utaranya. Saat pengangkatan forearc terjadi oleh penunjaman pada Neogen di sebelah barat Sumatra, sebagian sedimen Bengal Fan di forearc Sumatra ini telah menyebkan sedimen yang sangat tebal kemudian terangkat sampai di atas muka laut, berimbrikasi dengan prisma akresi subduction, akhirnya menjadi pulau2 Simeulue-Enggano. Di selatan Jawa, Bengal Fan tak sampai, selain terlalu jauh, orientasinya telah berbelok tajam –menyulitkan fairway sedimen. Maka prisma akresi di selatan Jawa harus puas sebagai submarine ridges, bukan outer island arc. salam, awang --- On Thu, 5/14/09, ahmad sadzali wrote: > From: ahmad sadzali > Subject: paparan sunda > To: awangsaty...@yahoo.com > Date: Thursday, May 14, 2009, 3:00 PM > Maaf > pak saya mau bertanya: > > 1. Kenapa semua cekungan yang ada di ujung dari paparan > sunda semuanya ekonomis dan menghasilkan minyak yang luar > biasa besarnya? > 2. Kenapa di pulau jawa, prisma akresinya tidak muncul > seperti di sumatra? Tidak muncul atau belum pak? ini > hubungannya sama kecepatan pergerakan lempeng india-australi > atau bukan? > > Atas bantuanya terimakasih pak > Ahmad Sadzali > GeoUnpad06 > MGU003 > > > > > > PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro... tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!! akan dilaksanakan di Semarang 13-14 Oktober 2009 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
RE: [iagi-net-l] New Petroleum System of Salawati Basin
Edo, Kami pun semula menduga bahwa Lower Klasaman lebih punya refractory kerogen (kerogen tipe III) yang akan gas-prone, lebih-lebih lagi bila Klasaman Formation disebandingkan dengan Steenkool Formation di Bintuni Basin yang banyak batubaranya (steenkool = batubara, bahasa Belanda). Namun, visual kerogen analyses yang dilakukan pada banyak sampel Lower Klasaman menunjukkan bahwa Lower Klasaman shales masih didominasi labile kerogen (kerogen tipe I dan II) yang oil-prone, dalam hal ini Lower Klasaman shales masih mirip-mirip Klasafet shales yang bertipe II (marin), meskipun punya kontribusi terrestrial. Sebaran tipe kerogen Lower Klasaman kalau diplot pada ternary diagram yang menunjukkan tipe kerogen I, II, III, atau pada van Kreuvelen diagram, menunjukkan sebaran yang sama dengan sebaran kerogen sampel Klasafet atau Kais. Dengan kata lain, Lower Klasaman pun bisa oil-prone seperti ditunjukkan Kais dan Klasafet. Berdasarkan geokimia, dan menilik paleogeografinya berdasarkan mikropaleontologi, Lower Klasaman shales bisa diyakini diendapkan dalam lingkungan tepi marin-middle sublittoral yang kontribusi terrestrialnya lebih banyak dibandingkan Klasafet shales yang selama ini diyakini merupakan batuan induk untuk lapangan-lapangan minyak di Salawati Basin. Ini berbeda dengan Steenkool yang diendapkan dalam lingkungan yang lebih mendekati terrestrial. Tak ada batubara yang signifikan di dalam Klasaman. Saat saya masih menjadi wellsite geologist di sumur2 Salawati kira-kira 10 tahun yang lalu, saya hampir tak pernah menemukan cuttings batubara di piring analisis, meskipun sumur2 itu menembus seluruh Klasaman Formation. Soal play pre-Tertiary di Salawati Basin tentu dari dulu sudah diusahakan, bahkan pada tahun 1980-an, sebelum penemuan2 besar terjadi di pre-Tertiary Bintuni Basin, para peneliti Salawati Basin telah memikirkan batuan2 pre-Tetiary ini sebagai objektif (misal paper Phoa dan Samuel, 1986 –Proceedings IPA). Sampai sekarang pun objektif pra-Tersier ini masih menjadi target yang lain di Salawati Basin. Teman-teman di PetroChina Kepala Burung telah mengebor secara khusus objektif ini, misalnya Jaya Deep-1, mengikuti model di Bintuni (Wiriagar vs Wiriagar Deep). Jaya adalah lapangan minyak di reef Kais, di bawahnya masih berkembang kemungkinan prospek dalam. Seismik 3D yang dilakukan oleh teman2 Pertamina dan PetroChina di Pulau Salawati maupun paruh Kepala Burung telah sangat membuka peluang pra-Kais dan pra-Tersier ini. Sumur Jaya Deep belum berhasil menemukan hidrokarbon di prospek Pra-Tersier-nya, tentu satu sumur ini tak membunuh seluruh prospek Pra-Tersier di Salawati Basin. Ingat kata2 Michel Halbouty, yang sering dikatakan sebagai seorang eksplorasionis legendaris, yang kira-kira begini “saat sumur pertamamu gagal menemukan hidrokarbon dari play yang baru, jangan langsung tinggalkan sumur itu, pandanglah dari jauh, lihat ke kanan dan kiri, pikirkan kegagalanmu, dan saat alasan kegagalanmu telah jelas, bor sumur keduanya, ketiganya, dan seterusnya –mungkin sumur kelimamulah yang akan menjadi discovery well bagi play baru itu.” Beberapa studi geokimia (gas geochemistry) yang pernah saya kerjakan dulu saat masih menjadi exploration geologist di wilayah ini menunjukkan beberapa kejadian akumulasi gas di Walio Block dan offshore Salawati Island yang saat dikarakterisasi dari komposisinya, menunjukkan tipe gas bukan dari generasi Klasafet/Kais; tetapi mesti berasal dari sources yang lebih tua yang saat ini di Walio Block masih di late wet gas window : Pra-Tersier. Sayang, tak ada data isotop karbon-13 pada semua elemen metana-butana, juga isotop deuterium pada sampel gas tersebut. Sekali ada, tentu semua informasi gas geochemistry akan terbuka, yang kemudian akan mengkarakterisasi sources pra-Tersier. Saya menyarankan kepada teman2 PetroChina-Pertamina untuk melakukan sampling dan analisis ini. No analysis no geochemical interpretation. Maka, sekalipun telah lebih dari 70 tahun dikerjakan, objektif post-Kais (Klasaman system) dan pre-Kais (Sirga, Faumai, pra-Tersier) di Salawati Basin masih under-explored. Tentu mereka tak akan berkontribusi apa2 tanpa eksplorasi yang baik dan terfokus. Gejala-gejala bahwa sistem di luar Kais ini telah menggenerasikan hidrokarbon telah muncul cukup kuat. Tinggal kita mengejar dan menangkapnya. Oil is firstly found in the minds of men, kata Wallace Pratt, namun ia akan tetap di pikiran kita dan membuat kepala kita berkeringat dan berminyak (he2...) bila tak ada usaha-usaha eksplorasi untuk mewujudkannya. Butuh keberanian semua pihak (eksplorasionis, manajer) untuk masuk kepada play yang bukan klasik. Saya pribadi di BPMIGAS akan mendukung usaha-usaha seperti ini selama secara teknis punya justifikasi. salam, awang --- On Thu, 5/14/09, Edward, Syafron wrote: > From: Edward, Syafron > Subject: RE: [iagi-net-l] New Petroleum System of Salawati Basin > To: iagi-net@iagi.or.id > Date: Thursday, May 14