RE: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-02 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Pengamatan selintas yg saya lihat, gejala enggan ngebor tidak hanya di
Indonesia saja. Tetapi hal ini berbeda dengan yang terjadi di
eksploitasi unconventional shale gas, shale oil. Karena dalam shale
gas, shale oil ini memang prinsipnya bukan eksplorasi tetapi
eksploitasi. Ngebor dan langsung berproduksi. Eksplorasi uncv shale gas
shale oil lebih sederhana karena Mature source rock nya sudah dikenali,
tetapi eksperimen ngebor menentukan efisiensi dan efektivitas
fracturing.

Rdp

Sent from my Windows Phone From: R.P.Koesoemadinata
Sent: 10/2/2013 12:59 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau
Ngebor
Sektor non-rieel dari industri migas dan energi ini juga menimbulkan
spesialisasi dalam ilmu geologi, yaitu cosmetic geology. Ini bukan
penipuan lho, karena tetap menggunakan data yang ada dan aseli, hanya saja
diberikan penafsiran yang lebih positif. Cosmetic geology juga tidak berarti
negatif, karena bisa memunculkan idea-idea baru, play concept baru. Jadi
sebetulnya jualan konsep lah.
Hanya saja dikhawatirkan nilai dari block2 ini bisa ambruk juga seperti
nilai mortgage dari sektor perumahan, jika para pemodal pada suatu ketika
tidak percaya lagi akan nilai dari block2 ini kalau lama-lama tidak ada
block yang menghasilkan produksi.
Wassalam
RPK


- Original Message -
From: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, October 02, 2013 12:40 PM
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor


Sdr. Liamsi:
Ini lah yang namanya industri migas/energi sektor non-rieel
Masalahnya ada pepatah di industri migas: all prospects are good until you
drill!. Menguasai block migas atau geothermal itu mempunyai nilai dalam
portfolio perusahaan, bahkan dapat diperjual belikan dengan harga berlipat
kali. Jadi buat apa ngebor dengan risiko tinggi jeblok dan biaya mahal.
Perusahaan apapun tujuannya cari duit, bukan cari minyak dan gasbumi.
Demikianpun dengan PT Pertamina sekarang, yang diharapkan dari semua BUMN
sekarang kan dividen yang besar. Migas dan batubara dalam pemikiran para
ekonom kita kan cuman commercial commodity saja untuk menghasilkan duit
untuk APBN, bukan sebagai sumberdaya energi.
Itu penjelasannya
Wassalam
RPK

- Original Message -
From: lia...@indo.net.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, October 02, 2013 9:46 AM
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor


 Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal ,
 banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya
 hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK .
 Pertanyaannya  pembenahannya dimulai  dari mana ? apa   back to
 basic lagi , setelah  Uji Coba  ini tidak berhasil

 ISM


 Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat
 masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup
 mengacu penjelasan pak Koesoemadinata.  Memang setelah
 pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi
 pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender
 maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan
 minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada
 perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya
 dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100
 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator
 perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan
 ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal
 mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk
 ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka
 perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar
 (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang
 K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada
 mengoperasikannya.

 Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum
 pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK
 membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal)
 yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai
 sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas)

 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat
 sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK).
 Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi)
 mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK
 Migas?)

 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji
 pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan
 Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg
 mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas
 non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada
 kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN).


 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua
 Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik
 MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik,
 sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik
 of interest.kayak dagelan saja).

 6. Dalam UU No. 38

Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-02 Terurut Topik liamsi
Targetnya bukan banyaknya pengeboran tapi Banyaknya WK yg dilelang , makanya 
setiap ada penanda tangan kontrak WK baru ada seremonial dan siaran pers 
diliput  media , bar iku tidur lagi WK nya  tdk masalah , besok  cari lagi 
daerah baru lelang lagi seremonial lagi begitu seterusnya 



Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Wed, 2 Oct 2013 06:13:22 
To: R.P.Koesoemadinatakoeso...@melsa.net.id; 
iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

Pengamatan selintas yg saya lihat, gejala enggan ngebor tidak hanya di
Indonesia saja. Tetapi hal ini berbeda dengan yang terjadi di
eksploitasi unconventional shale gas, shale oil. Karena dalam shale
gas, shale oil ini memang prinsipnya bukan eksplorasi tetapi
eksploitasi. Ngebor dan langsung berproduksi. Eksplorasi uncv shale gas
shale oil lebih sederhana karena Mature source rock nya sudah dikenali,
tetapi eksperimen ngebor menentukan efisiensi dan efektivitas
fracturing.

Rdp

Sent from my Windows Phone From: R.P.Koesoemadinata
Sent: 10/2/2013 12:59 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau
Ngebor
Sektor non-rieel dari industri migas dan energi ini juga menimbulkan
spesialisasi dalam ilmu geologi, yaitu cosmetic geology. Ini bukan
penipuan lho, karena tetap menggunakan data yang ada dan aseli, hanya saja
diberikan penafsiran yang lebih positif. Cosmetic geology juga tidak berarti
negatif, karena bisa memunculkan idea-idea baru, play concept baru. Jadi
sebetulnya jualan konsep lah.
Hanya saja dikhawatirkan nilai dari block2 ini bisa ambruk juga seperti
nilai mortgage dari sektor perumahan, jika para pemodal pada suatu ketika
tidak percaya lagi akan nilai dari block2 ini kalau lama-lama tidak ada
block yang menghasilkan produksi.
Wassalam
RPK


- Original Message -
From: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, October 02, 2013 12:40 PM
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor


Sdr. Liamsi:
Ini lah yang namanya industri migas/energi sektor non-rieel
Masalahnya ada pepatah di industri migas: all prospects are good until you
drill!. Menguasai block migas atau geothermal itu mempunyai nilai dalam
portfolio perusahaan, bahkan dapat diperjual belikan dengan harga berlipat
kali. Jadi buat apa ngebor dengan risiko tinggi jeblok dan biaya mahal.
Perusahaan apapun tujuannya cari duit, bukan cari minyak dan gasbumi.
Demikianpun dengan PT Pertamina sekarang, yang diharapkan dari semua BUMN
sekarang kan dividen yang besar. Migas dan batubara dalam pemikiran para
ekonom kita kan cuman commercial commodity saja untuk menghasilkan duit
untuk APBN, bukan sebagai sumberdaya energi.
Itu penjelasannya
Wassalam
RPK

- Original Message -
From: lia...@indo.net.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, October 02, 2013 9:46 AM
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor


 Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal ,
 banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya
 hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK .
 Pertanyaannya  pembenahannya dimulai  dari mana ? apa   back to
 basic lagi , setelah  Uji Coba  ini tidak berhasil

 ISM


 Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat
 masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup
 mengacu penjelasan pak Koesoemadinata.  Memang setelah
 pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi
 pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender
 maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan
 minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada
 perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya
 dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100
 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator
 perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan
 ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal
 mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk
 ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka
 perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar
 (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang
 K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada
 mengoperasikannya.

 Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum
 pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK
 membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal)
 yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai
 sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas)

 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat
 sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK).
 Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi)
 mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK
 Migas?)

 4

Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-02 Terurut Topik liamsi
di Harian Kompas pagi ini ada laporan terakhir Badan energi
Internasional (IEA) yg cocok dg kengganan pengeboran ekplorasi
tsb,dalam laporan tsb dikatakan negara negara asia tenggara akan
mengalami lonjakan kebutuhan energi sampai 80% , disis lain
produksi minyak akan turun sepertiga dari kapasitas produksi
saat ini ( kalau saat ini 840 MBOD akan menjadi sekitar 550
saja ) yg disebabkan karena produksi minyak hanya dari sumur
sumur tua dan terbatasnya penemuan sumur sumur baru.Bahkan Indonesa dan 
Tahiland akan menjadi importir minyak
terbesar dg belanja sekitar 70 M $ atau kira kira 770 T Rp (
separo APBN ) hanya untuk impor minyak.Disis lain produksi Batubara Indonesia 
akan meningkat sampai
lebih 90 % .(  kalau sekarang kira kira 400 juta Ton maka akan
menjadi lebih dari 700 juta Ton ), yg akan menempatkan
Indonesia menjadi ekportir batubara terbesar di dunia. Namun
juga ada lonjakan kebutuhan listrik yg sampai 60 % dari
kapasitas saat ini , ini artinya kebutuhan bahan bakar (
batubara ) juga akan meningkat.Dengan melihat kebijakan ( termasuk regulasinya 
)  ttg
perenergian yg carut marut ini , maka kalau tidak ada
pembehanan yg menyeluruh termasuk perubahan paradigma dari
sumber energi sbg komodits semata menjadi sumber energi sbg
tulang punggung security energi maka akan semakin terseok seok
keergian kita. Kalau bbearap hari terakhir ini Sumut dan Riau
sdh masuk oglangan ( mati listrik ) maka tadi malam sdh melanda
Jakarta juga terkena Olglangan khususnya di sebagian  daerah
Jaktim/Jaksel
Kita telah punya beberapa regulasi (UU) yg mengatur ttg
sumberdaya energi ( batubara/Minerba, Migas dan Geothermal ) ,
namun semuanya dg cara pandang  SDE sbg bahan komoditi yg
diperdagangkan shg dibuka luas luas bahkan tanpa batas yg ketat
semua bisa mengusahakannya , makanya jangan heran perusahaan yg
minyak minyik pun ( meminjam istilahnya Cak Luth ) atau
perusahaan abal abal pun bisa mendapatkan Blok/KP/IUP yg
akhirnya menelantarkan nya . Disisi lain kita hrus berpacu dg
ketersedian cadangan baru ( proven) yg diharapkan secepatnya
bisa menggantikan yg sdh tua tua yg produksinya semakin turun.
Saat ini telah digelindingkan perubahan dasar regulasi (UU)
terkait SDE tsb ( Migas , Geothermal , dan sdh ada wacana UU
Minerba juga ) Namun kalau cara pandang thd SDE masih sama maka
rasanya juga tdk akan banyak merubah secara signifikan terkait
dg security energi tsb, dibuka lebar lebar siapun dapt
mengusahakan semuanya dipacu untuk ekploitasi besar besar untuk
ekpor dan dihabiskan dalam APBN untuk belanja yg tidak ada hub
dg masalah keberlangsungan ketersediaan energi ( misalnya untuk
dana ekplorasi untuk menemukan cad baru ) , lha kok kondisi
perenergian yg sdh runyam ini diperunyam dg adanya OTT-OTT yg
menyangkut perenergian khususnya migas.
( Kalau di kampung dulu suka ada Ruwatan thd seorang anak yg
sering kena musibah , untuk tolak bala opo yo harus
diruwat juga perenergian kita  tak iye..)


ISM






 Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat
 masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup
 mengacu penjelasan pak Koesoemadinata.  Memang setelah
 pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi
 pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender
 maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan
 minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada
 perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya
 dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100
 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator
 perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan
 ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal
 mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk
 ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka
 perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar
 (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang
 K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada
 mengoperasikannya.

 Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum
 pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK
 membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal)
 yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai
 sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas)

 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat
 sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK).
 Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi)
 mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK
 Migas?)

 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji
 pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan
 Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg
 mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas
 non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada
 kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN).


 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua
 Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab 

Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-02 Terurut Topik ok.taufik
Tobat  saja pak, agar permeabiti mau bertasbih mengagungkan kebesaran Allah 
SWT, agar basin bersujud dan reservoir ada provennza. Sementara manusia yg di 
surface menjaga moralnya, adil, tak ingkar janji dan berakhlak yg baik.
Powered by Geologist never died just stoned®

-Original Message-
From: lia...@indo.net.id
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Thu, 3 Oct 2013 10:27:28 
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor
di Harian Kompas pagi ini ada laporan terakhir Badan energi
Internasional (IEA) yg cocok dg kengganan pengeboran ekplorasi
tsb,dalam laporan tsb dikatakan negara negara asia tenggara akan
mengalami lonjakan kebutuhan energi sampai 80% , disis lain
produksi minyak akan turun sepertiga dari kapasitas produksi
saat ini ( kalau saat ini 840 MBOD akan menjadi sekitar 550
saja ) yg disebabkan karena produksi minyak hanya dari sumur
sumur tua dan terbatasnya penemuan sumur sumur baru.Bahkan Indonesa dan 
Tahiland akan menjadi importir minyak
terbesar dg belanja sekitar 70 M $ atau kira kira 770 T Rp (
separo APBN ) hanya untuk impor minyak.Disis lain produksi Batubara Indonesia 
akan meningkat sampai
lebih 90 % .(  kalau sekarang kira kira 400 juta Ton maka akan
menjadi lebih dari 700 juta Ton ), yg akan menempatkan
Indonesia menjadi ekportir batubara terbesar di dunia. Namun
juga ada lonjakan kebutuhan listrik yg sampai 60 % dari
kapasitas saat ini , ini artinya kebutuhan bahan bakar (
batubara ) juga akan meningkat.Dengan melihat kebijakan ( termasuk regulasinya 
)  ttg
perenergian yg carut marut ini , maka kalau tidak ada
pembehanan yg menyeluruh termasuk perubahan paradigma dari
sumber energi sbg komodits semata menjadi sumber energi sbg
tulang punggung security energi maka akan semakin terseok seok
keergian kita. Kalau bbearap hari terakhir ini Sumut dan Riau
sdh masuk oglangan ( mati listrik ) maka tadi malam sdh melanda
Jakarta juga terkena Olglangan khususnya di sebagian  daerah
Jaktim/Jaksel
Kita telah punya beberapa regulasi (UU) yg mengatur ttg
sumberdaya energi ( batubara/Minerba, Migas dan Geothermal ) ,
namun semuanya dg cara pandang  SDE sbg bahan komoditi yg
diperdagangkan shg dibuka luas luas bahkan tanpa batas yg ketat
semua bisa mengusahakannya , makanya jangan heran perusahaan yg
minyak minyik pun ( meminjam istilahnya Cak Luth ) atau
perusahaan abal abal pun bisa mendapatkan Blok/KP/IUP yg
akhirnya menelantarkan nya . Disisi lain kita hrus berpacu dg
ketersedian cadangan baru ( proven) yg diharapkan secepatnya
bisa menggantikan yg sdh tua tua yg produksinya semakin turun.
Saat ini telah digelindingkan perubahan dasar regulasi (UU)
terkait SDE tsb ( Migas , Geothermal , dan sdh ada wacana UU
Minerba juga ) Namun kalau cara pandang thd SDE masih sama maka
rasanya juga tdk akan banyak merubah secara signifikan terkait
dg security energi tsb, dibuka lebar lebar siapun dapt
mengusahakan semuanya dipacu untuk ekploitasi besar besar untuk
ekpor dan dihabiskan dalam APBN untuk belanja yg tidak ada hub
dg masalah keberlangsungan ketersediaan energi ( misalnya untuk
dana ekplorasi untuk menemukan cad baru ) , lha kok kondisi
perenergian yg sdh runyam ini diperunyam dg adanya OTT-OTT yg
menyangkut perenergian khususnya migas.
( Kalau di kampung dulu suka ada Ruwatan thd seorang anak yg
sering kena musibah , untuk tolak bala opo yo harus
diruwat juga perenergian kita  tak iye..)


ISM






 Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat
 masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup
 mengacu penjelasan pak Koesoemadinata.  Memang setelah
 pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi
 pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender
 maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan
 minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada
 perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya
 dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100
 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator
 perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan
 ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal
 mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk
 ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka
 perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar
 (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang
 K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada
 mengoperasikannya.

 Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum
 pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK
 membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal)
 yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai
 sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas)

 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat
 sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK).
 Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi)
 mestinya diisi

[iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-01 Terurut Topik aluthfi143

Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat masalah K3S yg tak 
mau ngebor walau data seismik cukup mengacu penjelasan pak Koesoemadinata. 
Memang setelah pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi 
pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender maupun join study. 
Tak ada strategy yg jelas perusahaan minyak mana yang menjadi target market. 
Akibatnya asal ada perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya 
dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100 blok yang tak 
di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator perusahaan minyak-minyik 
(perusahaan yg tak jelas). Bahkan ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak 
terkenal mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk ngebor 2 
sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka perusahaan ini harus menyediakan 
dana diatas usd 3.2 milyar (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada 
sekarang K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada mengoperasikannya.  

Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum pengoperasian upstream migas 
tidak jelas:
1. Sejak MK membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal) yang 
terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai sekarang belum ada kabar 
lanjutan revisi UU Migas)

3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat sementara harus masuk 
ke Pemerintah (amar putusan MK). Karena unit pemerintah maka pimpinannya 
(Ka/Waka/Deputi) mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK 
Migas?)

4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji pekerja dan pimpinan 
Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada 
peraturan MESDM yg mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas 
non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada kejelasan Anggaran Skk 
Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN). 

5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua Dewan Pengawas 
lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas 
dijabat Jero Wacik, sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada 
konflik of interest.kayak dagelan saja).

6. Dalam UU No. 38/2008 (mengatur Kementrian), bahwa Menteri tidak boleh 
merangkap jabatan di lembaga yang Anggaran Lembaga ini di danai dengan uang 
negara (Skk Migas didanai dengan keuangan negara, maka jabatan Ketua Dewan 
Pengawas tak boleh dirangkap oleh MESDM)

7. Posisi Skk Migas terhadap KKKS maupun KKS: waktu pergantian dari UU 8/1971 
ke UU 22/2001, ada amandemen PSC yg tadinya kata Pertamina diganti BPMIGAS. 
Dengan keberadaan Skk Migas belum pernah dibuat amandemen PSC terhadap 
keberadaan Skk Migas dalam PSC (kontraktor PSC bekerja atas dasar kontrak/PSC, 
sedangkan Skk Migas tak tertulis dalam kontrak/PSC). Maka tak ada dasar 
hukumnya Skk Migas memberikan persetujuan dalam operasional PSC. 

Ya itulah yang kudu segera dibenahi. Walaupun 2013 dinyatakan tahun 
ngebor/banyak ngebor tetapi yang terjadi sebaliknya (lain yang gatal lain yang 
digaruk)
Kumaha Koh Liamsi ?


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: yustinus yuwono yustinus.suyatno.yuw...@gmail.com
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tue, 1 Oct 2013 15:34:49 
To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Basement di Sumatra: jarak dekat tapi berbeda?
Vita  Shofie yang baik,

Th 2012 dan bulan Maret 2013 yl saya adakan kursus basement reservoir di
Yogya dan Bandung, peminat gk begitu banyak, sekitar 20 org, bahkan
kebanyakan para junior geologist. Dalam kursus tersebut saya diskusikan
mengenai basement prospect dari sudut petrologi (Petrology Assessment). Nah
dari diskusi yang dibuka Vita ini, kebanyakan yang angkat bicara adalah
temen2 geotektonik. Saya yang hardrocker coba saharing di sini (mau gak mau
kalo bicara basement harus mengajak petrologist, tak iyo?):
Pengalaman saya studi basement di South Sumatra Basin (SSB):
1. Dari studi sekitar 60 sumur yang menembus basement (atau dianggap
basement), saya kelompokkan himpunan batuannya secara  sederhana (merujuk
ke arah kepentingan ekonomi praktis) dalam 4 kelompok: Kelompok granitoid,
kelompok volkanik, kelompok metamorf non karbonat, dan kelompok metamorf
karbonat (marble).
2. Urutan yang paling prospek berturut- turut : Granitoid, Metamorf
karbonat, Volkanics, dan terakhir metamorf non karbonat.
3. Porosity dalam basement saya bagi menjadi tiga:1. fracturing by
tectonics, 2. fracturing by hydrothermal, dan 3. porosity dari proses
surficial weathering.
4. Pengamatan dari data empiris dan experimental, fracturing dari tektonik
hanya menghasilkan max 6%. Sedangkan fracturing dari hidrotermal bisa
mencapai 100%!! (contoh di zona Loss of Drilling Fluid di Lap
Geotermal). Nah bila anda punya granit basement yang ekonomis dengan
porosity mencapai 30%-40% (contoh Vietnam, India), saya lebih mudah
menjelaskan bahwa porosity tsb disumbang oleh hydraulic 

Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-01 Terurut Topik liamsi
Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal ,
banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya
hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK .
Pertanyaannya  pembenahannya dimulai  dari mana ? apa   back to
basic lagi , setelah  Uji Coba  ini tidak berhasil

ISM


 Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat
 masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup
 mengacu penjelasan pak Koesoemadinata.  Memang setelah
 pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi
 pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender
 maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan
 minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada
 perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya
 dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100
 blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator
 perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan
 ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal
 mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk
 ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka
 perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar
 (wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang
 K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada
 mengoperasikannya.

 Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum
 pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK
 membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal)
 yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

 2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai
 sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas)

 3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat
 sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK).
 Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi)
 mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK
 Migas?)

 4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji
 pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan
 Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg
 mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas
 non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada
 kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN).


 5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua
 Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik
 MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik,
 sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik
 of interest.kayak dagelan saja).

 6. Dalam UU No. 38/2008 (mengatur Kementrian), bahwa Menteri
 tidak boleh merangkap jabatan di lembaga yang Anggaran
 Lembaga ini di danai dengan uang negara (Skk Migas didanai
 dengan keuangan negara, maka jabatan Ketua Dewan Pengawas
 tak boleh dirangkap oleh MESDM)

 7. Posisi Skk Migas terhadap KKKS maupun KKS: waktu
 pergantian dari UU 8/1971 ke UU 22/2001, ada amandemen PSC
 yg tadinya kata Pertamina diganti BPMIGAS. Dengan keberadaan
 Skk Migas belum pernah dibuat amandemen PSC terhadap
 keberadaan Skk Migas dalam PSC (kontraktor PSC bekerja atas
 dasar kontrak/PSC, sedangkan Skk Migas tak tertulis dalam
 kontrak/PSC). Maka tak ada dasar hukumnya Skk Migas
 memberikan persetujuan dalam operasional PSC.

 Ya itulah yang kudu segera dibenahi. Walaupun 2013
 dinyatakan tahun ngebor/banyak ngebor tetapi yang terjadi
 sebaliknya (lain yang gatal lain yang digaruk) Kumaha Koh
 Liamsi ?


 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT

 -Original Message-
 From: yustinus yuwono yustinus.suyatno.yuw...@gmail.com
 Sender: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Tue, 1 Oct 2013 15:34:49
 To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net] Basement di Sumatra: jarak dekat
 tapi berbeda?
 Vita  Shofie yang baik,

 Th 2012 dan bulan Maret 2013 yl saya adakan kursus basement
 reservoir di
 Yogya dan Bandung, peminat gk begitu banyak,
 sekitar 20 org, bahkan
 kebanyakan para junior geologist.
 Dalam kursus tersebut saya diskusikan
 mengenai basement
 prospect dari sudut petrologi (Petrology Assessment). Nah
 dari diskusi yang dibuka Vita ini, kebanyakan yang angkat
 bicara adalah
 temen2 geotektonik. Saya yang hardrocker coba
 saharing di sini (mau gak mau
 kalo bicara basement harus
 mengajak petrologist, tak iyo?):
 Pengalaman saya studi basement di South Sumatra Basin
 (SSB):
 1. Dari studi sekitar 60 sumur yang menembus basement (atau
 dianggap
 basement), saya kelompokkan himpunan batuannya
 secara  sederhana (merujuk
 ke arah kepentingan ekonomi
 praktis) dalam 4 kelompok: Kelompok granitoid,
 kelompok
 volkanik, kelompok metamorf non karbonat, dan kelompok
 metamorf
 karbonat (marble).
 2. Urutan yang paling prospek berturut- turut : Granitoid,
 Metamorf
 karbonat, Volkanics, dan terakhir metamorf non
 karbonat.
 3. Porosity dalam basement saya bagi menjadi tiga:1.
 fracturing by
 tectonics, 2. fracturing by hydrothermal, dan
 3. porosity dari proses
 surficial weathering.
 4. Pengamatan dari data empiris dan 

Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor

2013-10-01 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata

Sdr. Liamsi:
Ini lah yang namanya industri migas/energi sektor non-rieel
Masalahnya ada pepatah di industri migas: all prospects are good until you 
drill!. Menguasai block migas atau geothermal itu mempunyai nilai dalam 
portfolio perusahaan, bahkan dapat diperjual belikan dengan harga berlipat 
kali. Jadi buat apa ngebor dengan risiko tinggi jeblok dan biaya mahal.
Perusahaan apapun tujuannya cari duit, bukan cari minyak dan gasbumi. 
Demikianpun dengan PT Pertamina sekarang, yang diharapkan dari semua BUMN 
sekarang kan dividen yang besar. Migas dan batubara dalam pemikiran para 
ekonom kita kan cuman commercial commodity saja untuk menghasilkan duit 
untuk APBN, bukan sebagai sumberdaya energi.

Itu penjelasannya
Wassalam
RPK

- Original Message - 
From: lia...@indo.net.id

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, October 02, 2013 9:46 AM
Subject: Re: [iagi-net] Kontraktor Production Sharing yang Tidak mau Ngebor



Cak Luth , ternyata fenomena ini juga menular di geothermal ,
banyak blok/WK yg terlantar setelah dilelang , problem nya
hampir sama setelah dibuka lebar lebar open tender WK .
Pertanyaannya  pembenahannya dimulai  dari mana ? apa   back to
basic lagi , setelah  Uji Coba  ini tidak berhasil

ISM



Dalam email pak YY (Yustinus Yuwono) yang lalu mengangkat
masalah K3S yg tak mau ngebor walau data seismik cukup
mengacu penjelasan pak Koesoemadinata.  Memang setelah
pergantian UU Migas 8/1971 dengan UU Migas 22/2001 terjadi
pergantian dapur pengadaan lahan migas baik melalui tender
maupun join study. Tak ada strategy yg jelas perusahaan
minyak mana yang menjadi target market. Akibatnya asal ada
perusahaan yang mau hayooo ikut tender/join study nantinya
dapat lahan. Kalau tak salah sekarang ada lebih dari 100
blok yang tak di-apa2kan oleh Operatornya karena si operator
perusahaan minyak-minyik (perusahaan yg tak jelas). Bahkan
ada 1 perusahaan minyak yang reputasinya gak terkenal
mendapat 16 blok di laut dalam, kalau komitmen pasti utk
ngebor 2 sumur, biaya 1 sumur diatas usd 100 juta, maka
perusahaan ini harus menyediakan dana diatas usd 3.2 milyar
(wouuw...) Untuk membor 32 sumur. Akibatnya yg ada sekarang
K3S lebih memperdagangkan lahan/blok dari pada
mengoperasikannya.

Kondisi sekarang makin parah karena dasar hukum
pengoperasian upstream migas tidak jelas: 1. Sejak MK
membubarkan bpmigas 13 Nov '12, seluruh pasal (19 pasal)
yang terkait kegiatan Hulu migas dibatalkan

2. Pengganti bpmigas harus dibentuk dengan UU (sampai
sekarang belum ada kabar lanjutan revisi UU Migas)

3. Untuk mengisi kekosongan, pengganti bpmigas bersifat
sementara harus masuk ke Pemerintah (amar putusan MK).
Karena unit pemerintah maka pimpinannya (Ka/Waka/Deputi)
mestinya diisi oleh PNS (bagaimana dengan Ka dan Deputi SKK
Migas?)

4. Skk Migas dibentuk berdasarkan peraturan presiden, gaji
pekerja dan pimpinan Skk Migas ditetapkan dengan Peraturan
Menteri ESDM. Sampai sekarang belum ada peraturan MESDM yg
mengatur ini. Dari audit BPK dinyatakan Anggaran Skk Migas
non APBN melanggar UU Keuangan, akibatnya belum ada
kejelasan Anggaran Skk Migas utk 2014 (kabarnya masuk APBN).


5. Di dalam Perpres, utk Skk Migas ada Dewan Pengawas, Ketua
Dewan Pengawas lapor/bertanggung jawab kepada MESDM. Baik
MESDM maupun Ketua Dewan Pengawas dijabat Jero Wacik,
sehingga Wacik lapor/bertanggung jawab ke Wacik (ada konflik
of interest.kayak dagelan saja).

6. Dalam UU No. 38/2008 (mengatur Kementrian), bahwa Menteri
tidak boleh merangkap jabatan di lembaga yang Anggaran
Lembaga ini di danai dengan uang negara (Skk Migas didanai
dengan keuangan negara, maka jabatan Ketua Dewan Pengawas
tak boleh dirangkap oleh MESDM)

7. Posisi Skk Migas terhadap KKKS maupun KKS: waktu
pergantian dari UU 8/1971 ke UU 22/2001, ada amandemen PSC
yg tadinya kata Pertamina diganti BPMIGAS. Dengan keberadaan
Skk Migas belum pernah dibuat amandemen PSC terhadap
keberadaan Skk Migas dalam PSC (kontraktor PSC bekerja atas
dasar kontrak/PSC, sedangkan Skk Migas tak tertulis dalam
kontrak/PSC). Maka tak ada dasar hukumnya Skk Migas
memberikan persetujuan dalam operasional PSC.

Ya itulah yang kudu segera dibenahi. Walaupun 2013
dinyatakan tahun ngebor/banyak ngebor tetapi yang terjadi
sebaliknya (lain yang gatal lain yang digaruk) Kumaha Koh
Liamsi ?


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: yustinus yuwono yustinus.suyatno.yuw...@gmail.com
Sender: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tue, 1 Oct 2013 15:34:49
To: iagi-netiagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net] Basement di Sumatra: jarak dekat
tapi berbeda?

Vita  Shofie yang baik,


Th 2012 dan bulan Maret 2013 yl saya adakan kursus basement
reservoir di

Yogya dan Bandung, peminat gk begitu banyak,

sekitar 20 org, bahkan

kebanyakan para junior geologist.

Dalam kursus tersebut saya diskusikan

mengenai basement

prospect dari sudut petrologi (Petrology Assessment). Nah
dari diskusi yang dibuka Vita ini, kebanyakan yang