[budaya_tionghua] OOT: Laporan Diskusi Bulanan NIM: Perempuan Kebangsaan Kita
Laporan Diskusi Bulanan NIM yang diselenggarakan di One Earth, One Sky, One Humankind (Ciawi, Bogor). Diskusi ini terbuka untuk umum dan inilah laporannya sebagai bentuk sharing kepedulian terhadap Bangsa dan Negara ini. Salam, Maya S. Muchtar (Ketua Harian NIM) Kompleks Ruko Golden Fatmawati, Jl. RS Fatmawati, Blok J/35 Lt. 3, 12420, Jakarta Selatan, Tel./Fax. 021-7669618 Email: [EMAIL PROTECTED] Website: www.nationalintegrationmovement.org - PEREMPUAN DAN KEBANGSAAN KITA Peranan kaum wanita di dalam sejarah Indonesia sebenarnya sangat nyata, besar dan tidak kalah jasanya seperti kaum pria. Tapi mungkin karena kebanyakan sejarah ditulis oleh kaum pria, maka peran kaum wanita sering kali dimarginalkan. Padahal bila mendengar cerita-cerita dari sejarah 'alternatif', kaum wanita banyak berperan secara fisik dalam perang kemerdekaan Indonesia, seperti menyelundupkan granat tangan dan senjata api di dalam bakul jinjingannya, langsung ke kantong-kantong kekuatan perjuangan rakyat. Atau, unjuk rasa yang dilakukan oleh kelompok Suara Ibu Peduli tahun 1998, yang berunjuk rasa memprotes kenaikan harga susu dan bahan kebutuhan pokok, mematik dan menyulut aksi-aksi selanjutnya menuntut reformasi. Gerakan para ibu ini langsung menyurut atau mundur setelah aksi-aksi lain bisa menggantikan mereka tanpa mengharapkan imbalan atau konsensi politik apapun. Demikian dituturkan Ibu Eva Kusuma Sundari, anggota komisi VI DPR dari PDI-P, sebagai pembicara pertama dalam Diskusi Kebangsaan NIM pada hari Sabtu, 10 September 2005 di One Earth Ciawi. Politik identitas sudah sejak lama diterapkan secara sistematis untuk mengatur kehidupan wanita tanpa peduli dengan keinginan wanita itu sendiri. Wanita sudah dari kecil dikondisikan dan selalu dikaitkan dengan 'Dapur, Kasur dan Sumur' serta Reproduksi sehingga tanpa sadar wanita telah 'terkotakan' dan dimarginalkan oleh pria maupun wanita sendiri menjadi suatu hal yang harus diurusi atau diperhatikan seperti urusan politik, urusan ekonomi, dll. Padahal dalam kehidupan manusia, selalu ada 'Conscious Awareness' bahwa tiap manusia genuinely punya kecenderungan untuk setara (to be equal), bebas (free) dan identitas personalnya diakui/dibedakan sebagai suatu individu yang berdaulat atas dirinya sendiri. Pengakuan dan perbedaan di sini dimaksudkan bukan untuk 'dimarginalkan' atau 'dikotak-kotakan' tapi untuk disetarakan dengan individu-individu lainnya. Maka bagaimana individu-individu yang berbeda ini bisa bebas tapi dapat bersatu secara setara, adalah tantangan yang harus kita hadapi dalam konteks kebangsaan Indonesia. Menurut Ibu Eva, ada 2 tantangan untuk mencapai 'Civil Society' atau masyarakat Marheinisme versi Soekarno, yaitu : (1) tantangan feodalisme sebagai faktor internal diri dan (2) Neoliberalisme (Neolib) atau mengekspoitasi orang lain sebagai faktor eksternal. Feodalisme dalam diri ini yang mendasari misalnya Perda 'yang mengatur' kehidupan wanita' dan dianggap Perda berdasarkan Syariat Islam di Bengkulu. Pekerja Seks Komersial (PSK) di sana tidak boleh dilayani oleh Bank. Dan wanita yang berjalan bolak-balik di suatu tempat sendirian dilarang karena akan dianggap PSK. Perda tersebut jelas sangat diskriminatif kepada kaum wanita, karena kenapa hanya mengatur wanita ? Rasa ingin diakui ini juga mendasari permainan mata politik antara anggota DPD dan beberapa anggota DPR berhaluan islam. Baru-baru ini, ada wacana dari DPD untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa dengan agenda mengganti Psl 4 dari UUD'45 supaya kedudukan DPD diakui setara dengan DPR di legistatif seperti kedudukan senator pada badan legislatif di Amerika Serikat. Sebagai 'bargain politik', DPD akan mendukung masuknya kembali Piagam Jakarta ke dalam pembukaan UUD'45. Untung saja, wacana seperti ini akhirnya kandas di tengah jalan. Sedangkan Neolib adalah faktor eksternal yang sedang menggerogoti masyarakat kta. Rakyat yang berdaulat adalah Civil Society, dan rakyat yang berdaulat sepakat untuk membentuk negara. Jadi 'negara' adalah alat dari civil society. Masalanya sekarang negara sudah 'tersandera' oleh globalisasi, maka peran rakyat sebagai civil society harus diberdayakan semaksimal mungkin untuk membendung arus Neolib yang bermaksud mengekpoitasi masyarakat sipil lewat negara. Maka Ibu Eva mengajak para peserta untuk tidak berbicara dalam tingkat wacana saja, tapi harus ikut mengontrol negara (pemerintah) lewat advokasi budgeting. Police-making decision tergantung pada budgeting. Misalnya : biarpun banyak kampanye penghematan dan good governess oleh pemerintah tapi bila dana 'coffee morning' seorang gubernur DKI misalnya mencapai 1 jt per hari, apakah itu berarti penghematan ? Semua realisasi program bisa dilihat dalam advokasi budgeting ini. Pentingnya advokasi budgeting ini diamini kemudian oleh Bapak Slamet Harsono dari Forum Kebangkitan Jiwa (FKJ) yang kebetulan berprofesi sebagai akuntan publik. Ibu Agnes Sri Purbasari adalah pengajar di
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Kawan-kawan sekalian yang budiman, Jadi makin menarik diskusi kita mengenai istilah Pribumi dan Non-Pribumi ini. Tapi, saya tidak melihat adanya perbedaann hakiki diantara kita. Ini perasaan saya dari yang tersirat dalam kata-kata yang ada, ya. Kalau boleh saya katakan, bung Asahan yang menentang diharamkannya penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi tidak dengan demikian berarti menyetujui diskriminasi rasial, yang anti Tionghoa. Juga sebaliknya, kawan-kawan lain (termasuk saya) yang menyetujui dihentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi ini tidak berarti berdiri dipihak mantan Presiden Habvibie, kelanjutan pemerintah Orba Soeharto itu. Cobalah kita fokuskan kembali pada istilah Pribumi itu lebih dahulu. Tidak ada diantara kita yang menentang pengertian secara bahasa, Pribumi adalah netral, tidak sedikitpun ada pengertian negatif. Istilah Pribumi menjadi masalah justru karena dipolitisir untuk menyudutkan sekelompok warga, khususnya kelompok etnis Tionghoa. Dan sampai disini, semua pihak yang berdebat sama-sama mengakui kebenaran ini. Saya sejak awal, dalam tulisan pertama Pribumi Non-Pribumi sudah menyatakan: Dan jelas, istilah Pribumi dan Non Pribumi adalah istilah politis yang dipergunakan Pemerintah Kolonial Belanda dan Pemerintah Orde baru dengan maksud untuk memecah belah golongan penduduk di negara Indonesia dan melanggengkan kekuasaanya. Coba, lebih lanjut kita perhatikan betul istilah Pribumi dan sebutan Non-Pribumi yang ditujukan pada etnis Tionghoa ini, bagaimanapun juga tidak bisa dibenarkan. Siapa yang berhak menyandang Pribumi di Nusantara ini? Karena kenyataan mayoritas mutlak penghuni Nusantara ini adalah juga pendatang dari daerah Yunan sana, penghuni yang masih bisa dikatakan Pribumi, yang masih asli adalah kelompok Negroid dan Wedoid yang berkulit kehitam-hitaman dan berambut keriting dan sekarang menetap di Nusatenggara dan Irian itu. Jadi, dalam pengertian dimana kita semua sama-sama pendatang, yang berbeda hanya waktu, sebagian lebih dahulu dan yang belakangan, pengkategorian Pribumi dan Non-Pribumi selama ini jelas adalah salah! Dan kalau kita sudah tahu salah, kenapa harus diteruskan? Apalagi jelas, penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi ini sebagai salah satu alasan untuk mendiskriminasi sekelompok warga yang etnis Tionghoa, dengan puncak kerusuhan yang meletus Mei '98 itu. Lalu, kalau kita tarik lebih lanjut penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi dengan selalu mempertentangkan yang Pribumi dan Non-Pribumi, maka jelas akan menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia karena : - Orang-orang Aceh akan mengatakan bahwa Aceh mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Aceh seperti suku Batak, Minang, Jawa, dan lain-lain adalah Non Pribumi. - Orang-orang Betawi akan mengaatakan bahwa di Jakarta mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Jakarta seperti suku Aceh, Batak, Minang, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya adalah Non Pribumi. - Orang-orang Papua akan mengatakan bahwa di Papua mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Papua seperti suku Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain adalah Non Pribumi. - Orang-orang Dayak di Kalimantan akan mengatakan di Kalimantan Barat mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Kal-Bar seperti suku Jawa, Madura, dan lain-lain adalah non Pribumi. Untuk apa kita membuat masyarakat yang kenyataan plural dan majemuk di Nusantara ini terpecah-pecah dengan selalu mengkotak-kotakan menjadi Pribumi dan Non-Pribumi? Siapa sesungguhnya yang Pribumi, siapa yang Non-Pribumi? Bukankah jauh lebih baik dan akan lebih sehat, seandainya kita semua yang berbeda-beda itu, baik beda warna kulit, beda suku, beda etnis dan beda agama, semua bisa hidup rukun ber-damai-damai, bersama-sama membangun masyarakat ini lebih baik lagi, bersama-sama memusatkan segenap energi dan perhatian mendorong maju ekonomi yang nyaris bangkrut ini. Dan hendaknya janganlah kita trapkan semboyan yang pernah diteriakkan jaman RBKP (Revolusi Besar Kebudayaan Proletar) di Tiongkok dahulu: Apa yang ditentang musuh, kita sokong. Apa yang yang disokong musuh, kita tentang. Saya yakin semboyan itu hanya berlaku pada masalah pendirian, dan tidak berlaku secara umum dalam soal-soal praktis. Jadi, jangan kita menentang mengharamkan penggunaan istilah Pribumi hanya karena itu instruksi Mantan Presiden Habibie yang kelanjutan pemerintah Orba. Juga jangan karena masih menyetujui pengunaan istilah Pribumi lalu dikatakan rasis anti-Cina. Tidak mesti begitu. Salam, ChanCT - Original Message - From: BISAI To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA Sent: Thursday, September 15, 2005 7:59 AM Subject: Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Saudara Zhou Fy dan Saudara Mayat yang terhormat. Bila seseorang mengatakan kepada saya:dasar pribumi!! meskipun yang dimaksudkan seseorang(
[budaya_tionghua] OOT: Han Hwie Song _ Bagaimana mendapatkan pendidikan spesialisme medis di Eropa Barat, chususnya di Belanda
- Original Message - From: Han Hwie Song To: Chan C. T. ; k.prawira ; Nasional-list ; Tionghoa-net ; Jonathan Goeij Sent: Thursday, September 15, 2005 4:16 PM Subject: Re: Han Hwie SongBagaimana mendapatkan pendidikan spesialisme medis di Eropa Barat, chususnya di Belanda Bagaimana mendapatkan pendidikan spesialisme medis di Eropa Barat, chususnya di Belanda Tulisan ini saya tulis secara sigkat dari pengalaman saya untuk mendapatkan spesialisme kedokteran nuklir di Belanda, untuk menjelaskan apa yang sdr. Jo tulis mengenai keahlian kedokteran di Jerman. Tulisan ini bukan sebagai bantahan atau kritik tetapi sebagai tambahan atas tulisannya yang interesan dari sdr. Jo. Tentang spesialisasi untuk mendapatkan dokter spesialis di Nederland (saya rasa umumnya di Eropa Barat) ada peraturan yang ketat yaitu seperti dibawah ini: 1. Dia harus seorang dokter dari universitas Belanda yang diakui oleh kementerian pendidikan; dan kalau dia dokter dari luar negeri, universitasnya harus diakui oleh kementerian kesehatan/pendidikan dalam hal ini universitas Airlangga, Alma Mater saya termasuk yang diakui. Tetapi saya dahulu tidak boleh buka praktek privat, pekerjaan diijinkan di RS, tetapi dengan pengawasan oleh ahli spesialis dimana saya bekerja, yaitu Dr. H.P. Hamers ahli radioterapi dan mempunyai ijin untuk mendidik; dan setiap tahun harus beliau mengajukan permohonan untuk memperpanjang ijin kerja saya sebagai dokter dengan persetujuan kementerian kesehatan. Sesudah 9 tahun berangsur angsur bekerja tanpa ada keluhan dari kolega-kolega dari dua RS Elisabeth dan Maria dari kota Tilburg saya diakui penuh untuk bekerja dokter di Belanda dan mendapatkan diploma ahli kedokteran nulkir, jadi sebetulnya saya bekerja dari tahun 1973 sampai 1984 di bagian kedokteran nuklir, baru diakui tahun 1984 dengan pengakuan mundur sejak 1980 (berarti sebetulnya dalam tulisan, saya sudah diakui sebagai dokter ahli sejak tahun1980, diundurkan 4 tahun) tapi tanpa konsekuensi apa-apa (ganti kerugian empat tahun)! Tetapi sewaktu aku bekerja sudah mendapatkan gaji yang cukup baik dan tergolong tingkat pertengahan dalam masyarakat Belanda. Perlu diterangkan disini bahwa saya setiap minggu dua hari pergi ke universitas Amsetrdam dan Utrecht bagian kedokteran nuklir dibahwa pimpinan prof. Dr. Van der Schoot (Amsterdam) dan Prof Dr. Ephraim (Utrecht). 2. Kalau anda mau menjadi ahli spesialis anda harus bekerja di RS-RS universitas atau rumah sakit chusus yang mendapatkan ijin untuk mendidik (bukan segala rumah sakit mempunyai ijin) ijin itu diberikan oleh suatu komisi, saya kira oleh institusi komisi registrasi medis-specialisme. Dan lamanya studi juga jelas umpama ahli bedah 6 tahun, ahli penyakit dalam 6 tahun, ahli radiologi 5 tahun. Etc. Setiap rumah sakit yang dapat mendidik sebelumnya diperiksa dengan ketat qualitasnya, dan setiap 5 tahun harus mengajukan permohonan untuk memperpanjang ijin pendidikan. Lalu diselidiki lagi kemampuan dan qualitas pendidikannya. Dokter yang bertanggung jawab untuk mendidik umumnya harus mempunyai titel Ph.D. yang sudah berjalan 5 tahun, artinya sudah mempunyai pegalaman kerja. Rumah sakit kecil tidak bisa mendapatkan ijin untuk mendidik, karena untuk pendidikm harus RS yang serba komplit dengan segala fasilitas dan bagian-bagian ilmu kedokteran yang penting bagi kemampuan seorang spesialis. Yang minta ijin itu bukan untuk semua RS, tetapi yang minta itu bagian-bagiannya saja. Kepala bagian dari RS yang mau minta ijin mendidik harus mengajukan permohonan dahulu dan karenanya di RS-RS tsb. tidak semua bagian mempunyai ijin untuk mendidik. Ada spesialisme yang 3 tahun dididik di RS bukan university hospital, tetapi yang mendapatkan ijin seperti yang sudah saya katakan dan selanjutnya 3 tahun di university hospital. 3. Diploma keahlian medis spesialisme bukan RS yang berikan tetapi komisi yang saya katakan tsb. diatas. Dan juga diplomanya setiap lima tahun harus diperpanjang. Dan melalui penyelidikan dari perhimpunan chusus bagiannya (dalam hal saya perhimpunan untuk memperkembangkan kedokteran nuklir) baru komisi registrasi medis spesialisme memutuskan untuk memperpanjang atau tidak diplomanya. 4. Setiap spesialis harus mengikuti kursus -kursus untuk mendapatkan angka kredit yang jumblahnya ditentukan oleh perhimpunan ahli kedokteran masing-masing. 5. Setiap RS besar kecil yang ada di Belanda semua harus di visitasi, diperiksa kalau memenuhi parameter yang ditentukan diberi keterangan baik. Ini untuk menjamin qualitas kedokteran di Belanda. Semua ahli kedokteran di Eropa Barat disamakan, dengan demikian juga peraturan-peraturannya harus sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh komisi kedokteran di Eropa Barat. 6. Bisa saja dokter dari luar negeri untuk sementara bekerja di RS. Belanda, tetapi harus minta ijin dari kementerian dahulu, dan makan waktu yang lama. Kalau tanpa ijin dia boleh hanya melihat saja, tetapi tidak boleh
RE: [budaya_tionghua] OOT: Perlakuan terhadap Korban Pelanggaran HAM Diskriminatif
Ha? Enggak ngerti, maksudnya apa sih kalimat ini. para penjarah dalam Peristiwa Mei 1988 sepatutnya juga mendapat hukuman atas perbuatannya. Karenanya korban-korban Peristiwa Mei 1998 tidak pantas disebut korban Itu kata karenanya ditaroh disitu tuh fungsinya menjelaskan atau sebagai kata penghubung doank? Coba, pernyataan pertama: para penjarah sepatutnya mendapat hukuman Pernyataan kedua: karenanya korban Mei 98 tidak pantas disebut korban Dua kalimat ini nyambungnya di sebelah mana sih sehingga itu karenanya bisa nongol ditengah tengah? Kata gue mah Jaka Sembung bawa gitar buanget deh. Kaga nyambung lah jreng! -Original Message- From: Ambon [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Wednesday, September 14, 2005 8:50 PM To: budaya_tionghua Subject: [budaya_tionghua] OOT: Perlakuan terhadap Korban Pelanggaran HAM Diskriminatif http://www.suarapembaruan.com/News/2005/09/14/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Perlakuan terhadap Korban Pelanggaran HAM Diskriminatif skip Kurangnya empati masyarakat Indonesia terhadap komunitas korban terlihat dalam sesi diskusi Pemenuhan Hak-Hak Korban. Seorang calon anggota KKR Dr Tjipta Lesmana mempertanyakan soal definisi korban dengan mengatakan para penjarah dalam Peristiwa Mei 1988 sepatutnya juga mendapat hukuman atas perbuatannya. Karenanya korban-korban Peristiwa Mei 1998 tidak pantas disebut korban. Pernyataannya kontan mendapat tanggapan keras dari keluarga korban, khususnya para orang tua yang kehilangan anak-anaknya dalam Peristiwa Mei 1998. Selain keluarga korban, calon anggota KKR yang lain, Fadjroel Rachman, juga memperingatkan soal tidak pantasnya pernyataan seperti itu. (Y-2) .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: OOT :) Hidden Secret Untold
sdr.Uly , suku Ba ini bisa dikatakan telah meleburkan kedalam suku Han. Chu Yan atau Khut Guan merupakan orang dari etnis Ba dan dipercaya kerajaan Chu pada masa Musim Semi dan Gugur merupakan kerajaan Ba. Tapi sekarang ini ada suku TuJia yang beranggapan bahwa mereka adalah keturunan dari suku Ba itu. Kehancuran kerajaan Chu serta adanya konflik dengan suku lainnya membuat mereka menyebar ke banyak daerah dan meleburkan diri dengan suku-suku lain. Jika anda menyusuri sungai Chang Jiang , anda melihat tebing-tebing tinggi dan disitu ada beberapa kuburan kuno yang merupakan kuburan suku Ba pada masa lampau. Kemampuan menggiring mayat pada masa sekarang ini hanya ada di film- film belaka. Jikapun ada catatan pada masa lampau terutama dinasti Qing , tidak akurat sekali. Karena konon mereka menggiring mayat pada malam hari dan selalu memberitahukan dahulu kepada penduduk desa atau kota yang mereka lewati bahwa mereka sedang menggiring mayat. Jadi ada kemungkinan tidak ada orang yang benar-benar melihat mayat sedang berjalan. Dan sepanjang yang saya tahu bahwa mayat itu tidak lompat-lompat seperti dalam film. hormat saya , Xuan Tong --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Trims atas infonya. Mau Tanya lagi ya, Kalau jaman sekarang suku Ba masih menguburkan mayat di tebing tinggi tidak? Jaman sekarang pendeta yang punya keahlian menggiring mayat masih ada tidak? -Original Message- From: perfect_harmony2000 [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, September 12, 2005 9:06 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: OOT :) Hidden Secret Untold sdr.Uly, sebenarnya mayat hidup yang berjalan itu tidak tepat disebut vampire. Istilah seperti itu dipopulerkan oleh industri film hongkong. Pendeta-pendeta yang menggiring mayat itu untuk dibawa pulang ke kampung halaman. Istilah itu disebut Gan Si. Suku minoritas Ba memiliki kemiripan dengan suku Toraja yang menaruh mayat di tebing-tebing tinggi. hormat saya , Xuan Tong Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org! http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/