Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-19 Terurut Topik Koesoema
Sekali lagi harus dibedakan gelar professor dan jabatan gurubesar. Yang
jalan panjang dan berliku untuk untuk jabatan gurubesar, yang humoris causa
itu  gelar professor.

- Original Message -
From: Witan [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, March 19, 2004 8:12 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak.

 Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di
 Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa
 jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi.
 Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di
 universitas?
 Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu
 sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya.
 Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang
 dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan
 karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat
 untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya
 tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek
 diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru
 Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara
 terbanyak.

 Witan

 -Original Message-
 From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
 Houston

 Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama.
 Gelar
 professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau
 panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar
 luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa,
 dan
 setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan  pertimbangannya
 bahwab
 bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau
 research
 funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar
 biasa
 yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan
 orasi
 sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk
 gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah
 umum
 pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat
 dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas
 tsb,
 bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan
 gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap
 melekat.
 Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli.
 Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs
 sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat
 sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam
 saja,
 karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis
 beliau
 sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi,
 tetapi
 mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun
 sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat
 panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas
 menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa,
 walaupun
 sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau
 Doctor
 Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak
 gampang (paling tidak di ITB)
 Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan
 orasi.
 Dagelan? Ini serious lho!
 Wassalam
 RPK





 -
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
 -



-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik Koesoema
Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama. Gelar
professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau
panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar
luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa, dan
setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan  pertimbangannya bahwab
bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau research
funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar biasa
yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan orasi
sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk
gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah umum
pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat
dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas tsb,
bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan
gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap melekat.
Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli.
Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs
sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat
sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam saja,
karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis beliau
sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi, tetapi
mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun
sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat
panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas
menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa, walaupun
sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau Doctor
Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak
gampang (paling tidak di ITB)
Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan orasi.
Dagelan? Ini serious lho!
Wassalam
RPK
- Original Message -
From: AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, March 18, 2004 6:39 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Ruwet juga prosedur menjadi profesor di Indonesia.
 Tetapi saya dengar ada juga jual beli professor. Seperti di jaman orba,
 seorang
 mendiknas membeli profesor dari sebuah PTN. Hanya dengan memberi satu kali
 'orasi ilmiah'.


 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =





 Koesoema [EMAIL PROTECTED]
 17/03/2004 10:56 PM
 Please respond to iagi-net


 To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
 cc:
 Subject:Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu -
pengalaman Houston


 Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit
 sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat
 jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian
 negeri.
 Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan
 saja,
 bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan
 gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren).
 Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth
 countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris
 tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong
 Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan
 Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja.
 Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain,
 Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru
 ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di
 berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya.
 Wassalam
 RPK
 - Original Message -
 From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
 Houston


  Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana
 pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda,
 seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya
 merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company
 Man-nya Profesor dari Prancis..
  --
 
  - Original Message -
 
  DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56
  From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Cc:
 
  Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support
 kepada
  seseorang untuk memangku jabatan gurubesar  jika orang itu tidak
 memeliki
  kwalifikasinya.
  
  
  - Original Message -
  From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik Koesoema
Mungkin yang dimaksud itu sebutan atau gelar professor, bukan jabatan
professor.
Tergantung di luar negerinya di mana, apakah di Vanuatu, Uganda atau di
Jerman. Setahu saya katanya di Jerman kalau seseorang yang mengepalai suatu
institusi research sering di beri gelar professor.
Di Indonesia juga pernah ada usul begitu. Seseorang Ahli Peneliti Utama,
yang disingkat APU dari suatu lembaga penelitian seperti LIPI, pernah
diusulkan supaya diberi gelar professor, bahkan melakukan pidato pengukuhan
juga. Tetapi kelihatannya masyarakat kurang menanggapinya, karena gelar
professor itu hanyalah sebutan yang diberikan masyarakat pada seseorang yang
menjabat gurubesar, sama dengan gelar Kiyai yang diberikan masyarakat kepada
seorang ulama, terutama yang memimpin suatu pesantren.
Jadi jangan dikacaukan antara jabatan Gurubesar dengan sebutan (gelar)
professor.
Wassalam
RPK
- Original Message -
From: Ukat Sukanta at CPI [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, March 18, 2004 6:51 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Pak Koesoemah,

 Di Indonesia, yang tidak jadi Dosen di Universitas juga bisa jadi Prof.
 Apakah diluar negeri ada Pak, rasanya harus orang universitas??

 Salam,
 US

 -Original Message-
 From: AL-AMIN Amir [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, March 18, 2004 6:40 AM
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
 Houston


 Ruwet juga prosedur menjadi profesor di Indonesia.
 Tetapi saya dengar ada juga jual beli professor. Seperti di jaman orba,
 seorang
 mendiknas membeli profesor dari sebuah PTN. Hanya dengan memberi satu kali
 'orasi ilmiah'.


 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =





 Koesoema [EMAIL PROTECTED]
 17/03/2004 10:56 PM
 Please respond to iagi-net


 To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
 cc:
 Subject:Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu -
 pengalaman Houston


 Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit
 sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat
 jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian
 negeri.
 Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan
 saja,
 bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan
 gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren).
 Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth
 countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris
 tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong
 Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan
 Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja.
 Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain,
 Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru
 ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di
 berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya.
 Wassalam
 RPK
 - Original Message -
 From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
 Houston


  Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana
 pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda,
 seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya
 merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company
 Man-nya Profesor dari Prancis..
  --
 
  - Original Message -
 
  DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56
  From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Cc:
 
  Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support
 kepada
  seseorang untuk memangku jabatan gurubesar  jika orang itu tidak
 memeliki
  kwalifikasinya.
  
  
  - Original Message -
  From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
 Houston
  
  
   Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat
 Profesor
 di
  Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena
 dengan
  menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut
 lagi
  menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat
 Prof
  tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti.
  
   Wassalam,
   Teddy Atmadinata
  
   AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
   saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua
 yang
   menjadi pengajar..
   jadi bukan suatu jenjang kepangkatan
  
   jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut
  
   =
   AMIR AL AMIN - DKS/OPG

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik Koesoema
Amien Rais itu pernah jadi dosen di UGM, karena dia masuk dan mendirikan PAN
maka dia itu harus mengundurkan diri sebagai dosen UGM, tetapi sempat
dikukuhkan sebagai guru besar untuk 1 jam.
Silahkan coba saja pasang gelar Prof. Abah Yanto, apakah nanti ditangkap
polisi tidak. Kalau ditangkap tanya dia mana undang-undangnya dan pasal
berapa bahwa yang berhak menyandang gelar professor itu hanya guru besar.

Kalau untuk perguruan swasta prosedurnya saya kira sama, tetapi lewat
Kopertis, karena menurut peraturannya dosen-dosen di swasta juga mengikuti
jenjang Assistan, Lektor dsb. Tolong tanyakan kepada mereka yang di
UniversitasTrisakti, apa benar tidak yang saya katakan itu.
Yang lucu kan universitas swasta harus mengikuti peraturan DpDiknas, kalau
tidak salah yang disebut PP 10, sedangkan universitas BHMN bisa menentukan
jenjang kepangkatannya sendiri.
Wassalam
RPK
Wassalam

- Original Message -
From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, March 18, 2004 2:33 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Kalau yang diterangkan Pak Kusuma itu kan untuk PNS ,kalau untuk swasta
 bagaimana ya ?

 Kalau tidak salah pak Amien rasi itu kan bukan PNS , apa ada peratuaran
 lain yang mengaturnya ?

 Nah kalau yang namanya Prof.Dr.Djedjem yang berpraktek di jalan
 Minagkabau (Pasar Rumput) untuk mengubah wajah anda menjadi lebih
 mancung dan bibir lebih sexy itu dapat dari mana Ya ?
 (benen bener saya ingin tahu lho , bukan tendenius).
 Apa ada sanksi kalau saya menamakan diri Prof Dr. Abah Yanto
 R.Sumantri an melakukan praktek paranormal .

 Si Abah.

 Koesoema wrote:
 
  Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu
dikaitkan
  dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf
  pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf
  pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten
  Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya,
Lektor,
  Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur),
Gurubesar
  (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala
yang
  tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten
ahli.
  Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan,
  tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat
  berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau
  dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai
  kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika
jabatannya
  sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun,
  kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa
dalam
  2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa
sulit
  untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya
  jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur
  60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah
  disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula
  lektor muda, madya dsb.
  Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu
sulit
  karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi
  Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat
  diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri
DikNas).
  Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar
luarbiasa,
  sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm.
  Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak
lagi
  dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di
ITB
  nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN,
  seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat
menentukan
  sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan
ini
  menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan
Professor
  seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai
  Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi
di
  lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang
  dengan statusnya BHMN ITB berkewabijban mencari dana sendiri. Salah satu
  usaha itu adalah mencari dana abadi atau trustfund untuk mendirikan
  kegurubesaran sebagai lembaga atau yang disebut Professorship. Dan
  perusahaan atau perorangan yang mau membiayai professorship itu diberi
  imbalah boleh memberikan nama pada professorship itu, seperti the Shell
  Professorship of Geology di University Brunei Darussalam, atau the Getty
  Professorship of Petroleum Geology di Colorado School of Mines.dsb.
Bahkan
  dalam hal ini si financial sponsor dapat ikut menentukan siapa-siapa
yang
  akan menduduki professorship itu.
  Inilah cerita mengenai sistim birokrasi dan jalan keluar yang ditempuh
ITB

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik mohamad untung
Sampai dengan tahun 1999 di Australia gelar full professor untuk geofisika
hanya 2 (dua ) orang, yaitu prefessor Vozof  dari McQuairy University dan
professor David Boyd dari University of Adelaide. Lain-lainya (banyak) yang
baru associate professor dan sudah  boleh untuk jadi promotor atau
supervisor untuk Ph.D program. Jadi seleksi sangat ketat untuk memangku
jabatan professor.
M. Untung
- Original Message -
From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, March 18, 2004 5:46 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Amien Rais itu pernah jadi dosen di UGM, karena dia masuk dan mendirikan
PAN
 maka dia itu harus mengundurkan diri sebagai dosen UGM, tetapi sempat
 dikukuhkan sebagai guru besar untuk 1 jam.
 Silahkan coba saja pasang gelar Prof. Abah Yanto, apakah nanti ditangkap
 polisi tidak. Kalau ditangkap tanya dia mana undang-undangnya dan pasal
 berapa bahwa yang berhak menyandang gelar professor itu hanya guru besar.

 Kalau untuk perguruan swasta prosedurnya saya kira sama, tetapi lewat
 Kopertis, karena menurut peraturannya dosen-dosen di swasta juga mengikuti
 jenjang Assistan, Lektor dsb. Tolong tanyakan kepada mereka yang di
 UniversitasTrisakti, apa benar tidak yang saya katakan itu.
 Yang lucu kan universitas swasta harus mengikuti peraturan DpDiknas, kalau
 tidak salah yang disebut PP 10, sedangkan universitas BHMN bisa menentukan
 jenjang kepangkatannya sendiri.
 Wassalam
 RPK
 Wassalam

 - Original Message -
 From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, March 18, 2004 2:33 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston


  Kalau yang diterangkan Pak Kusuma itu kan untuk PNS ,kalau untuk swasta
  bagaimana ya ?
 
  Kalau tidak salah pak Amien rasi itu kan bukan PNS , apa ada peratuaran
  lain yang mengaturnya ?
 
  Nah kalau yang namanya Prof.Dr.Djedjem yang berpraktek di jalan
  Minagkabau (Pasar Rumput) untuk mengubah wajah anda menjadi lebih
  mancung dan bibir lebih sexy itu dapat dari mana Ya ?
  (benen bener saya ingin tahu lho , bukan tendenius).
  Apa ada sanksi kalau saya menamakan diri Prof Dr. Abah Yanto
  R.Sumantri an melakukan praktek paranormal .
 
  Si Abah.
 
  Koesoema wrote:
  
   Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu
 dikaitkan
   dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf
   pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan
staf
   pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya,
Asisten
   Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya,
 Lektor,
   Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur),
 Gurubesar
   (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala
 yang
   tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten
 ahli.
   Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat
jabatan,
   tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat
   berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga
kalau
   dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda,
nilai
   kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika
 jabatannya
   sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4
tahun,
   kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa
 dalam
   2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa
 sulit
   untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan
kebanyakannya
   jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur
   60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah
   disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula
   lektor muda, madya dsb.
   Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu
 sulit
   karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali
menjadi
   Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang
dapat
   diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri
 DikNas).
   Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar
 luarbiasa,
   sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm.
   Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar
tidak
 lagi
   dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen
di
 ITB
   nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN,
   seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat
 menentukan
   sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang
jabatan
 ini
   menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan
 Professor
   seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang
dipakai
   Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah).
Tetapi
 di
   lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang

RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik Witan
Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak.

Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di
Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa
jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi.
Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di
universitas?
Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu
sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya.
Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang
dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan
karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat
untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya
tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek
diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru
Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara
terbanyak.

Witan

-Original Message-
From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston

Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama.
Gelar
professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau
panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar
luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa,
dan
setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan  pertimbangannya
bahwab
bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau
research
funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar
biasa
yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan
orasi
sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk
gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah
umum
pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat
dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas
tsb,
bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan
gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap
melekat.
Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli.
Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs
sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat
sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam
saja,
karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis
beliau
sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi,
tetapi
mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun
sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat
panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas
menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa,
walaupun
sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau
Doctor
Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak
gampang (paling tidak di ITB)
Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan
orasi.
Dagelan? Ini serious lho!
Wassalam
RPK
 




-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik Musakti, Oki

Wah kalau caranya begitu, aku mau minta Marissa Haq jadi dosen geology
deh.
Dijamin cepat jadi professor karena semua mahasiswa pasti vote dia.
Dan kang Witan pasti bakal semangat jadi mahasiswa lagi.
He he he sorry becanda

Oki
-Original Message-
From: Witan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, 19 March 2004 11:43
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston

Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak.

Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di
Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa
jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi.
Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di
universitas?
Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu
sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya.
Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang
dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan
karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat
untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya
tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek
diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru
Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara
terbanyak.

Witan




Santos Ltd A.B.N. 80 007 550 923
Disclaimer: The information contained in this email is intended only for the use of the
person(s) to whom it is addressed and may be confidential or contain
privileged information. If you are not the intended recipient you are hereby
notified that any perusal, use, distribution, copying or disclosure is strictly
prohibited.  If you have received this email in error please immediately
advise us by return email and delete the email without making a copy.

-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-18 Terurut Topik Yanto R. Sumantri
Kang Witan 

Apa Prof Djedje (jigana mah urang Sunda  tah dulur teh) bisa
dikatagorikan  Prof Humoris Causa  ?

Eukeuh euleuh kang Witan mani demkratis pisan , mung asa rada rada aneh
proses usulan Akang teh.

Si Abah

Witan wrote:
 
 Yang dagelan itu mah namanya Professor humoris causa pak.
 
 Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di
 Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa
 jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi.
 Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di
 universitas?
 Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu
 sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya.
 Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang
 dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan
 karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat
 untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya
 tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek
 diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru
 Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelassupaya dapat suara
 terbanyak.
 
 Witan
 
 -Original Message-
 From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
 Houston
 
 Menjadi professor dan mendapatkan gelar professor itu tidak sama.
 Gelar
 professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau
 panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar
 luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa,
 dan
 setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan  pertimbangannya
 bahwab
 bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau
 research
 funds bagi universitas yb, maka yb dikukuhkan menjadi gurubesar luar
 biasa
 yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan
 orasi
 sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk
 gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah
 umum
 pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat
 dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas
 tsb,
 bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan
 gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap
 melekat.
 Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli.
 Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs
 sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat
 sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam
 saja,
 karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis
 beliau
 sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi,
 tetapi
 mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun
 sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat
 panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas
 menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa,
 walaupun
 sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau
 Doctor
 Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak
 gampang (paling tidak di ITB)
 Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan
 orasi.
 Dagelan? Ini serious lho!
 Wassalam
 RPK
 
 
 -
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
 Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
 -

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Koesoema
Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada
seseorang untuk memangku jabatan gurubesar  jika orang itu tidak memeliki
kwalifikasinya.


- Original Message -
From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di
Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan
menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi
menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof
tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti.

 Wassalam,
 Teddy Atmadinata

 AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
 saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
 menjadi pengajar..
 jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

 jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =


 -
   Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today!
Download Messenger Now


-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik AZHALI_EDWIN

hehehe...apa kabar sekolah negeri...???



   
  
  [EMAIL PROTECTED]

  nesia.co.idTo:   [EMAIL PROTECTED] 

 cc:   
  
  03/17/2004 02:53 PMSubject:  Re: [iagi-net-l] 
ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson 
  Please respond to   Tansu - pengalaman Houston   
  
  iagi-net 
  
   
  
   
  





ada Win, Bina Nusantara,  yang di pertigaan simprug  arteri pondok indah

uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt
utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt
utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt
utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt

biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll.

siapa berminat ??


[EMAIL PROTECTED]
nooc.co.id   To: [EMAIL PROTECTED]
 cc: [EMAIL PROTECTED]
03/17/04 02:16   Subject: [iagi-net-l]
ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l]
PMProfesor termuda Nelson Tansu -
pengalaman Houston
Please respond
to iagi-net


kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...?
eh, ada nggak ya...?




-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Koesoema
Di Indonesia itu jabatan professor ditetapkan dengan SK oleh Presiden RI, di
Amerika Serikat hanya oleh Universitas yang bersangkutan.
Sistimnya di Indonesia itu adalah ngumpulin yang disebut kum, yang
meliputi karya tulis di dalam dan di luar negeri, dan untuk setiap karya
tulis diberi nilai kum, yang bervariasi, tergantung dipublikasikan di
dalam atau luar negeri, sebagain main atau co-author dan kriteria lainnya
yang sangat rumit,  selain juga tek-tek bengek seperti masa jabatan, jumlah
mata kuliah yang diajarkan, SKS, pangkat golongan terakhir harus IVC (kalau
tidak salah), ngisi formulir dsb, kemudian dinilai oleh panitia khusus, di
rapatkan di Senat Fakultas, Senat Akademis, Majelis Guru Besar, kemudian
baru diusulkan ke DepDikNas, ke Menteri PAN kemudian ke Sekneg, baru diteken
oleh Presiden (ini karena jabatan professor itu adalah IVC atau IV D sampai
IVE, jadi setara dengan jenderal bintang 3 atau 4).
Banyak orang yang sibuk dengan research dan project tidak punya waktu untuk
itu, makanya kaderisasi professor itu sangat seret (di Department Geologi
ITB sekarang ini hanya ada 1).
Dengan menjadinya ITB BHMN mungkin professor itu tidak perlu lagi ke
Presiden, ditentukan oleh ITB sendiri (professor lokal?), tetapi yang
penting itu ada dananya untuk membiayai sang professor itu, ya gajinya, ya
biaya researchnya dsb).
Jadi kalau ada yang ingin jadi professor dan merasa punya kwalifikasi untuk
itu, carilah financial sponsor dulu, nanti kwalifikasi bisa diperdebatkan di
Senat.
Wassalam


- Original Message -
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh
seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk
berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya
tulis ?  Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th)
dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak
begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini :
assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ?
Terima kasih.

 Salam,
 Awang

 AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
 saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
 menjadi pengajar..
 jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

 jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =

 Do you Yahoo!?
 Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam


-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Munji_Syarif

Maaf kalo sedikit nyimpang...
Saya lihat orang dulu dengan kurikulum jaman dulu pinter-pinter.
Orang sekarang dengan kurikulum jaman sekarang juga banyak yang
pinter-pinter.

Terus yang gak pinter jelas banyak! karena memang pada setiap jaman
yang akan paling banyak
adalah yang tidak pinter !!!

Tapi kalo mau teliti lagi lihatnya,
ternyata orang pinter itu bukan hanya tumbuh dari sekolahan
bagus, mahal dan isinya orang-2 pinter saja lhooo
(ya..jelas dong keluarannya sekolah kayak gini mah namanya orang-2 pinter
juga)
tapi kebanyakan orang-2 pinter tuh memang orang tuanya juga
ya...pinter-pinter!

Jadi, sekolah itu bukan tempat segalanya untuk mencetak anak-anak kita jadi
orang-2 pinter.
Saya pikir orang tua yang berkewajiban mencetak anak-2nya jadi orang
pinter.
Salah satunya memang mencari sekolah yang COCOK bagi anak-anaknya.
Bagaimana sekolah yang cocok itu???
ya...kembali kepada bapak dan ibunya yang tau anak masing-2.
Intinya kalau anak kita ditelantarkan di rumahnya dengan anggapan sudah
cukup pengetahuannya
dengan bersekolah saja adalah salah besar.
Menganggap sekolah tak ada guna juga kesalahan besar.
Tapi mencari sekolah yang cocok buat anak kita dalam segala segi
(perkembangan mental dan otak)
juga bukan perkara gampang sebab selain jarak, kenyamanan, pertimbangan
kurikulum, lingkungan dll,
faktor biaya juga  termasuk
menjadi beban yang sangat berat bagi orangtua.

20% APBN untuk pendidikan mungkin cukup untuk pendidikan gratis sampai
tingkat SLTA,
jika dan hanya jika dana itu sampai dan digunakan untuk keperluan
pendidikan dan tidak dikorupsi!

m.s.






   
   
  [EMAIL PROTECTED]
 
  nesia.co.idTo:   [EMAIL PROTECTED] 
 
 cc:   
   
  03/17/2004 02:53 PMSubject:  Re: [iagi-net-l] 
ayyooo...sekolah...was: RE:   
  Please respond to   [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson 
Tansu - pengalaman 
  iagi-netHouston  
   
   
   
   
   





ada Win, Bina Nusantara,  yang di pertigaan simprug  arteri pondok indah

uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt
utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt
utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt
utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt

biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll.

siapa berminat ??















[EMAIL PROTECTED]
nooc.co.id   To: [EMAIL PROTECTED]
 cc: [EMAIL PROTECTED]
03/17/04 02:16   Subject: [iagi-net-l]
ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l]
PMProfesor termuda Nelson Tansu -
pengalaman Houston
Please respond
to iagi-net







kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...?
eh, ada nggak ya...?




  Shofiyuddin

  [EMAIL PROTECTED]To:
[EMAIL PROTECTED]

  .comcc:

   Subject:  RE: [iagi-net-l]
Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
  03/17/2004 02:02

  PM

  Please respond to

  iagi-net







Itu proyek atau sengaja mau main ya?
Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari,
kenalan sama penghuni disana.
Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka.
Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya.
Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam.
Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus?

Sori, hanya untuk selingan.

Shofi

Allo,
Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar.

-Original Message-
From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston


nama sekolahnya apa Pak?
lokasinya dimana?


thx.

--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke
 PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg
 setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain
 tempat

RE: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Munji_Syarif

hehehehe
makanya pake syarat mas Paul!
 kalo GOLKAR saya pikir gak pake syarat yang seperti saya sebut tuh!
apalagi saya pernah baca stiker di bus kota
kalo GOLKAR itu ternyata akronim dari Golongan Koruptor Anti Reformasi!
ups...
maaf ya, saya cuman sebut seperti apa kata stiker di buskota!
siapa tau di IAGI ini banyak kader GOLKAR!
hehehe
m.s.




   
   
  Allo, Paulus T 
   
  [EMAIL PROTECTED]To:   [EMAIL PROTECTED]  

  illips.comcc:   
   
 Subject:  RE: [iagi-net-l] 
ayyooo...sekolah...was: RE:   
  03/17/2004 04:05 PM [iagi-net-l] Profesor termuda 
Nelson Tansu - pengalaman 
  Please respond to   Houston  
   
  iagi-net 
   
   
   
   
   




lohhh...kok sama dgn janjinya Akbar Tanjung pas kampanye yah??
8-)

(just kidding)


--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 20% APBN untuk pendidikan mungkin cukup untuk pendidikan gratis
 sampai tingkat SLTA, jika dan hanya jika dana itu sampai dan
 digunakan untuk keperluan pendidikan dan tidak dikorupsi!

 m.s.

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]),
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-






-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Koesoema
Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu dikaitkan
dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf
pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf
pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten
Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor,
Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur), Gurubesar
(IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala yang
tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten ahli.
Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan,
tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat
berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau
dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai
kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika jabatannya
sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun,
kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa dalam
2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa sulit
untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya
jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur
60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah
disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula
lektor muda, madya dsb.
Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu sulit
karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi
Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat
diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri DikNas).
Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar luarbiasa,
sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm.
Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak lagi
dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di ITB
nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN,
seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat menentukan
sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan ini
menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan Professor
seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai
Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi di
lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang
dengan statusnya BHMN ITB berkewabijban mencari dana sendiri. Salah satu
usaha itu adalah mencari dana abadi atau trustfund untuk mendirikan
kegurubesaran sebagai lembaga atau yang disebut Professorship. Dan
perusahaan atau perorangan yang mau membiayai professorship itu diberi
imbalah boleh memberikan nama pada professorship itu, seperti the Shell
Professorship of Geology di University Brunei Darussalam, atau the Getty
Professorship of Petroleum Geology di Colorado School of Mines.dsb. Bahkan
dalam hal ini si financial sponsor dapat ikut menentukan siapa-siapa yang
akan menduduki professorship itu.
Inilah cerita mengenai sistim birokrasi dan jalan keluar yang ditempuh ITB.
Mudah-mudahan segalanya dapat jelas.
Wassalam
RPK

- Original Message -
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh
seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk
berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya
tulis ?  Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th)
dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak
begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini :
assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ?
Terima kasih.

 Salam,
 Awang

 AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
 saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
 menjadi pengajar..
 jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

 jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =

 Do you Yahoo!?
 Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam


-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Awang Satyana
Terima kasih Pak Koesoema, ternyata rumit prosedurnya, pantas kalau di kita kaderisasi 
seret. Mungkin diperlukan suatu lembaga di kampus yang mengurusi administrasi proses 
pengusulan profesor untuk tenaga pengajarnya, sehingga ybs. masih bisa terus aktif 
riset dan mengajar sementara proses pengajuan profesornya berjalan pula, sejauh 
memenuhi kualifikasi. Atau, secara nasional prosedurnya harus berubah. Kalau begitu, 
mungkin yang namanya assistant dan associate professor bukan professor yang 
prosedurnya Pak Koesoema jelaskan ya. Barangkali itu hanya sebutan di kampus ? Terima 
kasih.
 
Salam,
Awang

Koesoema [EMAIL PROTECTED] wrote:
Di Indonesia itu jabatan professor ditetapkan dengan SK oleh Presiden RI, di
Amerika Serikat hanya oleh Universitas yang bersangkutan.
Sistimnya di Indonesia itu adalah ngumpulin yang disebut kum, yang
meliputi karya tulis di dalam dan di luar negeri, dan untuk setiap karya
tulis diberi nilai kum, yang bervariasi, tergantung dipublikasikan di
dalam atau luar negeri, sebagain main atau co-author dan kriteria lainnya
yang sangat rumit, selain juga tek-tek bengek seperti masa jabatan, jumlah
mata kuliah yang diajarkan, SKS, pangkat golongan terakhir harus IVC (kalau
tidak salah), ngisi formulir dsb, kemudian dinilai oleh panitia khusus, di
rapatkan di Senat Fakultas, Senat Akademis, Majelis Guru Besar, kemudian
baru diusulkan ke DepDikNas, ke Menteri PAN kemudian ke Sekneg, baru diteken
oleh Presiden (ini karena jabatan professor itu adalah IVC atau IV D sampai
IVE, jadi setara dengan jenderal bintang 3 atau 4).
Banyak orang yang sibuk dengan research dan project tidak punya waktu untuk
itu, makanya kaderisasi professor itu sangat seret (di Department Geologi
ITB sekarang ini hanya ada 1).
Dengan menjadinya ITB BHMN mungkin professor itu tidak perlu lagi ke
Presiden, ditentukan oleh ITB sendiri (professor lokal?), tetapi yang
penting itu ada dananya untuk membiayai sang professor itu, ya gajinya, ya
biaya researchnya dsb).
Jadi kalau ada yang ingin jadi professor dan merasa punya kwalifikasi untuk
itu, carilah financial sponsor dulu, nanti kwalifikasi bisa diperdebatkan di
Senat.
Wassalam


- Original Message -
From: Awang Satyana 
To: 
Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh
seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk
berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya
tulis ? Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th)
dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak
begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini :
assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ?
Terima kasih.

 Salam,
 Awang

 AL-AMIN Amir wrote:
 saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
 menjadi pengajar..
 jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

 jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =

 Do you Yahoo!?
 Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam


-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-

Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik OK Taufik
Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana pak, 
Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda, seperti yg 
dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya merupakan panggilan buat 
pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company Man-nya Profesor dari Prancis..
--

- Original Message -

DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56
From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: 

Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada
seseorang untuk memangku jabatan gurubesar  jika orang itu tidak memeliki
kwalifikasinya.


- Original Message -
From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di
Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan
menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi
menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof
tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti.

 Wassalam,
 Teddy Atmadinata

 AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
 saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
 menjadi pengajar..
 jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

 jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

 =
 AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
 TOTAL EP INDONESIE
 BALIKPAPAN
 0542-533765 - 0811592902
 =


 -
   Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today!
Download Messenger Now


-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-





Need a new email address that people can remember
Check out the new EudoraMail at
http://www.eudoramail.com

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Koesoema
Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit
sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat
jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian
negeri.
Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja,
bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan
gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren).
Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth
countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris
tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong
Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan
Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja.
Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain,
Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru
ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di
berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya.
Wassalam
RPK
- Original Message -
From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana
pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda,
seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya
merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company
Man-nya Profesor dari Prancis..
 --

 - Original Message -

 DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56
 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Cc:

 Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada
 seseorang untuk memangku jabatan gurubesar  jika orang itu tidak memeliki
 kwalifikasinya.
 
 
 - Original Message -
 From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston
 
 
  Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor
di
 Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan
 menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut
lagi
 menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat
Prof
 tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti.
 
  Wassalam,
  Teddy Atmadinata
 
  AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
  saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
  menjadi pengajar..
  jadi bukan suatu jenjang kepangkatan
 
  jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut
 
  =
  AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
  TOTAL EP INDONESIE
  BALIKPAPAN
  0542-533765 - 0811592902
  =
 
 
  -
Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today!
 Download Messenger Now
 
 
 -

 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

 -
 
 



 Need a new email address that people can remember
 Check out the new EudoraMail at
 http://www.eudoramail.com

 -
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
 -



-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik AL-AMIN Amir
Ruwet juga prosedur menjadi profesor di Indonesia.
Tetapi saya dengar ada juga jual beli professor. Seperti di jaman orba, 
seorang
mendiknas membeli profesor dari sebuah PTN. Hanya dengan memberi satu kali 
'orasi ilmiah'.


=
AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO 
TOTAL EP INDONESIE
BALIKPAPAN
0542-533765 - 0811592902
=





Koesoema [EMAIL PROTECTED]
17/03/2004 10:56 PM
Please respond to iagi-net

 
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
cc: 
Subject:Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman 
Houston


Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit
sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat
jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian
negeri.
Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan 
saja,
bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan
gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren).
Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth
countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris
tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong
Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan
Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja.
Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain,
Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru
ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di
berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya.
Wassalam
RPK
- Original Message -
From: OK Taufik [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman 
Houston


 Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana
pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda,
seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya
merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company
Man-nya Profesor dari Prancis..
 --

 - Original Message -

 DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56
 From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Cc:

 Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support 
kepada
 seseorang untuk memangku jabatan gurubesar  jika orang itu tidak 
memeliki
 kwalifikasinya.
 
 
 - Original Message -
 From: teddy atmadinata [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston
 
 
  Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat 
Profesor
di
 Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena 
dengan
 menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut
lagi
 menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat
Prof
 tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti.
 
  Wassalam,
  Teddy Atmadinata
 
  AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
  saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua 
yang
  menjadi pengajar..
  jadi bukan suatu jenjang kepangkatan
 
  jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut
 
  =
  AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
  TOTAL EP INDONESIE
  BALIKPAPAN
  0542-533765 - 0811592902
  =
 
 
  -
Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends 
today!
 Download Messenger Now
 
 
 -

 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

 -
 
 



 Need a new email address that people can remember
 Check out the new EudoraMail at
 http://www.eudoramail.com

 -
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy

Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik mohammad . syaiful

Semuanya betul, pak. Kalau saya sih, maunya mempersiapkan anak2 utk menjadi
anak yg sholeh, artinya ya pinter di dunia ini dg berjalan di jalan-Nya.
Sepakat, sekolah dan rumah memang dua2nya harus punya bobot yg sama utk
mendukung keinginan tsb.

Salam,
m.s. juga



   

[EMAIL PROTECTED]  
   
nooc.co.id   To: [EMAIL PROTECTED]   
  
 cc:   

03/17/04 04:00   Subject: Re: [iagi-net-l] 
ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l]
PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman 
Houston   
Please respond 

to iagi-net

   

   






Maaf kalo sedikit nyimpang...
Saya lihat orang dulu dengan kurikulum jaman dulu pinter-pinter.
Orang sekarang dengan kurikulum jaman sekarang juga banyak yang
pinter-pinter.

Terus yang gak pinter jelas banyak! karena memang pada setiap jaman
yang akan paling banyak
adalah yang tidak pinter !!!

Tapi kalo mau teliti lagi lihatnya,
ternyata orang pinter itu bukan hanya tumbuh dari sekolahan
bagus, mahal dan isinya orang-2 pinter saja lhooo
(ya..jelas dong keluarannya sekolah kayak gini mah namanya orang-2 pinter
juga)
tapi kebanyakan orang-2 pinter tuh memang orang tuanya juga
ya...pinter-pinter!

Jadi, sekolah itu bukan tempat segalanya untuk mencetak anak-anak kita jadi
orang-2 pinter.
Saya pikir orang tua yang berkewajiban mencetak anak-2nya jadi orang
pinter.
Salah satunya memang mencari sekolah yang COCOK bagi anak-anaknya.
Bagaimana sekolah yang cocok itu???
ya...kembali kepada bapak dan ibunya yang tau anak masing-2.
Intinya kalau anak kita ditelantarkan di rumahnya dengan anggapan sudah
cukup pengetahuannya
dengan bersekolah saja adalah salah besar.
Menganggap sekolah tak ada guna juga kesalahan besar.
Tapi mencari sekolah yang cocok buat anak kita dalam segala segi
(perkembangan mental dan otak)
juga bukan perkara gampang sebab selain jarak, kenyamanan, pertimbangan
kurikulum, lingkungan dll,
faktor biaya juga  termasuk
menjadi beban yang sangat berat bagi orangtua.

20% APBN untuk pendidikan mungkin cukup untuk pendidikan gratis sampai
tingkat SLTA,
jika dan hanya jika dana itu sampai dan digunakan untuk keperluan
pendidikan dan tidak dikorupsi!

m.s.







  [EMAIL PROTECTED]

  nesia.co.idTo:
[EMAIL PROTECTED]
 cc:

  03/17/2004 02:53 PMSubject:  Re: [iagi-net-l]
ayyooo...sekolah...was: RE:
  Please respond to   [iagi-net-l] Profesor
termuda Nelson Tansu - pengalaman
  iagi-netHouston








ada Win, Bina Nusantara,  yang di pertigaan simprug  arteri pondok indah

uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt
utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt
utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt
utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt

biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll.

siapa berminat ??















[EMAIL PROTECTED]
nooc.co.id   To: [EMAIL PROTECTED]
 cc: [EMAIL PROTECTED]
03/17/04 02:16   Subject: [iagi-net-l]
ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l]
PMProfesor termuda Nelson Tansu -
pengalaman Houston
Please respond
to iagi-net







kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...?
eh, ada nggak ya...?




  Shofiyuddin

  [EMAIL PROTECTED]To:
[EMAIL PROTECTED]

  .comcc:

   Subject:  RE: [iagi-net-l]
Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
  03/17/2004 02:02

  PM

  Please respond to

  iagi-net







Itu proyek atau sengaja mau main ya?
Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari,
kenalan sama penghuni disana.
Sampe sampe di bgr, ada

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Awang Satyana
Terima kasih Pak Koesoema atas penjelasannya yang rinci. Kalau saya tidak salah 
menyimpulkannya, untuk sampai ke predikat Gurubesar di perguruan tinggi2 di Indonesia 
maka panjang jalan yang harus ditempuh, tidak sesederhana seperti di PT2 luar negeri.  
Semoga jalan yang panjang itu makin meningkatkan kualitas gurubesar2 kita, bukan 
membuat putus asa kandidat2 gurubesar. Perasaan pribadi saja, rasanya, saya lebih 
bangga memandang seorang gurubesar di Indonesia dibandingkan seorang prof di LN. 
Sayang sekali kalau sampai dicemari oleh jual beli gelar prof.
 
Tentang pendidikan umum di Indonesia, anak didik kita dari TK-PT, berdasarkan 
kurikulum rata-rata (sekolah standar bukan plus), bebannya jauh lebih berat dibanding 
sebayanya di LN. Dan, itu sudah puluhan tahun kita punyai. Masa pendidikan di PT pun 
lebih lama dengan beban kurikulum lebih banyak. Katakanlah rata-rata lulus dalam 5 
tahun. Tetapi, ketika dia mau sekolah di LN, maka harus ambil 1-2 tahun lagi untuk 
mencapai master, sehingga total sekolahnya menjadi 7 tahun untuk gelar master. Padahal 
sebayanya di Inggris misalnya sudah bisa mencapai gelar doktor dalam 7 tahun (3 th 
BSc, 1 th MSc, 3 th PhD). Jadinya : sudah sekolah lama, tidak dianggap pula... Saya 
pernah baca bahwa di Belanda seorang Drs bisa langsung menempuh pendidikan untuk 
doktor, karena Drs di sana setara master. Di Indonesia, yang sistem pendidikannya 
diwarisi dari Belanda, seorang Drs (S1) dianggap bachelor saja kalau mau sekolah ke 
S2. Aneh. Menempuh pendidikan di Indonesia pun sama saja. S1 dianggap bachelor, S2
 dulu untuk ke magister atau master, baru ke S3, menjadi total 10 tahun (dengan 
catatan : kalau lancar).
 
Tentang bahasa Inggris. Rata-rata anak-anak sekarang mulai belajar bahasa inggris 
secara resmi belajar (bukan main-main seperti di play group) adalah kelas 3. Di SD 3 
tahun belajar bahasa inggris, SMP dan SMU 6 tahun, di PT katakanlah resminya 2 th. 
Total sampai lulus S1 tanpa les-les bahasa inggris di luar sekolah adalah 11 tahun. 
Padahal, kita tahu, kebanyakan anak tetap les bahasa inggris walaupun di sekolahnya 
dapat pelajaran bahasa inggris. Nah, bagaimana rata-rata kualitas bahasa inggris 
lulusan2 S1 kita ? Dalam pengamatan saya, masih belum menggembirakan. Setelah bekerja, 
di perusahaan dileskan lagi oleh perusahaanya lewat berbagai program in-house training 
atau total immersion selama beberapa minggu. Ternyata, masih belum menggembirakan 
juga. Adakah yang salah...
 
Salam,
Awang

Koesoema [EMAIL PROTECTED] wrote:
Referensinya adalah Belanda jaman dulu, mungkin, tetapi dibikin rumit
sendiri, mungkin tadinya takut ada inflasi professor, jadi dibuat
jenjang-jenjang yang panjang dengan mengaitkan pada sistim kepegawaian
negeri.
Istilah resminya adalah Gurubesar, istilah professor itu hanya sebutan saja,
bukan gelar akademis, sebutan untuk seseorang yang memangku jabatan
gurubesar (sperti sebutan Kyai untuk orang yang memimpin pesantren).
Tentu tiap negara berbeda sistimnya. antara Inggris dan commonwealth
countries (seperti Australia) dengan Amerika Serikat saja beda. Di Inggris
tidak mengenal sebutan associate dan assistant professor. Ngomong-ngomong
Sdr. Awang di Indonesia tidak mengenal istilah Assitant Professor dan
Associate Professor, itu hanya di Amerika Serikat saja.
Tentu negara-negara lain mempunyai sistim sendiri, Jepang lain,
Negara-negara Arab lain (disana Uztadz itu adalah Professor, bukan guru
ngaji seperti disini). Mungkin para netters yang mendapatkan pendidikan di
berbagai negara dapat menjelaskan sistim dan sebutannya.
Wassalam
RPK
- Original Message -
From: OK Taufik 
To: ; 
Sent: Wednesday, March 17, 2004 7:54 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Kualifikasi Profesor di Indonesia ini me-refer ke sistem pendidikan mana
pak, Belandakah?. Kalau membandingkan Profesor yg dari Prancis agak beda,
seperti yg dipertanyakan sdr. Amir-Al Amin tsb, profesor di sana hanya
merupakan panggilan buat pengajar. Malah di rig saya pernah ada Company
Man-nya Profesor dari Prancis..
 --

 - Original Message -

 DATE: Wed, 17 Mar 2004 15:18:56
 From: Koesoema 
 To: 
 Cc:

 Orang atau suatu instansi tidak akan memberikan financial support kepada
 seseorang untuk memangku jabatan gurubesar jika orang itu tidak memeliki
 kwalifikasinya.
 
 
 - Original Message -
 From: teddy atmadinata 
 To: 
 Sent: Wednesday, March 17, 2004 9:26 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston
 
 
  Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor
di
 Luar sana harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan
 menyandang predikat tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut
lagi
 menyandang Predikat tersebut, jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat
Prof
 tersebut kalau tidak di ada Financial Support yang jelas dan pasti.
 
  Wassalam,
  Teddy Atmadinata
 
  AL-AMIN Amir wrote:
  saya saya pernah dengar

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-17 Terurut Topik Yanto R. Sumantri
Kalau yang diterangkan Pak Kusuma itu kan untuk PNS ,kalau untuk swasta
bagaimana ya ?

Kalau tidak salah pak Amien rasi itu kan bukan PNS , apa ada peratuaran
lain yang mengaturnya ?

Nah kalau yang namanya Prof.Dr.Djedjem yang berpraktek di jalan
Minagkabau (Pasar Rumput) untuk mengubah wajah anda menjadi lebih
mancung dan bibir lebih sexy itu dapat dari mana Ya ?
(benen bener saya ingin tahu lho , bukan tendenius).
Apa ada sanksi kalau saya menamakan diri Prof Dr. Abah Yanto
R.Sumantri an melakukan praktek paranormal .

Si Abah.

Koesoema wrote:
 
 Di Indonesia jabatan professor (istilah resminya gurubesar) itu dikaitkan
 dengan golongan dan pangkat pegawai negeri sipil (PNS). Jabatan staf
 pengajar (dosen) itu disebut jabatan fungsional. Jaman saya jabatan staf
 pengajar itu mulai dengan Asisten Ahli Muda, Asisten Ahli Madya, Asisten
 Ahli Kepala (Pangkat Gol IIIa s/d IIId), Lektor Muda, Lektor Madya, Lektor,
 Lektor Kepala, Gurubesar Madya (IVd, setingkat jabatan Gubernur), Gurubesar
 (IVe, setingkat dengan jabatan Sekjen). Hanya jabatan Gurubesar Kepala yang
 tidak ada. Biasanya kalau dengan S-1 mulai dengan Gol IIIa, assisten ahli.
 Jika mendapatkan S-2 atau S-3, tidak langsung naik atau loncat jabatan,
 tetapi ijazah S-2/S-3 dinilai kum-nya, untuk naik jabatan/pangkat
 berikutnya. Nilai kum dari ijazah S-3 itu sangat tinggi, sehingga kalau
 dipakai naik jabatan dari Assisten Ahli menjadi Asisten Ahli Muda, nilai
 kum-nya banyak mubazir. Makanya banyak yang mengambil S-3 jika jabatannya
 sudah mendekati Gurubesar. Untuk kenaikan tingkat itu biasanya 4 tahun,
 kecuali jika berprestasi bisa mendapatkan kenaikan tingkat luar biasa dalam
 2 tahun. Bisa dihitung sendiri lah dengan banyaknya jenjang ini bahwa sulit
 untuk bisa jadi professor sebelum berumur 50 tahun, bahkan kebanyakannya
 jadi professor itu hanya beberapa tahun sebelum pensiun, sekitar umur
 60-han. Tetapi sekarang ini saya dengar jenjang-jenjang ini sudah
 disederhanakan, dan jabatan gurubesar madya sudah dihapus, begitu pula
 lektor muda, madya dsb.
 Makanya selama ini seseorang dari industri mau menjadi professor itu sulit
 karena harus dilakukan korelasi dengan kepangkatan PNS, kecuali menjadi
 Gurubesar Luarbiasa yang statusnya part-time untuk 1 tahun, yang dapat
 diperpanjang setiap tahun (itupun dengan Surat Keputusan Menteri DikNas).
 Status saya juga sekarang ini sesudah pensiun adalah gurubesar luarbiasa,
 sama dengan statusnya Prof Pulunggono alm.
 Dengan berubahnya status ITB menjadi BHMN, maka jabatan Gurubesar tidak lagi
 dikaitkan dengan pangkal/gol PNS (teorinya begitu, bahkan semua dosen di ITB
 nantinya bukan lagi pegawai negeri, tetapi statusnya seperti di BUMN,
 seperti BNI, atau Pertamina dsb), bahkan jenjangnya juga dapat menentukan
 sendiri atau disederhanakan. Untuk ini pernah diusulkan jenjang jabatan ini
 menjadi Instructor, Assitant Professor, Associate Professor, dan Professor
 seperti di USA (di Inggris dan negara commonwealth istilah yang dipakai
 Assitant Reader, Reader, Lecturer, Professor, kalau tidak salah). Tetapi di
 lain pihak ITB harus menggajihnya sendiri (bukan dari kas negara) yang
 dengan statusnya BHMN ITB berkewabijban mencari dana sendiri. Salah satu
 usaha itu adalah mencari dana abadi atau trustfund untuk mendirikan
 kegurubesaran sebagai lembaga atau yang disebut Professorship. Dan
 perusahaan atau perorangan yang mau membiayai professorship itu diberi
 imbalah boleh memberikan nama pada professorship itu, seperti the Shell
 Professorship of Geology di University Brunei Darussalam, atau the Getty
 Professorship of Petroleum Geology di Colorado School of Mines.dsb. Bahkan
 dalam hal ini si financial sponsor dapat ikut menentukan siapa-siapa yang
 akan menduduki professorship itu.
 Inilah cerita mengenai sistim birokrasi dan jalan keluar yang ditempuh ITB.
 Mudah-mudahan segalanya dapat jelas.
 Wassalam
 RPK
 
 - Original Message -
 From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, March 17, 2004 12:31 PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
 
  Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh
 seorang tenaga pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk
 berhak menyandang gelar profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya
 tulis ?  Hak cipta ? Soalnya, di LN itu banyak prof yang muda-muda (30an th)
 dan masa baktinya masih panjang sebelum pensiun. Di Indonesia kan tidak
 begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk jabatan-jabatan ini :
 assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate professor ?
 Terima kasih.
 
  Salam,
  Awang
 
  AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
  saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang
  menjadi pengajar..
  jadi bukan suatu jenjang kepangkatan
 
  jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut
 
  =
  AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO
  TOTAL EP INDONESIE
  BALIKPAPAN
  0542-533765

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Yanto R. Sumantri
Pak Koes

Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini :

1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia
sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti
pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame
ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah.
2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT
terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve
atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini
mencapainya ? dan kapan ?

Si Abah

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Koesoema
Tetap saja yang jadi masalah adalah financial supportnya. Kalau sudah
diterima jadi gurubesar termuda, tidak ada financial support, tidak bisa
research, tidak dijamin hidupnya, praktis impotent.
Jadi top 5 besar di Asia tanpa financial support tidak mungkin. Atau
kita-kita ini harus mencarikan dana untuk membentuk suatu trustfund,
misalnya IAGI professorship in apa

RPK
- Original Message -
From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Pak Koes

 Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini :

 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia
 sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti
 pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame
 ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah.
 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT
 terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve
 atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini
 mencapainya ? dan kapan ?

 Si Abah

 -
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
 -



-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Koesoema
Kelihatannya diskusi kita tidak nyambung.
Kalau masalahnya adalah pendidikan di Indonesia, itu lain.
Saya berpendapat bahwa pendidikan di SD s/d SMA itu sangat baik, tetapi
hanya untuk anak-anak yang IQ-nya di atas rata-rata, dan juga guru-guru nya
yang berkwalitas. Sedangkan untuk anak-anak rata-rata, terlalu sulit untuk
diikuti, akhirnya jadi banyak dihafal saja, tidak kreatif.
Di Amerika pendidikannya ditujukan untuk anak-anak kebanyakan, sehingga yang
IQ nya rendah pun bisa jadi pintar

Itu saja komentar saya
Wassalam

- Original Message -
From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Pak Koes

 Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini :

 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia
 sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti
 pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame
 ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah.
 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT
 terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve
 atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini
 mencapainya ? dan kapan ?

 Si Abah

 -
 To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
 -



-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik AL-AMIN Amir
 saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang 
menjadi pengajar..
jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

=
AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO 
TOTAL EP INDONESIE
BALIKPAPAN
0542-533765 - 0811592902
=


Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
munculnya nama Nelson Tansu emang cukup fenomenal trutama dimasa krisis 
panutan sedang melanda ngIndo.
Hampir semua milist mensitir kemunculannya. Dan seperti biasa kalau ada 
issue menarik gini komentarnyapun macem-macem ada yg bangga, ada yg 
menganggap biasa toh yg namanya pengajar uni yg sudah Phd mendapat nama 
professor, bahkan ada yg sinis karena beritanya terlalu bombastis.

Kalau melihat sistem pendidikan dasar antara ngIndo dengan LN emang jauh 
beda. Pengalaman anakku di International School (~ SMU = Secondary dengan 
British stream) cukup menarik. Salah satu contoh adalah ketika belajar 
magnet semua diajarkan secara bersama sama kemudian diminta mencari sendiri 
bahan yg diajarkan di perpstakaan.
Nah ketika ada test dibuat ada bebrapa grade dimana masing-masing mempunyai 
tingkat kesulitan berbeda-beda :
Grade A diberi soal hitung-hitungan mengukur/menghitung gaya magnet.
Grade B diberi pertanyaan agak mudah tentang bahan-bahan magnet.
Grade C diberi soal termudah ie, berapa jumlah kutub magnet.

Kalau bisa menjawab benar maka nilainya 100, kalau salah ya 0, kalau 
setengah2 ya antara 0-100.
Bagi si pinter tentunya akan berusaha menjawab soal tersulit dan berusaha 
mencari 100.
Namun bagi si lemah tetep akan mendapatkan 100 kalau benar, namun hanya 
untuk grade C.
Akhirnya semua mendapatkan ilmu ttg magnet sesuai minat, keinginan serta 
kadar kemampuannya ...

Jadi pada akhir tahun, semua naik kelas, semua lulus ... hanya grade dan 
nilainya saja yg berbeda-beda. Nak-anak diberi kebebasan menentukan 
keinginan sesuai dengan kemampuan yg dimiliki.

Nah anakku yg primary (SD) mendapat pengalaman menarik juga ketika diajak 
jalan-jalan ke cafe utk sarapan pagi. Mereka diajarin bagaimana memesan 
makanan, makan yg bener dan membayarnya. Dan setelah selesei makan mereka 
diajak muter-muter di cafe melihat bagaimana pelayan, juru masak, kasir 
serta store keeper bekerja. Karena aku di kota kecil yg ngga ada pabrik maka 
pengalaman ini memeberikan ilmu ke anak utk mengerti satu sistem usaha 
kecil, secara utuh mulai dari A-Z. Jadi sianak ini tahu bagaimana satu 
kelompok orang bekerja.
Sampai kelas 4 sepertinya acaranya hanya bermain. (mboh besok arep 
dadi opo iki ... :)

Tapi membandingkan model pendidikan dasar ngIndo dengan di LN apa ya fair 
yak ?
Toh Nelson Samsu yg produk SMU Indonesia tetep bagus, dan dia juga bukan 
sembarangan murid wektu SMA. Daa adalah salah satu peserta TOFI ... peserta 
Olimpiade Fisika walopun bukan peraih medali emas. Buatku Nelson hebat 
karena masih muda dan memiliki potensi utk lebih maju.

RDP
From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]

Kelihatannya diskusi kita tidak nyambung.
Kalau masalahnya adalah pendidikan di Indonesia, itu lain.
Saya berpendapat bahwa pendidikan di SD s/d SMA itu sangat baik, tetapi
hanya untuk anak-anak yang IQ-nya di atas rata-rata, dan juga guru-guru nya
yang berkwalitas. Sedangkan untuk anak-anak rata-rata, terlalu sulit untuk
diikuti, akhirnya jadi banyak dihafal saja, tidak kreatif.
Di Amerika pendidikannya ditujukan untuk anak-anak kebanyakan, sehingga 
yang
IQ nya rendah pun bisa jadi pintar

Itu saja komentar saya
Wassalam
- Original Message -
From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman 
Houston

 Pak Koes

 Ada yang terlupa mengenai Nelson , komentarnya berikut ini :

 1. Bahwa sisitim pendidikan yang dia ikuti sampai SMA di Indonesia
 sangat baik dan karena itu dia tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti
 pelajaran di AS. Apakah benar demikian ? Padahal di Indonesia sedangrame
 ramenya isu bahwa sistim pendidikan dasar Indonesia payah.
 2. Nelson mengharapkan dan menurut dia sebenarnya paling tidak tiga PT
 terkemukan di Indonesia seharusnya dapat menjadisalh sati Best of feve
 atau paling tidak best of ten di Asia. Apa kira kira kita bisa PT ini
 mencapainya ? dan kapan ?

 Si Abah
_
MSN 8 helps eliminate e-mail viruses. Get 2 months FREE*. 
http://join.msn.com/?page=features/virus

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik teddy atmadinata
Mungkin kalau Saya boleh sedikit mengomentari perihal predikat Profesor di Luar sana 
harus proaktif membuat sutu karya setiap perioda karena dengan menyandang predikat 
tersebut tanpa ada karya yang kontinyu tidak patut lagi menyandang Predikat tersebut, 
jadi tidak mudah untuk mempunyai Predikat Prof tersebut kalau tidak di ada Financial 
Support yang jelas dan pasti.
 
Wassalam,
Teddy Atmadinata

AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang 
menjadi pengajar..
jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

=
AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO 
TOTAL EP INDONESIE
BALIKPAPAN
0542-533765 - 0811592902
=


-
  Yahoo! Messenger - Communicate instantly...Ping your friends today! Download 
Messenger Now

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Awang Satyana
Mohon penjelasan, apa kriteria atau syarat2 yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga 
pengajar di Indonesia (katakanlah Jurusan Geologi) untuk berhak menyandang gelar 
profesor. Masa bakti ? Umur minimal ? Jumlah karya tulis ?  Hak cipta ? Soalnya, di LN 
itu banyak prof yang muda-muda (30an th) dan masa baktinya masih panjang sebelum 
pensiun. Di Indonesia kan tidak begitu ya. Dan, apa definisi sebenarnya untuk 
jabatan-jabatan ini : assistant professor (apakah dia profesor juga ?), associate 
professor ? Terima kasih.
 
Salam,
Awang

AL-AMIN Amir [EMAIL PROTECTED] wrote:
saya saya pernah dengar predikat professor di america adlah semua yang 
menjadi pengajar..
jadi bukan suatu jenjang kepangkatan

jadi tidak terlalu heran dengan berita tersebut

=
AMIR AL AMIN - DKS/OPG/WGO 
TOTAL EP INDONESIE
BALIKPAPAN
0542-533765 - 0811592902
=

Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik mohammad . syaiful

Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke PDAM utk
melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg setengah hari,
kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain tempat lagi yg
dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya ngajak main terus,
he..he..

Salam,
Syaiful



   

Rovicky Dwi   

Putrohari   To: [EMAIL PROTECTED] 
  
[EMAIL PROTECTED]   cc:   

mail.comSubject: Re: [iagi-net-l] Profesor 
termuda Nelson Tansu - pengalaman  
  Houston  

03/17/04 08:54 

AM 

Please respond 

to iagi-net

   

   





munculnya nama Nelson Tansu emang cukup fenomenal trutama dimasa krisis
panutan sedang melanda ngIndo.
Hampir semua milist mensitir kemunculannya. Dan seperti biasa kalau ada
issue menarik gini komentarnyapun macem-macem ada yg bangga, ada yg
menganggap biasa toh yg namanya pengajar uni yg sudah Phd mendapat nama
professor, bahkan ada yg sinis karena beritanya terlalu bombastis.

Kalau melihat sistem pendidikan dasar antara ngIndo dengan LN emang jauh
beda. Pengalaman anakku di International School (~ SMU = Secondary dengan
British stream) cukup menarik. Salah satu contoh adalah ketika belajar
magnet semua diajarkan secara bersama sama kemudian diminta mencari sendiri

bahan yg diajarkan di perpstakaan.
Nah ketika ada test dibuat ada bebrapa grade dimana masing-masing mempunyai

tingkat kesulitan berbeda-beda :
Grade A diberi soal hitung-hitungan mengukur/menghitung gaya magnet.
Grade B diberi pertanyaan agak mudah tentang bahan-bahan magnet.
Grade C diberi soal termudah ie, berapa jumlah kutub magnet.

Kalau bisa menjawab benar maka nilainya 100, kalau salah ya 0, kalau
setengah2 ya antara 0-100.
Bagi si pinter tentunya akan berusaha menjawab soal tersulit dan berusaha
mencari 100.
Namun bagi si lemah tetep akan mendapatkan 100 kalau benar, namun hanya
untuk grade C.
Akhirnya semua mendapatkan ilmu ttg magnet sesuai minat, keinginan serta
kadar kemampuannya ...

Jadi pada akhir tahun, semua naik kelas, semua lulus ... hanya grade dan
nilainya saja yg berbeda-beda. Nak-anak diberi kebebasan menentukan
keinginan sesuai dengan kemampuan yg dimiliki.

Nah anakku yg primary (SD) mendapat pengalaman menarik juga ketika diajak
jalan-jalan ke cafe utk sarapan pagi. Mereka diajarin bagaimana memesan
makanan, makan yg bener dan membayarnya. Dan setelah selesei makan mereka
diajak muter-muter di cafe melihat bagaimana pelayan, juru masak, kasir
serta store keeper bekerja. Karena aku di kota kecil yg ngga ada pabrik
maka
pengalaman ini memeberikan ilmu ke anak utk mengerti satu sistem usaha
kecil, secara utuh mulai dari A-Z. Jadi sianak ini tahu bagaimana satu
kelompok orang bekerja.
Sampai kelas 4 sepertinya acaranya hanya bermain. (mboh besok arep
dadi opo iki ... :)

Tapi membandingkan model pendidikan dasar ngIndo dengan di LN apa ya fair
yak ?
Toh Nelson Samsu yg produk SMU Indonesia tetep bagus, dan dia juga bukan
sembarangan murid wektu SMA. Daa adalah salah satu peserta TOFI ... peserta

Olimpiade Fisika walopun bukan peraih medali emas. Buatku Nelson hebat
karena masih muda dan memiliki potensi utk lebih maju.

RDP
From: Koesoema [EMAIL PROTECTED]

Kelihatannya diskusi kita tidak nyambung.
Kalau masalahnya adalah pendidikan di Indonesia, itu lain.
Saya berpendapat bahwa pendidikan di SD s/d SMA itu sangat baik, tetapi
hanya untuk anak-anak yang IQ-nya di atas rata-rata, dan juga guru-guru
nya
yang berkwalitas. Sedangkan untuk anak-anak rata-rata, terlalu sulit untuk
diikuti, akhirnya jadi banyak dihafal saja, tidak kreatif.
Di Amerika pendidikannya ditujukan untuk anak-anak kebanyakan, sehingga
yang
IQ nya rendah pun bisa jadi pintar

Itu saja komentar saya
Wassalam

- Original Message -
From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, March 16, 2004 3:45 PM
Subject: Re

RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Allo, Paulus T
nama sekolahnya apa Pak?
lokasinya dimana?


thx.

--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke
 PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg
 setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain
 tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya
 ngajak main terus, he..he..
 
 Salam,
 Syaiful

-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik mohammad . syaiful

Wah, bukan promosi lho, pak Allo, SBI Madania di Telaga Kahuripan Bogor
(dekat Parung).

Salam,
Syaiful



   
  
Allo, Paulus T   
  
[EMAIL PROTECTED]   To: [EMAIL PROTECTED]   
  
llips.com cc: 
  
   Subject: RE: [iagi-net-l] 
Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman  
03/17/04 01:52 PM   Houston
  
Please respond to  
  
iagi-net   
  
   
  
   
  




nama sekolahnya apa Pak?
lokasinya dimana?


thx.

--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke
 PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg
 setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain
 tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya
 ngajak main terus, he..he..

 Salam,
 Syaiful

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])
-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]),
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-






-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik Shofiyuddin
Itu proyek atau sengaja mau main ya?
Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari,
kenalan sama penghuni disana.
Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka.
Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya. 
Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam.
Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus?

Sori, hanya untuk selingan.

Shofi

Allo, 
Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar.

-Original Message-
From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston


nama sekolahnya apa Pak?
lokasinya dimana?


thx.

--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke
 PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg
 setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain
 tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya
 ngajak main terus, he..he..
 
 Salam,
 Syaiful

- 

-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
-



[iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik AZHALI_EDWIN

kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...?
eh, ada nggak ya...?



   

  Shofiyuddin

  [EMAIL PROTECTED]To:   [EMAIL PROTECTED]  
   
  .comcc: 

   Subject:  RE: [iagi-net-l] Profesor 
termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston   
  03/17/2004 02:02 

  PM   

  Please respond to

  iagi-net 

   

   





Itu proyek atau sengaja mau main ya?
Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari,
kenalan sama penghuni disana.
Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka.
Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya.
Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam.
Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus?

Sori, hanya untuk selingan.

Shofi

Allo,
Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar.

-Original Message-
From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston


nama sekolahnya apa Pak?
lokasinya dimana?


thx.

--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke
 PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg
 setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain
 tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya
 ngajak main terus, he..he..

 Salam,
 Syaiful

-

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]),
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-






-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-



Re: [iagi-net-l] ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-16 Terurut Topik ferry . hakim

ada Win, Bina Nusantara,  yang di pertigaan simprug  arteri pondok indah

uang pendaftaran utk TK 20 juta, sementara bulanannya 1.8 jt
utk SD, pendaftaran 35 jt bulanan 2.45 jt
utk SLTP, pendaftaran 40 jt, bulanan 2.6 jt
utk SLTA, pendaftaran 44 jt, bulanan 3.9 jt

biaya tsb belum termasuk biaya buku, dll.

siapa berminat ??
   
   
   
   
   
   
   
   






   

[EMAIL PROTECTED]  
   
nooc.co.id   To: [EMAIL PROTECTED]   
  
 cc: [EMAIL PROTECTED] 
  
03/17/04 02:16   Subject: [iagi-net-l] 
ayyooo...sekolah...was: RE: [iagi-net-l]
PMProfesor termuda Nelson Tansu - pengalaman 
Houston   
Please respond 

to iagi-net

   

   






kalo sekolahan modelan begini di daerah jkt sekitar, sekolahan apa ya...?
eh, ada nggak ya...?




  Shofiyuddin

  [EMAIL PROTECTED]To:
[EMAIL PROTECTED]

  .comcc:

   Subject:  RE: [iagi-net-l]
Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston
  03/17/2004 02:02

  PM

  Please respond to

  iagi-net







Itu proyek atau sengaja mau main ya?
Anakku juga lho, teka sudah diajak ke PDAM, terus ke taman safari,
kenalan sama penghuni disana.
Sampe sampe di bgr, ada yang namanya teka alam, belajar di alam terbuka.
Begitu SD, diajak outbond, jadi sherif, nembakin gurunya.
Terus 2 minggu berikutnya belajar ke sawah, nangkap ikan di kolam.
Minggu depan diajak nangkep kupu kupu ... lha kok main terus?

Sori, hanya untuk selingan.

Shofi

Allo,
Ente belon bisa ngomong sekolah anak anak. Nanti 5 tahun lagi, sabar.

-Original Message-
From: Allo, Paulus T [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 17, 2004 1:52 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman
Houston


nama sekolahnya apa Pak?
lokasinya dimana?


thx.

--
paulus
ConocoPhillips Indonesia


Once upon a time [EMAIL PROTECTED] wrote :

 Vik, kalau anakku, yg terakhir saja pas kelas 3, diajak jalan2 ke
 PDAM utk melihat kantor dan penyaringan air utk kota Bogor. Waktu yg
 setengah hari, kata anak2, kok ya lumayan cepat. Utk lain waktu, lain
 tempat lagi yg dikunjungi. Jadi di ngIndo juga ada lho yg sekolahnya
 ngajak main terus, he..he..

 Salam,
 Syaiful

-

-

To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi



Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id

Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])

Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])

Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])

Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]),
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])

Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])

-






-
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi

Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-15 Terurut Topik Koesoema
Saya kira soal kerja di ITB itu bisa saja untuk orang industri, yang penting
dia itu bisa membawa financial sponsor-nya, seperti Shell dll, dan suatu
professorship dapat dibentuk seperti di UBD.
Jadi kalau sekiranya ada yang berminat jadi professor di ITB adalah selain
kwalifikasi yang diterima ITB adalah mendapatkan sponsor yang membiayai,
apakh pribadi, apakah Exxon-Mobil, atau George Sorous.
Sekarangpun sedang dalam perdebatan  adanya ITB  Panigoro School of Business
yang akan dibiayai oleh Arifin Panigoro. (USD 5 juta menurut khabar burung,
untuk dibentuk trustfund) yang membiayainya.
Jadi silahkan rame-rame cari financial sponsor.
Wassalam
RPK
- Original Message -
From: Darman, Herman H BSP-TSX/4 [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, March 15, 2004 12:35 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston


 Abah,

 Saya juga pernah ke Houston, ikut pertemuan IATMI-Houston dan berjumpa
dengan orang Indonesia, lulusan ITB jurusan Sipil kalau tidak salah yang PhD
thesisnya dipatent-kan. Namanya saya lupa sayangnya. Dia buat formula
menghitung kestabilan konstruksi sipil dengan pengaruh ombak. Jadi software
yang dibuat dipakai untuk mendesain konstruksi struktur offshore.

 Saya juga sempat tanya kawan ini apakah dia punya rencana pulang ke
Indonesia dan mengangkat nama Indonesia dari Indonesia bukan dari negeri
paman Sam. Menurut dia kalau dia pulang, kesempatan dia untuk menerapkan dan
mengembangkan ilmunya akan hilang. Beberapa oceanographic laboratory yang
dimiliki Indonesia seperti PT PAL dan satu lagi di Jakarta sudah 'mati',
bahkan sudah jadi lapangan badminton karyawan. Padahal, menurut dia, lab
tersebut cukup baik. Unocal juga menggunakannya untuk percobaan deep water
well mereka.

 Kalau kita punya orang-orang seperti ini dibidang geologi, apakah mereka
bisa kita terima dalam system pendidikan di Indonesia? Jawabnya tentu tidak.
Mereka mesti mulai dari bawah (assisten dosen) dulu rasanya.

 Saya juga menunggu perkembangan privatisasi ITB. Siapa tau mereka bisa
buka kesempatan untuk orang-orang Industri untuk kerja di ITB sebagai
pengajar. Kalau di Brunei, mereka bisa terima high qualified geologist dari
industri untuk kerja di sana.

 Herman

 -Original Message-
 From: Yanto R. Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: 15 March 2004 12:44
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu


 Rekan rekan IAGI- net

 Berikut informasi yang mungkin  berguna , bagi yang rajin mendengar
 Delta FM , ybs pernah diwawancara  pagi ini.

 Si Abah


 Nelson Tansu, Profesor Termuda asal Indonesia di Lehigh University, AS


 Jago Seminar di Mancanegara, tapi Dikira Mahasiswa S-1
 Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang berusaha menggapai mimpi
 Amerika. Salah seorang yang berhasil merengkuhnya adalah warga negara
 Indonesia. Dia bernama Nelson Tansu. Di AS, dia termasuk ilmuwan ternama
 dengan tiga hak paten di tangannya.


 RAMADHAN POHAN, Washington DC

 NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun lalu, ketika baru
 berusia 25 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (profesor) di Lehigh
 University, Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang tergolong
 sangat belia dengan statusnya tersebut.

 Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai
 profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri
 Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya
 justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master
 (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral.

 Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS.
 Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.
 Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai
 seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam
 pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington
 DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan,
 dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di
 Eropa, dan Asia.

 Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di
 AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan
 high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan
 riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan.
 Bukan main. Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib
 pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.

 Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri
 rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai
 sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum
 satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya
 pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai
 orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak
 tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya.

 Saya sangat cinta tanah

RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston

2004-03-14 Terurut Topik Darman, Herman H BSP-TSX/4
Abah,

Saya juga pernah ke Houston, ikut pertemuan IATMI-Houston dan berjumpa dengan orang 
Indonesia, lulusan ITB jurusan Sipil kalau tidak salah yang PhD thesisnya 
dipatent-kan. Namanya saya lupa sayangnya. Dia buat formula menghitung kestabilan 
konstruksi sipil dengan pengaruh ombak. Jadi software yang dibuat dipakai untuk 
mendesain konstruksi struktur offshore. 

Saya juga sempat tanya kawan ini apakah dia punya rencana pulang ke Indonesia dan 
mengangkat nama Indonesia dari Indonesia bukan dari negeri paman Sam. Menurut dia 
kalau dia pulang, kesempatan dia untuk menerapkan dan mengembangkan ilmunya akan 
hilang. Beberapa oceanographic laboratory yang dimiliki Indonesia seperti PT PAL dan 
satu lagi di Jakarta sudah 'mati', bahkan sudah jadi lapangan badminton karyawan. 
Padahal, menurut dia, lab tersebut cukup baik. Unocal juga menggunakannya untuk 
percobaan deep water well mereka. 

Kalau kita punya orang-orang seperti ini dibidang geologi, apakah mereka bisa kita 
terima dalam system pendidikan di Indonesia? Jawabnya tentu tidak. Mereka mesti mulai 
dari bawah (assisten dosen) dulu rasanya.

Saya juga menunggu perkembangan privatisasi ITB. Siapa tau mereka bisa buka kesempatan 
untuk orang-orang Industri untuk kerja di ITB sebagai pengajar. Kalau di Brunei, 
mereka bisa terima high qualified geologist dari industri untuk kerja di sana.

Herman

-Original Message-
From: Yanto R. Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: 15 March 2004 12:44
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu


Rekan rekan IAGI- net

Berikut informasi yang mungkin  berguna , bagi yang rajin mendengar
Delta FM , ybs pernah diwawancara  pagi ini.

Si Abah


Nelson Tansu, Profesor Termuda asal Indonesia di Lehigh University, AS


Jago Seminar di Mancanegara, tapi Dikira Mahasiswa S-1
Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang berusaha menggapai mimpi
Amerika. Salah seorang yang berhasil merengkuhnya adalah warga negara
Indonesia. Dia bernama Nelson Tansu. Di AS, dia termasuk ilmuwan ternama
dengan tiga hak paten di tangannya.


RAMADHAN POHAN, Washington DC

NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun lalu, ketika baru
berusia 25 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (profesor) di Lehigh
University, Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang tergolong
sangat belia dengan statusnya tersebut.

Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai
profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri
Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya
justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master
(S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral.

Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS.
Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.
Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai
seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam
pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington
DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan,
dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di
Eropa, dan Asia.

Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di
AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan
high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan
riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan.
Bukan main. Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib
pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.

Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri
rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai
sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum
satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya
pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai
orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak
tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya.

Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan, saya selalu ingin
melakukan yang terbaik untuk Indonesia, katanya, serius.

Di Negeri Paman Sam, kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap
sebagai terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan memperlihatkan
ketekunan serta prestasi kerjanya sebagai anak bangsa. Saat berbicara
soal Indonesia, mimik pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh dari
basa-basi.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika
bangsa kita terus bekerja keras, kata Nelson menjawab koran ini.

Dia adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah pasangan Iskandar
Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua
orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah
lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master
dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu,