Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Sekali lagi harus dibedakan gelar professor dan jabatan gurubesar. Yang jalan panjang dan berliku untuk untuk jabatan gurubesar, yang humoris causa itu gelar professor. - Original Message - From: Witan [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, March 19, 2004 8:12 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak. Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi. Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di universitas? Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya. Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara terbanyak. Witan -Original Message- From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama. Gelar professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa, dan setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan pertimbangannya bahwab bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau research funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar biasa yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan orasi sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah umum pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas tsb, bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap melekat. Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli. Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam saja, karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis beliau sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi, tetapi mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa, walaupun sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau Doctor Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak gampang (paling tidak di ITB) Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan orasi. Dagelan? Ini serious lho! Wassalam RPK - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama. Gelar professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa, dan setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan pertimbangannya bahwab bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau research funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar biasa yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan orasi sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah umum pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas tsb, bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap melekat. Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli. Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam saja, karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis beliau sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi, tetapi mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa, walaupun sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau Doctor Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak gampang (paling tidak di ITB) Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan orasi. Dagelan? Ini serious lho! Wassalam RPK - Original Message - From: AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 6:39 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Ruwet juga prosedur menjadi profesor di Indonesia. Tetapi saya dengar ada juga jual beli professor. Seperti di jaman orba, seorang mendiknas membeli profesor dari sebuah PTN. Hanya dengan memberi satu kali 'orasi ilmiah'. = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Koesoema [EMAIL PROTECTED] 17/03/2004 10:56 PM Please respond to iagi-net To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] cc: Subject:Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian negeri. Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja, bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren). Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja. Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain, Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya. Wassalam RPK - Original Message - From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis.. -- - Original Message - DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Cc: Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Mungkin yang dimaksud itu sebutan atau gelar professor, bukan jabatan professor. Tergantung di luar negerinya di mana, apakah di Vanuatu, Uganda atau di Jerman. Setahu saya katanya di Jerman kalau seseorang yang mengepalai suatu institusi research sering di beri gelar professor. Di Indonesia juga pernah ada usul begitu. Seseorang Ahli Peneliti Utama, yang disingkat APU dari suatu lembaga penelitian seperti LIPI, pernah diusulkan supaya diberi gelar professor, bahkan melakukan pidato pengukuhan juga. Tetapi kelihatannya masyarakat kurang menanggapinya, karena gelar professor itu hanyalah sebutan yang diberikan masyarakat pada seseorang yang menjabat gurubesar, sama dengan gelar Kiyai yang diberikan masyarakat kepada seorang ulama, terutama yang memimpin suatu pesantren. Jadi jangan dikacaukan antara jabatan Gurubesar dengan sebutan (gelar) professor. Wassalam RPK - Original Message - From: Ukat Sukanta at CPI [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 6:51 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Pak Koesoemah, Di Indonesia, yang tidak jadi Dosen di Universitas juga bisa jadi Prof. Apakah diluar negeri ada Pak, rasanya harus orang universitas?? Salam, US -Original Message- From: AL-AMIN Amir [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 6:40 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Ruwet juga prosedur menjadi profesor di Indonesia. Tetapi saya dengar ada juga jual beli professor. Seperti di jaman orba, seorang mendiknas membeli profesor dari sebuah PTN. Hanya dengan memberi satu kali 'orasi ilmiah'. = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Koesoema [EMAIL PROTECTED] 17/03/2004 10:56 PM Please respond to iagi-net To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] cc: Subject:Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian negeri. Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja, bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren). Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja. Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain, Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya. Wassalam RPK - Original Message - From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis.. -- - Original Message - DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Cc: Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Amien Rais itu pernah jadi dosen di UGM, karena dia masuk dan mendirikan PAN maka dia itu harus mengundurkan diri sebagai dosen UGM, tetapi sempat dikukuhkan sebagai guru besar untuk 1 jam. Silahkan coba saja pasang gelar Prof. Abah Yanto, apakah nanti ditangkap polisi tidak. Kalau ditangkap tanya dia mana undang-undangnya dan pasal berapa bahwa yang berhak menyandang gelar professor itu hanya guru besar. Kalau untuk perguruan swasta prosedurnya saya kira sama, tetapi lewat Kopertis, karena menurut peraturannya dosen-dosen di swasta juga mengikuti jenjang Assistan, Lektor dsb. Tolong tanyakan kepada mereka yang di UniversitasTrisakti, apa benar tidak yang saya katakan itu. Yang lucu kan universitas swasta harus mengikuti peraturan DpDiknas, kalau tidak salah yang disebut PP 10, sedangkan universitas BHMN bisa menentukan jenjang kepangkatannya sendiri. Wassalam RPK Wassalam - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 2:33 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kalau yang diterangkan Pak Kusuma itu kan untuk PNS ,kalau untuk swasta bagaimana ya ? Kalau tidak salah pak Amien rasi itu kan bukan PNS , apa ada peratuaran lain yang mengaturnya ? Nah kalau yang namanya Prof.Dr.Djedjem yang berpraktek di jalan Minagkabau (Pasar Rumput) untuk mengubah wajah anda menjadi lebih mancung dan bibir lebih sexy itu dapat dari mana Ya ? (benen bener saya ingin tahu lho , bukan tendenius). Apa ada sanksi kalau saya menamakan diri Prof Dr. Abah Yanto R.Sumantri an melakukan praktek paranormal . Si Abah. Koesoema wrote: Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu dikaitkan dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor, Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur), Gurubesar (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala yang tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten ahli. Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan, tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika jabatannya sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun, kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa dalam 2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa sulit untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur 60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula lektor muda, madya dsb. Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu sulit karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri DikNas). Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar luarbiasa, sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm. Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak lagi dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di ITB nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN, seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat menentukan sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan ini menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan Professor seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi di lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang dengan statusnya BHMN ITB berkewabijban mencari dana sendiri. Salah satu usaha itu adalah mencari dana abadi atau trustfund untuk mendirikan kegurubesaran sebagai lembaga atau yang disebut Professorship. Dan perusahaan atau perorangan yang mau membiayai professorship itu diberi imbalah boleh memberikan nama pada professorship itu, seperti the Shell Professorship of Geology di University Brunei Darussalam, atau the Getty Professorship of Petroleum Geology di Colorado School of Mines.dsb. Bahkan dalam hal ini si financial sponsor dapat ikut menentukan siapa-siapa yang akan menduduki professorship itu. Inilah cerita mengenai sistim birokrasi dan jalan keluar yang ditempuh ITB
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Sampai dengan tahun 1999 di Australia gelar full professor untuk geofisika hanya 2 (dua ) orang, yaitu prefessor Vozof dari McQuairy University dan professor David Boyd dari University of Adelaide. Lain-lainya (banyak) yang baru associate professor dan sudah boleh untuk jadi promotor atau supervisor untuk Ph.D program. Jadi seleksi sangat ketat untuk memangku jabatan professor. M. Untung - Original Message - From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 5:46 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Amien Rais itu pernah jadi dosen di UGM, karena dia masuk dan mendirikan PAN maka dia itu harus mengundurkan diri sebagai dosen UGM, tetapi sempat dikukuhkan sebagai guru besar untuk 1 jam. Silahkan coba saja pasang gelar Prof. Abah Yanto, apakah nanti ditangkap polisi tidak. Kalau ditangkap tanya dia mana undang-undangnya dan pasal berapa bahwa yang berhak menyandang gelar professor itu hanya guru besar. Kalau untuk perguruan swasta prosedurnya saya kira sama, tetapi lewat Kopertis, karena menurut peraturannya dosen-dosen di swasta juga mengikuti jenjang Assistan, Lektor dsb. Tolong tanyakan kepada mereka yang di UniversitasTrisakti, apa benar tidak yang saya katakan itu. Yang lucu kan universitas swasta harus mengikuti peraturan DpDiknas, kalau tidak salah yang disebut PP 10, sedangkan universitas BHMN bisa menentukan jenjang kepangkatannya sendiri. Wassalam RPK Wassalam - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 2:33 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kalau yang diterangkan Pak Kusuma itu kan untuk PNS ,kalau untuk swasta bagaimana ya ? Kalau tidak salah pak Amien rasi itu kan bukan PNS , apa ada peratuaran lain yang mengaturnya ? Nah kalau yang namanya Prof.Dr.Djedjem yang berpraktek di jalan Minagkabau (Pasar Rumput) untuk mengubah wajah anda menjadi lebih mancung dan bibir lebih sexy itu dapat dari mana Ya ? (benen bener saya ingin tahu lho , bukan tendenius). Apa ada sanksi kalau saya menamakan diri Prof Dr. Abah Yanto R.Sumantri an melakukan praktek paranormal . Si Abah. Koesoema wrote: Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu dikaitkan dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor, Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur), Gurubesar (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala yang tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten ahli. Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan, tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika jabatannya sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun, kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa dalam 2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa sulit untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur 60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula lektor muda, madya dsb. Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu sulit karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri DikNas). Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar luarbiasa, sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm. Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak lagi dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di ITB nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN, seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat menentukan sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan ini menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan Professor seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi di lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang
RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak. Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi. Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di universitas? Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya. Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara terbanyak. Witan -Original Message- From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama. Gelar professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa, dan setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan pertimbangannya bahwab bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau research funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar biasa yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan orasi sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah umum pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas tsb, bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap melekat. Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli. Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam saja, karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis beliau sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi, tetapi mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa, walaupun sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau Doctor Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak gampang (paling tidak di ITB) Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan orasi. Dagelan? Ini serious lho! Wassalam RPK - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Wah kalau caranya begitu, aku mau minta Marissa Haq jadi dosen geology deh. Dijamin cepat jadi professor karena semua mahasiswa pasti vote dia. Dan kang Witan pasti bakal semangat jadi mahasiswa lagi. He he he sorry becanda Oki -Original Message- From: Witan [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, 19 March 2004 11:43 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak. Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi. Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di universitas? Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya. Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara terbanyak. Witan Santos Ltd A.B.N. 80 007 550 923 Disclaimer: The information contained in this email is intended only for the use of the person(s) to whom it is addressed and may be confidential or contain privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby notified that any perusal, use, distribution, copying or disclosure is strictly prohibited. If you have received this email in error please immediately advise us by return email and delete the email without making a copy. - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Kang Witan Apa Prof Djedje (jigana mah urang Sunda tah dulur teh) bisa dikatagorikan Prof Humoris Causa ? Eukeuh euleuh kang Witan mani demkratis pisan , mung asa rada rada aneh proses usulan Akang teh. Si Abah Witan wrote: Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak. Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi. Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di universitas? Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya. Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara terbanyak. Witan -Original Message- From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama. Gelar professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa, dan setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan pertimbangannya bahwab bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau research funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar biasa yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan orasi sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah umum pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas tsb, bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap melekat. Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli. Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam saja, karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis beliau sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi, tetapi mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa, walaupun sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau Doctor Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak gampang (paling tidak di ITB) Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan orasi. Dagelan? Ini serious lho! Wassalam RPK - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = - Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today! Download Messenger Now - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
hehehe...apa kabar sekolah negeri...??? [EMAIL PROTECTED] nesia.co.idTo: [EMAIL PROTECTED] cc: 03/17/2004 02:53 PMSubject: Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Please respond to Tansu - pengalaman Houston iagi-net ada Win, Bina Nusantara, yang di pertigaan simprug arteri pondok indah uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll. siapa berminat ?? [EMAIL PROTECTED] nooc.co.id To: [EMAIL PROTECTED] cc: [EMAIL PROTECTED] 03/17/04 02:16 Subject: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Please respond to iagi-net kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...? eh, ada nggak ya...? - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Di Indonesia itu jabatan professor ditetapkan dengan SK oleh Presiden RI, di Amerika Serikat hanya oleh Universitas yang bersangkutan. Sistimnya di Indonesia itu adalah ngumpulin yang disebut kum, yang meliputi karya tulis di dalam dan di luar negeri, dan untuk setiap karya tulis diberi nilai kum, yang bervariasi, tergantung dipublikasikan di dalam atau luar negeri, sebagain main atau co-author dan kriteria lainnya yang sangat rumit, selain juga tek-tek bengek seperti masa jabatan, jumlah mata kuliah yang diajarkan, SKS, pangkat golongan terakhir harus IVC (kalau tidak salah), ngisi formulir dsb, kemudian dinilai oleh panitia khusus, di rapatkan di Senat Fakultas, Senat Akademis, Majelis Guru Besar, kemudian baru diusulkan ke DepDikNas, ke Menteri PAN kemudian ke Sekneg, baru diteken oleh Presiden (ini karena jabatan professor itu adalah IVC atau IV D sampai IVE, jadi setara dengan jenderal bintang 3 atau 4). Banyak orang yang sibuk dengan research dan project tidak punya waktu untuk itu, makanya kaderisasi professor itu sangat seret (di Department Geologi ITB sekarang ini hanya ada 1). Dengan menjadinya ITB BHMN mungkin professor itu tidak perlu lagi ke Presiden, ditentukan oleh ITB sendiri (professor lokal?), tetapi yang penting itu ada dananya untuk membiayai sang professor itu, ya gajinya, ya biaya researchnya dsb). Jadi kalau ada yang ingin jadi professor dan merasa punya kwalifikasi untuk itu, carilah financial sponsor dulu, nanti kwalifikasi bisa diperdebatkan di Senat. Wassalam - Original Message - From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya tulis ? Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th) dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini : assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ? Terima kasih. Salam, Awang AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Maaf kalo sedikit nyimpang... Saya lihat orang dulu dengan kurikulum jaman dulu pinter-pinter. Orang sekarang dengan kurikulum jaman sekarang juga banyak yang pinter-pinter. Terus yang gak pinter jelas banyak! karena memang pada setiap jaman yang akan paling banyak adalah yang tidak pinter !!! Tapi kalo mau teliti lagi lihatnya, ternyata orang pinter itu bukan hanya tumbuh dari sekolahan bagus, mahal dan isinya orang-2 pinter saja lhooo (ya..jelas dong keluarannya sekolah kayak gini mah namanya orang-2 pinter juga) tapi kebanyakan orang-2 pinter tuh memang orang tuanya juga ya...pinter-pinter! Jadi, sekolah itu bukan tempat segalanya untuk mencetak anak-anak kita jadi orang-2 pinter. Saya pikir orang tua yang berkewajiban mencetak anak-2nya jadi orang pinter. Salah satunya memang mencari sekolah yang COCOK bagi anak-anaknya. Bagaimana sekolah yang cocok itu??? ya...kembali kepada bapak dan ibunya yang tau anak masing-2. Intinya kalau anak kita ditelantarkan di rumahnya dengan anggapan sudah cukup pengetahuannya dengan bersekolah saja adalah salah besar. Menganggap sekolah tak ada guna juga kesalahan besar. Tapi mencari sekolah yang cocok buat anak kita dalam segala segi (perkembangan mental dan otak) juga bukan perkara gampang sebab selain jarak, kenyamanan, pertimbangan kurikulum, lingkungan dll, faktor biaya juga termasuk menjadi beban yang sangat berat bagi orangtua. 20% APBN untuk pendidikan mungkin cukup untuk pendidikan gratis sampai tingkat SLTA, jika dan hanya jika dana itu sampai dan digunakan untuk keperluan pendidikan dan tidak dikorupsi! m.s. [EMAIL PROTECTED] nesia.co.idTo: [EMAIL PROTECTED] cc: 03/17/2004 02:53 PMSubject: Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: Please respond to [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman iagi-netHouston ada Win, Bina Nusantara, yang di pertigaan simprug arteri pondok indah uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll. siapa berminat ?? [EMAIL PROTECTED] nooc.co.id To: [EMAIL PROTECTED] cc: [EMAIL PROTECTED] 03/17/04 02:16 Subject: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Please respond to iagi-net kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...? eh, ada nggak ya...? Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED]To: [EMAIL PROTECTED] .comcc: Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston 03/17/2004 02:02 PM Please respond to iagi-net Itu proyek atau sengaja mau main ya? Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari, kenalan sama penghuni disana. Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka. Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya. Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam. Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus? Sori, hanya untuk selingan. Shofi Allo, Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar. -Original Message- From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston nama sekolahnya apa Pak? lokasinya dimana? thx. -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat
RE: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
hehehehe makanya pake syarat mas Paul! kalo GOLKAR saya pikir gak pake syarat yang seperti saya sebut tuh! apalagi saya pernah baca stiker di bus kota kalo GOLKAR itu ternyata akronim dari Golongan Koruptor Anti Reformasi! ups... maaf ya, saya cuman sebut seperti apa kata stiker di buskota! siapa tau di IAGI ini banyak kader GOLKAR! hehehe m.s. Allo, Paulus T [EMAIL PROTECTED]To: [EMAIL PROTECTED] illips.comcc: Subject: RE: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: 03/17/2004 04:05 PM [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Please respond to Houston iagi-net lohhh...kok sama dgn janjinya Akbar Tanjung pas kampanye yah?? 8-) (just kidding) -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : 20% APBN untuk pendidikan mungkin cukup untuk pendidikan gratis sampai tingkat SLTA, jika dan hanya jika dana itu sampai dan digunakan untuk keperluan pendidikan dan tidak dikorupsi! m.s. - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu dikaitkan dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor, Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur), Gurubesar (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala yang tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten ahli. Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan, tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika jabatannya sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun, kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa dalam 2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa sulit untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur 60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula lektor muda, madya dsb. Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu sulit karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri DikNas). Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar luarbiasa, sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm. Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak lagi dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di ITB nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN, seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat menentukan sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan ini menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan Professor seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi di lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang dengan statusnya BHMN ITB berkewabijban mencari dana sendiri. Salah satu usaha itu adalah mencari dana abadi atau trustfund untuk mendirikan kegurubesaran sebagai lembaga atau yang disebut Professorship. Dan perusahaan atau perorangan yang mau membiayai professorship itu diberi imbalah boleh memberikan nama pada professorship itu, seperti the Shell Professorship of Geology di University Brunei Darussalam, atau the Getty Professorship of Petroleum Geology di Colorado School of Mines.dsb. Bahkan dalam hal ini si financial sponsor dapat ikut menentukan siapa-siapa yang akan menduduki professorship itu. Inilah cerita mengenai sistim birokrasi dan jalan keluar yang ditempuh ITB. Mudah-mudahan segalanya dapat jelas. Wassalam RPK - Original Message - From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya tulis ? Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th) dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini : assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ? Terima kasih. Salam, Awang AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Terima kasih Pak Koesoema, ternyata rumit prosedurnya, pantas kalau di kita kaderisasi seret. Mungkin diperlukan suatu lembaga di kampus yang mengurusi administrasi proses pengusulan profesor untuk tenaga pengajarnya, sehingga ybs. masih bisa terus aktif riset dan mengajar sementara proses pengajuan profesornya berjalan pula, sejauh memenuhi kualifikasi. Atau, secara nasional prosedurnya harus berubah. Kalau begitu, mungkin yang namanya assistant dan associate professor bukan professor yang prosedurnya Pak Koesoema jelaskan ya. Barangkali itu hanya sebutan di kampus ? Terima kasih. Salam, Awang Koesoema [EMAIL PROTECTED] wrote: Di Indonesia itu jabatan professor ditetapkan dengan SK oleh Presiden RI, di Amerika Serikat hanya oleh Universitas yang bersangkutan. Sistimnya di Indonesia itu adalah ngumpulin yang disebut kum, yang meliputi karya tulis di dalam dan di luar negeri, dan untuk setiap karya tulis diberi nilai kum, yang bervariasi, tergantung dipublikasikan di dalam atau luar negeri, sebagain main atau co-author dan kriteria lainnya yang sangat rumit, selain juga tek-tek bengek seperti masa jabatan, jumlah mata kuliah yang diajarkan, SKS, pangkat golongan terakhir harus IVC (kalau tidak salah), ngisi formulir dsb, kemudian dinilai oleh panitia khusus, di rapatkan di Senat Fakultas, Senat Akademis, Majelis Guru Besar, kemudian baru diusulkan ke DepDikNas, ke Menteri PAN kemudian ke Sekneg, baru diteken oleh Presiden (ini karena jabatan professor itu adalah IVC atau IV D sampai IVE, jadi setara dengan jenderal bintang 3 atau 4). Banyak orang yang sibuk dengan research dan project tidak punya waktu untuk itu, makanya kaderisasi professor itu sangat seret (di Department Geologi ITB sekarang ini hanya ada 1). Dengan menjadinya ITB BHMN mungkin professor itu tidak perlu lagi ke Presiden, ditentukan oleh ITB sendiri (professor lokal?), tetapi yang penting itu ada dananya untuk membiayai sang professor itu, ya gajinya, ya biaya researchnya dsb). Jadi kalau ada yang ingin jadi professor dan merasa punya kwalifikasi untuk itu, carilah financial sponsor dulu, nanti kwalifikasi bisa diperdebatkan di Senat. Wassalam - Original Message - From: Awang Satyana To: Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya tulis ? Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th) dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini : assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ? Terima kasih. Salam, Awang AL-AMIN Amir wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis.. -- - Original Message - DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Cc: Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = - Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today! Download Messenger Now - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - Need a new email address that people can remember Check out the new EudoraMail at http://www.eudoramail.com - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian negeri. Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja, bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren). Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja. Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain, Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya. Wassalam RPK - Original Message - From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis.. -- - Original Message - DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Cc: Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = - Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today! Download Messenger Now - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - Need a new email address that people can remember Check out the new EudoraMail at http://www.eudoramail.com - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Ruwet juga prosedur menjadi profesor di Indonesia. Tetapi saya dengar ada juga jual beli professor. Seperti di jaman orba, seorang mendiknas membeli profesor dari sebuah PTN. Hanya dengan memberi satu kali 'orasi ilmiah'. = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Koesoema [EMAIL PROTECTED] 17/03/2004 10:56 PM Please respond to iagi-net To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] cc: Subject:Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian negeri. Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja, bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren). Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja. Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain, Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya. Wassalam RPK - Original Message - From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis.. -- - Original Message - DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Cc: Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = - Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today! Download Messenger Now - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - Need a new email address that people can remember Check out the new EudoraMail at http://www.eudoramail.com - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy
Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Semuanya betul, pak. Kalau saya sih, maunya mempersiapkan anak2 utk menjadi anak yg sholeh, artinya ya pinter di dunia ini dg berjalan di jalan-Nya. Sepakat, sekolah dan rumah memang dua2nya harus punya bobot yg sama utk mendukung keinginan tsb. Salam, m.s. juga [EMAIL PROTECTED] nooc.co.id To: [EMAIL PROTECTED] cc: 03/17/04 04:00 Subject: Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Please respond to iagi-net Maaf kalo sedikit nyimpang... Saya lihat orang dulu dengan kurikulum jaman dulu pinter-pinter. Orang sekarang dengan kurikulum jaman sekarang juga banyak yang pinter-pinter. Terus yang gak pinter jelas banyak! karena memang pada setiap jaman yang akan paling banyak adalah yang tidak pinter !!! Tapi kalo mau teliti lagi lihatnya, ternyata orang pinter itu bukan hanya tumbuh dari sekolahan bagus, mahal dan isinya orang-2 pinter saja lhooo (ya..jelas dong keluarannya sekolah kayak gini mah namanya orang-2 pinter juga) tapi kebanyakan orang-2 pinter tuh memang orang tuanya juga ya...pinter-pinter! Jadi, sekolah itu bukan tempat segalanya untuk mencetak anak-anak kita jadi orang-2 pinter. Saya pikir orang tua yang berkewajiban mencetak anak-2nya jadi orang pinter. Salah satunya memang mencari sekolah yang COCOK bagi anak-anaknya. Bagaimana sekolah yang cocok itu??? ya...kembali kepada bapak dan ibunya yang tau anak masing-2. Intinya kalau anak kita ditelantarkan di rumahnya dengan anggapan sudah cukup pengetahuannya dengan bersekolah saja adalah salah besar. Menganggap sekolah tak ada guna juga kesalahan besar. Tapi mencari sekolah yang cocok buat anak kita dalam segala segi (perkembangan mental dan otak) juga bukan perkara gampang sebab selain jarak, kenyamanan, pertimbangan kurikulum, lingkungan dll, faktor biaya juga termasuk menjadi beban yang sangat berat bagi orangtua. 20% APBN untuk pendidikan mungkin cukup untuk pendidikan gratis sampai tingkat SLTA, jika dan hanya jika dana itu sampai dan digunakan untuk keperluan pendidikan dan tidak dikorupsi! m.s. [EMAIL PROTECTED] nesia.co.idTo: [EMAIL PROTECTED] cc: 03/17/2004 02:53 PMSubject: Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: Please respond to [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman iagi-netHouston ada Win, Bina Nusantara, yang di pertigaan simprug arteri pondok indah uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll. siapa berminat ?? [EMAIL PROTECTED] nooc.co.id To: [EMAIL PROTECTED] cc: [EMAIL PROTECTED] 03/17/04 02:16 Subject: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Please respond to iagi-net kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...? eh, ada nggak ya...? Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED]To: [EMAIL PROTECTED] .comcc: Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston 03/17/2004 02:02 PM Please respond to iagi-net Itu proyek atau sengaja mau main ya? Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari, kenalan sama penghuni disana. Sampe sampe di bgr, ada
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Terima kasih Pak Koesoema atas penjelasannya yang rinci. Kalau saya tidak salah menyimpulkannya, untuk sampai ke predikat Gurubesar di perguruan tinggi2 di Indonesia maka panjang jalan yang harus ditempuh, tidak sesederhana seperti di PT2 luar negeri. Semoga jalan yang panjang itu makin meningkatkan kualitas gurubesar2 kita, bukan membuat putus asa kandidat2 gurubesar. Perasaan pribadi saja, rasanya, saya lebih bangga memandang seorang gurubesar di Indonesia dibandingkan seorang prof di LN. Sayang sekali kalau sampai dicemari oleh jual beli gelar prof. Tentang pendidikan umum di Indonesia, anak didik kita dari TK-PT, berdasarkan kurikulum rata-rata (sekolah standar bukan plus), bebannya jauh lebih berat dibanding sebayanya di LN. Dan, itu sudah puluhan tahun kita punyai. Masa pendidikan di PT pun lebih lama dengan beban kurikulum lebih banyak. Katakanlah rata-rata lulus dalam 5 tahun. Tetapi, ketika dia mau sekolah di LN, maka harus ambil 1-2 tahun lagi untuk mencapai master, sehingga total sekolahnya menjadi 7 tahun untuk gelar master. Padahal sebayanya di Inggris misalnya sudah bisa mencapai gelar doktor dalam 7 tahun (3 th BSc, 1 th MSc, 3 th PhD). Jadinya : sudah sekolah lama, tidak dianggap pula... Saya pernah baca bahwa di Belanda seorang Drs bisa langsung menempuh pendidikan untuk doktor, karena Drs di sana setara master. Di Indonesia, yang sistem pendidikannya diwarisi dari Belanda, seorang Drs (S1) dianggap bachelor saja kalau mau sekolah ke S2. Aneh. Menempuh pendidikan di Indonesia pun sama saja. S1 dianggap bachelor, S2 dulu untuk ke magister atau master, baru ke S3, menjadi total 10 tahun (dengan catatan : kalau lancar). Tentang bahasa Inggris. Rata-rata anak-anak sekarang mulai belajar bahasa inggris secara resmi belajar (bukan main-main seperti di play group) adalah kelas 3. Di SD 3 tahun belajar bahasa inggris, SMP dan SMU 6 tahun, di PT katakanlah resminya 2 th. Total sampai lulus S1 tanpa les-les bahasa inggris di luar sekolah adalah 11 tahun. Padahal, kita tahu, kebanyakan anak tetap les bahasa inggris walaupun di sekolahnya dapat pelajaran bahasa inggris. Nah, bagaimana rata-rata kualitas bahasa inggris lulusan2 S1 kita ? Dalam pengamatan saya, masih belum menggembirakan. Setelah bekerja, di perusahaan dileskan lagi oleh perusahaanya lewat berbagai program in-house training atau total immersion selama beberapa minggu. Ternyata, masih belum menggembirakan juga. Adakah yang salah... Salam, Awang Koesoema [EMAIL PROTECTED] wrote: Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian negeri. Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja, bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren). Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja. Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain, Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya. Wassalam RPK - Original Message - From: OK Taufik To: ; Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis.. -- - Original Message - DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56 From: Koesoema To: Cc: Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki kwalifikasinya. - Original Message - From: teddy atmadinata To: Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir wrote: saya saya pernah dengar
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Kalau yang diterangkan Pak Kusuma itu kan untuk PNS ,kalau untuk swasta bagaimana ya ? Kalau tidak salah pak Amien rasi itu kan bukan PNS , apa ada peratuaran lain yang mengaturnya ? Nah kalau yang namanya Prof.Dr.Djedjem yang berpraktek di jalan Minagkabau (Pasar Rumput) untuk mengubah wajah anda menjadi lebih mancung dan bibir lebih sexy itu dapat dari mana Ya ? (benen bener saya ingin tahu lho , bukan tendenius). Apa ada sanksi kalau saya menamakan diri Prof Dr. Abah Yanto R.Sumantri an melakukan praktek paranormal . Si Abah. Koesoema wrote: Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu dikaitkan dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor, Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur), Gurubesar (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala yang tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten ahli. Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan, tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika jabatannya sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun, kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa dalam 2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa sulit untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur 60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula lektor muda, madya dsb. Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu sulit karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri DikNas). Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar luarbiasa, sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm. Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak lagi dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di ITB nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN, seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat menentukan sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan ini menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan Professor seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi di lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang dengan statusnya BHMN ITB berkewabijban mencari dana sendiri. Salah satu usaha itu adalah mencari dana abadi atau trustfund untuk mendirikan kegurubesaran sebagai lembaga atau yang disebut Professorship. Dan perusahaan atau perorangan yang mau membiayai professorship itu diberi imbalah boleh memberikan nama pada professorship itu, seperti the Shell Professorship of Geology di University Brunei Darussalam, atau the Getty Professorship of Petroleum Geology di Colorado School of Mines.dsb. Bahkan dalam hal ini si financial sponsor dapat ikut menentukan siapa-siapa yang akan menduduki professorship itu. Inilah cerita mengenai sistim birokrasi dan jalan keluar yang ditempuh ITB. Mudah-mudahan segalanya dapat jelas. Wassalam RPK - Original Message - From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya tulis ? Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th) dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini : assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ? Terima kasih. Salam, Awang AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Pak Koes Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini : 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah. 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini mencapainya ? dan kapan ? Si Abah - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Tetap saja yang jadi masalah adalah financial supportnya. Kalau sudah diterima jadi gurubesar termuda, tidak ada financial support, tidak bisa research, tidak dijamin hidupnya, praktis impotent. Jadi top 5 besar di Asia tanpa financial support tidak mungkin. Atau kita-kita ini harus mencarikan dana untuk membentuk suatu trustfund, misalnya IAGI professorship in apa RPK - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Pak Koes Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini : 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah. 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini mencapainya ? dan kapan ? Si Abah - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Kelihatannya diskusi kita tidak nyambung. Kalau masalahnya adalah pendidikan di Indonesia, itu lain. Saya berpendapat bahwa pendidikan di SD s/d SMA itu sangat baik, tetapi hanya untuk anak-anak yang IQ-nya di atas rata-rata, dan juga guru-guru nya yang berkwalitas. Sedangkan untuk anak-anak rata-rata, terlalu sulit untuk diikuti, akhirnya jadi banyak dihafal saja, tidak kreatif. Di Amerika pendidikannya ditujukan untuk anak-anak kebanyakan, sehingga yang IQ nya rendah pun bisa jadi pintar Itu saja komentar saya Wassalam - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Pak Koes Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini : 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah. 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini mencapainya ? dan kapan ? Si Abah - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 =
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
munculnya nama Nelson Tansu emang cukup fenomenal trutama dimasa krisis panutan sedang melanda ngIndo. Hampir semua milist mensitir kemunculannya. Dan seperti biasa kalau ada issue menarik gini komentarnyapun macem-macem ada yg bangga, ada yg menganggap biasa toh yg namanya pengajar uni yg sudah Phd mendapat nama professor, bahkan ada yg sinis karena beritanya terlalu bombastis. Kalau melihat sistem pendidikan dasar antara ngIndo dengan LN emang jauh beda. Pengalaman anakku di International School (~ SMU = Secondary dengan British stream) cukup menarik. Salah satu contoh adalah ketika belajar magnet semua diajarkan secara bersama sama kemudian diminta mencari sendiri bahan yg diajarkan di perpstakaan. Nah ketika ada test dibuat ada bebrapa grade dimana masing-masing mempunyai tingkat kesulitan berbeda-beda : Grade A diberi soal hitung-hitungan mengukur/menghitung gaya magnet. Grade B diberi pertanyaan agak mudah tentang bahan-bahan magnet. Grade C diberi soal termudah ie, berapa jumlah kutub magnet. Kalau bisa menjawab benar maka nilainya 100, kalau salah ya 0, kalau setengah2 ya antara 0-100. Bagi si pinter tentunya akan berusaha menjawab soal tersulit dan berusaha mencari 100. Namun bagi si lemah tetep akan mendapatkan 100 kalau benar, namun hanya untuk grade C. Akhirnya semua mendapatkan ilmu ttg magnet sesuai minat, keinginan serta kadar kemampuannya ... Jadi pada akhir tahun, semua naik kelas, semua lulus ... hanya grade dan nilainya saja yg berbeda-beda. Nak-anak diberi kebebasan menentukan keinginan sesuai dengan kemampuan yg dimiliki. Nah anakku yg primary (SD) mendapat pengalaman menarik juga ketika diajak jalan-jalan ke cafe utk sarapan pagi. Mereka diajarin bagaimana memesan makanan, makan yg bener dan membayarnya. Dan setelah selesei makan mereka diajak muter-muter di cafe melihat bagaimana pelayan, juru masak, kasir serta store keeper bekerja. Karena aku di kota kecil yg ngga ada pabrik maka pengalaman ini memeberikan ilmu ke anak utk mengerti satu sistem usaha kecil, secara utuh mulai dari A-Z. Jadi sianak ini tahu bagaimana satu kelompok orang bekerja. Sampai kelas 4 sepertinya acaranya hanya bermain. (mboh besok arep dadi opo iki ... :) Tapi membandingkan model pendidikan dasar ngIndo dengan di LN apa ya fair yak ? Toh Nelson Samsu yg produk SMU Indonesia tetep bagus, dan dia juga bukan sembarangan murid wektu SMA. Daa adalah salah satu peserta TOFI ... peserta Olimpiade Fisika walopun bukan peraih medali emas. Buatku Nelson hebat karena masih muda dan memiliki potensi utk lebih maju. RDP From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] Kelihatannya diskusi kita tidak nyambung. Kalau masalahnya adalah pendidikan di Indonesia, itu lain. Saya berpendapat bahwa pendidikan di SD s/d SMA itu sangat baik, tetapi hanya untuk anak-anak yang IQ-nya di atas rata-rata, dan juga guru-guru nya yang berkwalitas. Sedangkan untuk anak-anak rata-rata, terlalu sulit untuk diikuti, akhirnya jadi banyak dihafal saja, tidak kreatif. Di Amerika pendidikannya ditujukan untuk anak-anak kebanyakan, sehingga yang IQ nya rendah pun bisa jadi pintar Itu saja komentar saya Wassalam - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Pak Koes Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini : 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah. 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini mencapainya ? dan kapan ? Si Abah _ MSN 8 helps eliminate e-mail viruses. Get 2 months FREE*. http://join.msn.com/?page=features/virus - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti. Wassalam, Teddy Atmadinata AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = - Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today! Download Messenger Now
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya tulis ? Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th) dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini : assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ? Terima kasih. Salam, Awang AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote: saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang menjadi pengajar.. jadi bukan suatu jenjang kepangkatan jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut = AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO TOTAL EP INDONESIE BALIKPAPAN 0542-533765 - 0811592902 = Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus, he..he.. Salam, Syaiful Rovicky Dwi Putrohari To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] cc: mail.comSubject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston 03/17/04 08:54 AM Please respond to iagi-net munculnya nama Nelson Tansu emang cukup fenomenal trutama dimasa krisis panutan sedang melanda ngIndo. Hampir semua milist mensitir kemunculannya. Dan seperti biasa kalau ada issue menarik gini komentarnyapun macem-macem ada yg bangga, ada yg menganggap biasa toh yg namanya pengajar uni yg sudah Phd mendapat nama professor, bahkan ada yg sinis karena beritanya terlalu bombastis. Kalau melihat sistem pendidikan dasar antara ngIndo dengan LN emang jauh beda. Pengalaman anakku di International School (~ SMU = Secondary dengan British stream) cukup menarik. Salah satu contoh adalah ketika belajar magnet semua diajarkan secara bersama sama kemudian diminta mencari sendiri bahan yg diajarkan di perpstakaan. Nah ketika ada test dibuat ada bebrapa grade dimana masing-masing mempunyai tingkat kesulitan berbeda-beda : Grade A diberi soal hitung-hitungan mengukur/menghitung gaya magnet. Grade B diberi pertanyaan agak mudah tentang bahan-bahan magnet. Grade C diberi soal termudah ie, berapa jumlah kutub magnet. Kalau bisa menjawab benar maka nilainya 100, kalau salah ya 0, kalau setengah2 ya antara 0-100. Bagi si pinter tentunya akan berusaha menjawab soal tersulit dan berusaha mencari 100. Namun bagi si lemah tetep akan mendapatkan 100 kalau benar, namun hanya untuk grade C. Akhirnya semua mendapatkan ilmu ttg magnet sesuai minat, keinginan serta kadar kemampuannya ... Jadi pada akhir tahun, semua naik kelas, semua lulus ... hanya grade dan nilainya saja yg berbeda-beda. Nak-anak diberi kebebasan menentukan keinginan sesuai dengan kemampuan yg dimiliki. Nah anakku yg primary (SD) mendapat pengalaman menarik juga ketika diajak jalan-jalan ke cafe utk sarapan pagi. Mereka diajarin bagaimana memesan makanan, makan yg bener dan membayarnya. Dan setelah selesei makan mereka diajak muter-muter di cafe melihat bagaimana pelayan, juru masak, kasir serta store keeper bekerja. Karena aku di kota kecil yg ngga ada pabrik maka pengalaman ini memeberikan ilmu ke anak utk mengerti satu sistem usaha kecil, secara utuh mulai dari A-Z. Jadi sianak ini tahu bagaimana satu kelompok orang bekerja. Sampai kelas 4 sepertinya acaranya hanya bermain. (mboh besok arep dadi opo iki ... :) Tapi membandingkan model pendidikan dasar ngIndo dengan di LN apa ya fair yak ? Toh Nelson Samsu yg produk SMU Indonesia tetep bagus, dan dia juga bukan sembarangan murid wektu SMA. Daa adalah salah satu peserta TOFI ... peserta Olimpiade Fisika walopun bukan peraih medali emas. Buatku Nelson hebat karena masih muda dan memiliki potensi utk lebih maju. RDP From: Koesoema [EMAIL PROTECTED] Kelihatannya diskusi kita tidak nyambung. Kalau masalahnya adalah pendidikan di Indonesia, itu lain. Saya berpendapat bahwa pendidikan di SD s/d SMA itu sangat baik, tetapi hanya untuk anak-anak yang IQ-nya di atas rata-rata, dan juga guru-guru nya yang berkwalitas. Sedangkan untuk anak-anak rata-rata, terlalu sulit untuk diikuti, akhirnya jadi banyak dihafal saja, tidak kreatif. Di Amerika pendidikannya ditujukan untuk anak-anak kebanyakan, sehingga yang IQ nya rendah pun bisa jadi pintar Itu saja komentar saya Wassalam - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM Subject: Re
RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
nama sekolahnya apa Pak? lokasinya dimana? thx. -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus, he..he.. Salam, Syaiful - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Wah, bukan promosi lho, pak Allo, SBI Madania di Telaga Kahuripan Bogor (dekat Parung). Salam, Syaiful Allo, Paulus T [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] llips.com cc: Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman 03/17/04 01:52 PM Houston Please respond to iagi-net nama sekolahnya apa Pak? lokasinya dimana? thx. -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus, he..he.. Salam, Syaiful - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED]) -http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Itu proyek atau sengaja mau main ya? Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari, kenalan sama penghuni disana. Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka. Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya. Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam. Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus? Sori, hanya untuk selingan. Shofi Allo, Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar. -Original Message- From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston nama sekolahnya apa Pak? lokasinya dimana? thx. -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus, he..he.. Salam, Syaiful - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
[iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...? eh, ada nggak ya...? Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED]To: [EMAIL PROTECTED] .comcc: Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston 03/17/2004 02:02 PM Please respond to iagi-net Itu proyek atau sengaja mau main ya? Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari, kenalan sama penghuni disana. Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka. Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya. Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam. Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus? Sori, hanya untuk selingan. Shofi Allo, Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar. -Original Message- From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston nama sekolahnya apa Pak? lokasinya dimana? thx. -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus, he..he.. Salam, Syaiful - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
ada Win, Bina Nusantara, yang di pertigaan simprug arteri pondok indah uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll. siapa berminat ?? [EMAIL PROTECTED] nooc.co.id To: [EMAIL PROTECTED] cc: [EMAIL PROTECTED] 03/17/04 02:16 Subject: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Please respond to iagi-net kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...? eh, ada nggak ya...? Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED]To: [EMAIL PROTECTED] .comcc: Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston 03/17/2004 02:02 PM Please respond to iagi-net Itu proyek atau sengaja mau main ya? Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari, kenalan sama penghuni disana. Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka. Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya. Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam. Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus? Sori, hanya untuk selingan. Shofi Allo, Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar. -Original Message- From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston nama sekolahnya apa Pak? lokasinya dimana? thx. -- paulus ConocoPhillips Indonesia Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote : Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus, he..he.. Salam, Syaiful - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi
Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Saya kira soal kerja di ITB itu bisa saja untuk orang industri, yang penting dia itu bisa membawa financial sponsor-nya, seperti Shell dll, dan suatu professorship dapat dibentuk seperti di UBD. Jadi kalau sekiranya ada yang berminat jadi professor di ITB adalah selain kwalifikasi yang diterima ITB adalah mendapatkan sponsor yang membiayai, apakh pribadi, apakah Exxon-Mobil, atau George Sorous. Sekarangpun sedang dalam perdebatan adanya ITB Panigoro School of Business yang akan dibiayai oleh Arifin Panigoro. (USD 5 juta menurut khabar burung, untuk dibentuk trustfund) yang membiayainya. Jadi silahkan rame-rame cari financial sponsor. Wassalam RPK - Original Message - From: Darman, Herman H BSP-TSX/4 [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, March 15, 2004 12:35 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston Abah, Saya juga pernah ke Houston, ikut pertemuan IATMI-Houston dan berjumpa dengan orang Indonesia, lulusan ITB jurusan Sipil kalau tidak salah yang PhD thesisnya dipatent-kan. Namanya saya lupa sayangnya. Dia buat formula menghitung kestabilan konstruksi sipil dengan pengaruh ombak. Jadi software yang dibuat dipakai untuk mendesain konstruksi struktur offshore. Saya juga sempat tanya kawan ini apakah dia punya rencana pulang ke Indonesia dan mengangkat nama Indonesia dari Indonesia bukan dari negeri paman Sam. Menurut dia kalau dia pulang, kesempatan dia untuk menerapkan dan mengembangkan ilmunya akan hilang. Beberapa oceanographic laboratory yang dimiliki Indonesia seperti PT PAL dan satu lagi di Jakarta sudah 'mati', bahkan sudah jadi lapangan badminton karyawan. Padahal, menurut dia, lab tersebut cukup baik. Unocal juga menggunakannya untuk percobaan deep water well mereka. Kalau kita punya orang-orang seperti ini dibidang geologi, apakah mereka bisa kita terima dalam system pendidikan di Indonesia? Jawabnya tentu tidak. Mereka mesti mulai dari bawah (assisten dosen) dulu rasanya. Saya juga menunggu perkembangan privatisasi ITB. Siapa tau mereka bisa buka kesempatan untuk orang-orang Industri untuk kerja di ITB sebagai pengajar. Kalau di Brunei, mereka bisa terima high qualified geologist dari industri untuk kerja di sana. Herman -Original Message- From: Yanto R. Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 15 March 2004 12:44 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu Rekan rekan IAGI- net Berikut informasi yang mungkin berguna , bagi yang rajin mendengar Delta FM , ybs pernah diwawancara pagi ini. Si Abah Nelson Tansu, Profesor Termuda asal Indonesia di Lehigh University, AS Jago Seminar di Mancanegara, tapi Dikira Mahasiswa S-1 Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang berusaha menggapai mimpi Amerika. Salah seorang yang berhasil merengkuhnya adalah warga negara Indonesia. Dia bernama Nelson Tansu. Di AS, dia termasuk ilmuwan ternama dengan tiga hak paten di tangannya. RAMADHAN POHAN, Washington DC NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun lalu, ketika baru berusia 25 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (profesor) di Lehigh University, Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang tergolong sangat belia dengan statusnya tersebut. Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral. Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS. Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional. Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia. Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. Bukan main. Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam. Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya. Saya sangat cinta tanah
RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
Abah, Saya juga pernah ke Houston, ikut pertemuan IATMI-Houston dan berjumpa dengan orang Indonesia, lulusan ITB jurusan Sipil kalau tidak salah yang PhD thesisnya dipatent-kan. Namanya saya lupa sayangnya. Dia buat formula menghitung kestabilan konstruksi sipil dengan pengaruh ombak. Jadi software yang dibuat dipakai untuk mendesain konstruksi struktur offshore. Saya juga sempat tanya kawan ini apakah dia punya rencana pulang ke Indonesia dan mengangkat nama Indonesia dari Indonesia bukan dari negeri paman Sam. Menurut dia kalau dia pulang, kesempatan dia untuk menerapkan dan mengembangkan ilmunya akan hilang. Beberapa oceanographic laboratory yang dimiliki Indonesia seperti PT PAL dan satu lagi di Jakarta sudah 'mati', bahkan sudah jadi lapangan badminton karyawan. Padahal, menurut dia, lab tersebut cukup baik. Unocal juga menggunakannya untuk percobaan deep water well mereka. Kalau kita punya orang-orang seperti ini dibidang geologi, apakah mereka bisa kita terima dalam system pendidikan di Indonesia? Jawabnya tentu tidak. Mereka mesti mulai dari bawah (assisten dosen) dulu rasanya. Saya juga menunggu perkembangan privatisasi ITB. Siapa tau mereka bisa buka kesempatan untuk orang-orang Industri untuk kerja di ITB sebagai pengajar. Kalau di Brunei, mereka bisa terima high qualified geologist dari industri untuk kerja di sana. Herman -Original Message- From: Yanto R. Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 15 March 2004 12:44 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu Rekan rekan IAGI- net Berikut informasi yang mungkin berguna , bagi yang rajin mendengar Delta FM , ybs pernah diwawancara pagi ini. Si Abah Nelson Tansu, Profesor Termuda asal Indonesia di Lehigh University, AS Jago Seminar di Mancanegara, tapi Dikira Mahasiswa S-1 Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang berusaha menggapai mimpi Amerika. Salah seorang yang berhasil merengkuhnya adalah warga negara Indonesia. Dia bernama Nelson Tansu. Di AS, dia termasuk ilmuwan ternama dengan tiga hak paten di tangannya. RAMADHAN POHAN, Washington DC NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun lalu, ketika baru berusia 25 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (profesor) di Lehigh University, Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang tergolong sangat belia dengan statusnya tersebut. Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral. Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS. Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional. Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia. Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. Bukan main. Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam. Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya. Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan, saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia, katanya, serius. Di Negeri Paman Sam, kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap sebagai terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan memperlihatkan ketekunan serta prestasi kerjanya sebagai anak bangsa. Saat berbicara soal Indonesia, mimik pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh dari basa-basi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa kita terus bekerja keras, kata Nelson menjawab koran ini. Dia adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu,