RE: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
Pengamatan selintas yg saya lihat, gejala enggan ngebor tidak hanya di Indonesia saja. Tetapi hal ini berbeda dengan yang terjadi di eksploitasi unconventional shale gas, shale oil. Karena dalam shale gas, shale oil ini memang prinsipnya bukan eksplorasi tetapi eksploitasi. Ngebor dan langsung berproduksi. Eksplorasi uncv shale gas shale oil lebih sederhana karena Mature source rock nya sudah dikenali, tetapi eksperimen ngebor menentukan efisiensi dan efektivitas fracturing. Rdp Sent from my Windows Phone From: R.P.Koesoemadinata Sent: 10/2/2013 12:59 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Sektor non-rieel dari industri migas dan energi ini juga menimbulkan spesialisasi dalam ilmu geologi, yaitu cosmetic geology. Ini bukan penipuan lho, karena tetap menggunakan data yang ada dan aseli, hanya saja diberikan penafsiran yang lebih positif. Cosmetic geology juga tidak berarti negatif, karena bisa memunculkan idea-idea baru, play concept baru. Jadi sebetulnya jualan konsep lah. Hanya saja dikhawatirkan nilai dari block2 ini bisa ambruk juga seperti nilai mortgage dari sektor perumahan, jika para pemodal pada suatu ketika tidak percaya lagi akan nilai dari block2 ini kalau lama-lama tidak ada block yang menghasilkan produksi. Wassalam RPK - Original Message - From: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, October 02, 2013 12:40 PM Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Sdr. Liamsi: Ini lah yang namanya industri migas/energi sektor non-rieel Masalahnya ada pepatah di industri migas: all prospects are good until you drill!. Menguasai block migas atau geothermal itu mempunyai nilai dalam portfolio perusahaan, bahkan dapat diperjual belikan dengan harga berlipat kali. Jadi buat apa ngebor dengan risiko tinggi jeblok dan biaya mahal. Perusahaan apapun tujuannya cari duit, bukan cari minyak dan gasbumi. Demikianpun dengan PT Pertamina sekarang, yang diharapkan dari semua BUMN sekarang kan dividen yang besar. Migas dan batubara dalam pemikiran para ekonom kita kan cuman commercial commodity saja untuk menghasilkan duit untuk APBN, bukan sebagai sumberdaya energi. Itu penjelasannya Wassalam RPK - Original Message - From: lia...@indo.net.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, October 02, 2013 9:46 AM Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal , banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK . Pertanyaannya pembenahannya dimulai dari mana ? apa back to basic lagi , setelah Uji Coba ini tidak berhasil ISM Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK Migas?) 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN). 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik, sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik of interest.kayak dagelan saja). 6. Dalam UU No. 38
Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
Targetnya bukan banyaknya pengeboran tapi Banyaknya WK yg dilelang , makanya setiap ada penanda tangan kontrak WK baru ada seremonial dan siaran pers diliput media , bar iku tidur lagi WK nya tdk masalah , besok cari lagi daerah baru lelang lagi seremonial lagi begitu seterusnya Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Sender: iagi-net@iagi.or.id Date: Wed, 2 Oct 2013 06:13:22 To: R.P.Koesoemadinatakoeso...@melsa.net.id; iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Pengamatan selintas yg saya lihat, gejala enggan ngebor tidak hanya di Indonesia saja. Tetapi hal ini berbeda dengan yang terjadi di eksploitasi unconventional shale gas, shale oil. Karena dalam shale gas, shale oil ini memang prinsipnya bukan eksplorasi tetapi eksploitasi. Ngebor dan langsung berproduksi. Eksplorasi uncv shale gas shale oil lebih sederhana karena Mature source rock nya sudah dikenali, tetapi eksperimen ngebor menentukan efisiensi dan efektivitas fracturing. Rdp Sent from my Windows Phone From: R.P.Koesoemadinata Sent: 10/2/2013 12:59 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Sektor non-rieel dari industri migas dan energi ini juga menimbulkan spesialisasi dalam ilmu geologi, yaitu cosmetic geology. Ini bukan penipuan lho, karena tetap menggunakan data yang ada dan aseli, hanya saja diberikan penafsiran yang lebih positif. Cosmetic geology juga tidak berarti negatif, karena bisa memunculkan idea-idea baru, play concept baru. Jadi sebetulnya jualan konsep lah. Hanya saja dikhawatirkan nilai dari block2 ini bisa ambruk juga seperti nilai mortgage dari sektor perumahan, jika para pemodal pada suatu ketika tidak percaya lagi akan nilai dari block2 ini kalau lama-lama tidak ada block yang menghasilkan produksi. Wassalam RPK - Original Message - From: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, October 02, 2013 12:40 PM Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Sdr. Liamsi: Ini lah yang namanya industri migas/energi sektor non-rieel Masalahnya ada pepatah di industri migas: all prospects are good until you drill!. Menguasai block migas atau geothermal itu mempunyai nilai dalam portfolio perusahaan, bahkan dapat diperjual belikan dengan harga berlipat kali. Jadi buat apa ngebor dengan risiko tinggi jeblok dan biaya mahal. Perusahaan apapun tujuannya cari duit, bukan cari minyak dan gasbumi. Demikianpun dengan PT Pertamina sekarang, yang diharapkan dari semua BUMN sekarang kan dividen yang besar. Migas dan batubara dalam pemikiran para ekonom kita kan cuman commercial commodity saja untuk menghasilkan duit untuk APBN, bukan sebagai sumberdaya energi. Itu penjelasannya Wassalam RPK - Original Message - From: lia...@indo.net.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, October 02, 2013 9:46 AM Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal , banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK . Pertanyaannya pembenahannya dimulai dari mana ? apa back to basic lagi , setelah Uji Coba ini tidak berhasil ISM Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK Migas?) 4
Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
di Harian Kompas pagi ini ada laporan terakhir Badan energi Internasional (IEA) yg cocok dg kengganan pengeboran ekplorasi tsb,dalam laporan tsb dikatakan negara negara asia tenggara akan mengalami lonjakan kebutuhan energi sampai 80% , disis lain produksi minyak akan turun sepertiga dari kapasitas produksi saat ini ( kalau saat ini 840 MBOD akan menjadi sekitar 550 saja ) yg disebabkan karena produksi minyak hanya dari sumur sumur tua dan terbatasnya penemuan sumur sumur baru.Bahkan Indonesa dan Tahiland akan menjadi importir minyak terbesar dg belanja sekitar 70 M $ atau kira kira 770 T Rp ( separo APBN ) hanya untuk impor minyak.Disis lain produksi Batubara Indonesia akan meningkat sampai lebih 90 % .( kalau sekarang kira kira 400 juta Ton maka akan menjadi lebih dari 700 juta Ton ), yg akan menempatkan Indonesia menjadi ekportir batubara terbesar di dunia. Namun juga ada lonjakan kebutuhan listrik yg sampai 60 % dari kapasitas saat ini , ini artinya kebutuhan bahan bakar ( batubara ) juga akan meningkat.Dengan melihat kebijakan ( termasuk regulasinya ) ttg perenergian yg carut marut ini , maka kalau tidak ada pembehanan yg menyeluruh termasuk perubahan paradigma dari sumber energi sbg komodits semata menjadi sumber energi sbg tulang punggung security energi maka akan semakin terseok seok keergian kita. Kalau bbearap hari terakhir ini Sumut dan Riau sdh masuk oglangan ( mati listrik ) maka tadi malam sdh melanda Jakarta juga terkena Olglangan khususnya di sebagian daerah Jaktim/Jaksel Kita telah punya beberapa regulasi (UU) yg mengatur ttg sumberdaya energi ( batubara/Minerba, Migas dan Geothermal ) , namun semuanya dg cara pandang SDE sbg bahan komoditi yg diperdagangkan shg dibuka luas luas bahkan tanpa batas yg ketat semua bisa mengusahakannya , makanya jangan heran perusahaan yg minyak minyik pun ( meminjam istilahnya Cak Luth ) atau perusahaan abal abal pun bisa mendapatkan Blok/KP/IUP yg akhirnya menelantarkan nya . Disisi lain kita hrus berpacu dg ketersedian cadangan baru ( proven) yg diharapkan secepatnya bisa menggantikan yg sdh tua tua yg produksinya semakin turun. Saat ini telah digelindingkan perubahan dasar regulasi (UU) terkait SDE tsb ( Migas , Geothermal , dan sdh ada wacana UU Minerba juga ) Namun kalau cara pandang thd SDE masih sama maka rasanya juga tdk akan banyak merubah secara signifikan terkait dg security energi tsb, dibuka lebar lebar siapun dapt mengusahakan semuanya dipacu untuk ekploitasi besar besar untuk ekpor dan dihabiskan dalam APBN untuk belanja yg tidak ada hub dg masalah keberlangsungan ketersediaan energi ( misalnya untuk dana ekplorasi untuk menemukan cad baru ) , lha kok kondisi perenergian yg sdh runyam ini diperunyam dg adanya OTT-OTT yg menyangkut perenergian khususnya migas. ( Kalau di kampung dulu suka ada Ruwatan thd seorang anak yg sering kena musibah , untuk tolak bala opo yo harus diruwat juga perenergian kita tak iye..) ISM Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK Migas?) 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN). 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab
Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
Tobat saja pak, agar permeabiti mau bertasbih mengagungkan kebesaran Allah SWT, agar basin bersujud dan reservoir ada provennza. Sementara manusia yg di surface menjaga moralnya, adil, tak ingkar janji dan berakhlak yg baik. Powered by Geologist never died just stoned® -Original Message- From: lia...@indo.net.id Sender: iagi-net@iagi.or.id Date: Thu, 3 Oct 2013 10:27:28 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor di Harian Kompas pagi ini ada laporan terakhir Badan energi Internasional (IEA) yg cocok dg kengganan pengeboran ekplorasi tsb,dalam laporan tsb dikatakan negara negara asia tenggara akan mengalami lonjakan kebutuhan energi sampai 80% , disis lain produksi minyak akan turun sepertiga dari kapasitas produksi saat ini ( kalau saat ini 840 MBOD akan menjadi sekitar 550 saja ) yg disebabkan karena produksi minyak hanya dari sumur sumur tua dan terbatasnya penemuan sumur sumur baru.Bahkan Indonesa dan Tahiland akan menjadi importir minyak terbesar dg belanja sekitar 70 M $ atau kira kira 770 T Rp ( separo APBN ) hanya untuk impor minyak.Disis lain produksi Batubara Indonesia akan meningkat sampai lebih 90 % .( kalau sekarang kira kira 400 juta Ton maka akan menjadi lebih dari 700 juta Ton ), yg akan menempatkan Indonesia menjadi ekportir batubara terbesar di dunia. Namun juga ada lonjakan kebutuhan listrik yg sampai 60 % dari kapasitas saat ini , ini artinya kebutuhan bahan bakar ( batubara ) juga akan meningkat.Dengan melihat kebijakan ( termasuk regulasinya ) ttg perenergian yg carut marut ini , maka kalau tidak ada pembehanan yg menyeluruh termasuk perubahan paradigma dari sumber energi sbg komodits semata menjadi sumber energi sbg tulang punggung security energi maka akan semakin terseok seok keergian kita. Kalau bbearap hari terakhir ini Sumut dan Riau sdh masuk oglangan ( mati listrik ) maka tadi malam sdh melanda Jakarta juga terkena Olglangan khususnya di sebagian daerah Jaktim/Jaksel Kita telah punya beberapa regulasi (UU) yg mengatur ttg sumberdaya energi ( batubara/Minerba, Migas dan Geothermal ) , namun semuanya dg cara pandang SDE sbg bahan komoditi yg diperdagangkan shg dibuka luas luas bahkan tanpa batas yg ketat semua bisa mengusahakannya , makanya jangan heran perusahaan yg minyak minyik pun ( meminjam istilahnya Cak Luth ) atau perusahaan abal abal pun bisa mendapatkan Blok/KP/IUP yg akhirnya menelantarkan nya . Disisi lain kita hrus berpacu dg ketersedian cadangan baru ( proven) yg diharapkan secepatnya bisa menggantikan yg sdh tua tua yg produksinya semakin turun. Saat ini telah digelindingkan perubahan dasar regulasi (UU) terkait SDE tsb ( Migas , Geothermal , dan sdh ada wacana UU Minerba juga ) Namun kalau cara pandang thd SDE masih sama maka rasanya juga tdk akan banyak merubah secara signifikan terkait dg security energi tsb, dibuka lebar lebar siapun dapt mengusahakan semuanya dipacu untuk ekploitasi besar besar untuk ekpor dan dihabiskan dalam APBN untuk belanja yg tidak ada hub dg masalah keberlangsungan ketersediaan energi ( misalnya untuk dana ekplorasi untuk menemukan cad baru ) , lha kok kondisi perenergian yg sdh runyam ini diperunyam dg adanya OTT-OTT yg menyangkut perenergian khususnya migas. ( Kalau di kampung dulu suka ada Ruwatan thd seorang anak yg sering kena musibah , untuk tolak bala opo yo harus diruwat juga perenergian kita tak iye..) ISM Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi
[iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK Migas?) 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN). 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik, sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik of interest.kayak dagelan saja). 6. Dalam UU No. 38/2008 (mengatur Kementrian), bahwa Menteri tidak boleh merangkap jabatan di lembaga yang Anggaran Lembaga ini di danai dengan uang negara (Skk Migas didanai dengan keuangan negara, maka jabatan Ketua Dewan Pengawas tak boleh dirangkap oleh MESDM) 7. Posisi Skk Migas terhadap KKKS maupun KKS: waktu pergantian dari UU 8/1971 ke UU 22/2001, ada amandemen PSC yg tadinya kata Pertamina diganti BPMIGAS. Dengan keberadaan Skk Migas belum pernah dibuat amandemen PSC terhadap keberadaan Skk Migas dalam PSC (kontraktor PSC bekerja atas dasar kontrak/PSC, sedangkan Skk Migas tak tertulis dalam kontrak/PSC). Maka tak ada dasar hukumnya Skk Migas memberikan persetujuan dalam operasional PSC. Ya itulah yang kudu segera dibenahi. Walaupun 2013 dinyatakan tahun ngebor/banyak ngebor tetapi yang terjadi sebaliknya (lain yang gatal lain yang digaruk) Kumaha Koh Liamsi ? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: yustinus yuwono yustinus.suyatno.yuw...@gmail.com Sender: iagi-net@iagi.or.id Date: Tue, 1 Oct 2013 15:34:49 To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Basement di Sumatra: jarak dekat tapi berbeda? Vita Shofie yang baik, Th 2012 dan bulan Maret 2013 yl saya adakan kursus basement reservoir di Yogya dan Bandung, peminat gk begitu banyak, sekitar 20 org, bahkan kebanyakan para junior geologist. Dalam kursus tersebut saya diskusikan mengenai basement prospect dari sudut petrologi (Petrology Assessment). Nah dari diskusi yang dibuka Vita ini, kebanyakan yang angkat bicara adalah temen2 geotektonik. Saya yang hardrocker coba saharing di sini (mau gak mau kalo bicara basement harus mengajak petrologist, tak iyo?): Pengalaman saya studi basement di South Sumatra Basin (SSB): 1. Dari studi sekitar 60 sumur yang menembus basement (atau dianggap basement), saya kelompokkan himpunan batuannya secara sederhana (merujuk ke arah kepentingan ekonomi praktis) dalam 4 kelompok: Kelompok granitoid, kelompok volkanik, kelompok metamorf non karbonat, dan kelompok metamorf karbonat (marble). 2. Urutan yang paling prospek berturut- turut : Granitoid, Metamorf karbonat, Volkanics, dan terakhir metamorf non karbonat. 3. Porosity dalam basement saya bagi menjadi tiga:1. fracturing by tectonics, 2. fracturing by hydrothermal, dan 3. porosity dari proses surficial weathering. 4. Pengamatan dari data empiris dan experimental, fracturing dari tektonik hanya menghasilkan max 6%. Sedangkan fracturing dari hidrotermal bisa mencapai 100%!! (contoh di zona Loss of Drilling Fluid di Lap Geotermal). Nah bila anda punya granit basement yang ekonomis dengan porosity mencapai 30%-40% (contoh Vietnam, India), saya lebih mudah menjelaskan bahwa porosity tsb disumbang oleh hydraulic
Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal , banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK . Pertanyaannya pembenahannya dimulai dari mana ? apa back to basic lagi , setelah Uji Coba ini tidak berhasil ISM Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK Migas?) 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN). 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik, sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik of interest.kayak dagelan saja). 6. Dalam UU No. 38/2008 (mengatur Kementrian), bahwa Menteri tidak boleh merangkap jabatan di lembaga yang Anggaran Lembaga ini di danai dengan uang negara (Skk Migas didanai dengan keuangan negara, maka jabatan Ketua Dewan Pengawas tak boleh dirangkap oleh MESDM) 7. Posisi Skk Migas terhadap KKKS maupun KKS: waktu pergantian dari UU 8/1971 ke UU 22/2001, ada amandemen PSC yg tadinya kata Pertamina diganti BPMIGAS. Dengan keberadaan Skk Migas belum pernah dibuat amandemen PSC terhadap keberadaan Skk Migas dalam PSC (kontraktor PSC bekerja atas dasar kontrak/PSC, sedangkan Skk Migas tak tertulis dalam kontrak/PSC). Maka tak ada dasar hukumnya Skk Migas memberikan persetujuan dalam operasional PSC. Ya itulah yang kudu segera dibenahi. Walaupun 2013 dinyatakan tahun ngebor/banyak ngebor tetapi yang terjadi sebaliknya (lain yang gatal lain yang digaruk) Kumaha Koh Liamsi ? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: yustinus yuwono yustinus.suyatno.yuw...@gmail.com Sender: iagi-net@iagi.or.id Date: Tue, 1 Oct 2013 15:34:49 To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Basement di Sumatra: jarak dekat tapi berbeda? Vita Shofie yang baik, Th 2012 dan bulan Maret 2013 yl saya adakan kursus basement reservoir di Yogya dan Bandung, peminat gk begitu banyak, sekitar 20 org, bahkan kebanyakan para junior geologist. Dalam kursus tersebut saya diskusikan mengenai basement prospect dari sudut petrologi (Petrology Assessment). Nah dari diskusi yang dibuka Vita ini, kebanyakan yang angkat bicara adalah temen2 geotektonik. Saya yang hardrocker coba saharing di sini (mau gak mau kalo bicara basement harus mengajak petrologist, tak iyo?): Pengalaman saya studi basement di South Sumatra Basin (SSB): 1. Dari studi sekitar 60 sumur yang menembus basement (atau dianggap basement), saya kelompokkan himpunan batuannya secara sederhana (merujuk ke arah kepentingan ekonomi praktis) dalam 4 kelompok: Kelompok granitoid, kelompok volkanik, kelompok metamorf non karbonat, dan kelompok metamorf karbonat (marble). 2. Urutan yang paling prospek berturut- turut : Granitoid, Metamorf karbonat, Volkanics, dan terakhir metamorf non karbonat. 3. Porosity dalam basement saya bagi menjadi tiga:1. fracturing by tectonics, 2. fracturing by hydrothermal, dan 3. porosity dari proses surficial weathering. 4. Pengamatan dari data empiris dan
Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
Sdr. Liamsi: Ini lah yang namanya industri migas/energi sektor non-rieel Masalahnya ada pepatah di industri migas: all prospects are good until you drill!. Menguasai block migas atau geothermal itu mempunyai nilai dalam portfolio perusahaan, bahkan dapat diperjual belikan dengan harga berlipat kali. Jadi buat apa ngebor dengan risiko tinggi jeblok dan biaya mahal. Perusahaan apapun tujuannya cari duit, bukan cari minyak dan gasbumi. Demikianpun dengan PT Pertamina sekarang, yang diharapkan dari semua BUMN sekarang kan dividen yang besar. Migas dan batubara dalam pemikiran para ekonom kita kan cuman commercial commodity saja untuk menghasilkan duit untuk APBN, bukan sebagai sumberdaya energi. Itu penjelasannya Wassalam RPK - Original Message - From: lia...@indo.net.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Wednesday, October 02, 2013 9:46 AM Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal , banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK . Pertanyaannya pembenahannya dimulai dari mana ? apa back to basic lagi , setelah Uji Coba ini tidak berhasil ISM Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya. Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas) 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK Migas?) 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN). 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik, sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik of interest.kayak dagelan saja). 6. Dalam UU No. 38/2008 (mengatur Kementrian), bahwa Menteri tidak boleh merangkap jabatan di lembaga yang Anggaran Lembaga ini di danai dengan uang negara (Skk Migas didanai dengan keuangan negara, maka jabatan Ketua Dewan Pengawas tak boleh dirangkap oleh MESDM) 7. Posisi Skk Migas terhadap KKKS maupun KKS: waktu pergantian dari UU 8/1971 ke UU 22/2001, ada amandemen PSC yg tadinya kata Pertamina diganti BPMIGAS. Dengan keberadaan Skk Migas belum pernah dibuat amandemen PSC terhadap keberadaan Skk Migas dalam PSC (kontraktor PSC bekerja atas dasar kontrak/PSC, sedangkan Skk Migas tak tertulis dalam kontrak/PSC). Maka tak ada dasar hukumnya Skk Migas memberikan persetujuan dalam operasional PSC. Ya itulah yang kudu segera dibenahi. Walaupun 2013 dinyatakan tahun ngebor/banyak ngebor tetapi yang terjadi sebaliknya (lain yang gatal lain yang digaruk) Kumaha Koh Liamsi ? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: yustinus yuwono yustinus.suyatno.yuw...@gmail.com Sender: iagi-net@iagi.or.id Date: Tue, 1 Oct 2013 15:34:49 To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net] Basement di Sumatra: jarak dekat tapi berbeda? Vita Shofie yang baik, Th 2012 dan bulan Maret 2013 yl saya adakan kursus basement reservoir di Yogya dan Bandung, peminat gk begitu banyak, sekitar 20 org, bahkan kebanyakan para junior geologist. Dalam kursus tersebut saya diskusikan mengenai basement prospect dari sudut petrologi (Petrology Assessment). Nah dari diskusi yang dibuka Vita ini, kebanyakan yang