[indo-marxist] Sekolah Rakyat Miskin
Sekolah Rakyat Miskin Oleh : Rusli Rauf 26-Mar-2007, 01:00:11 WIB - [www.kabarindonesia.com] MAKASSAR, KabarIndonesia - Karena tak mampu memasuki sekolah formal, warga kampung Lette, Kecamatan Mariso, Makassar Sulawesi Selatan memilih mendirikan sekolah sendiri bagi anak-anak mereka agar bisa turut mengenyam manisnya pendidikan. Sekolah alternatif ini sering disebut sekolah musim panas, karena diliburkan saat musim hujan tiba. Sekolah yang dibangun dari kayu, potongan bambu, dan sisa bongkaran bangunan ini, sekilas seperti gardu pos kamling. Tapi bagi anak-anak warga kampung Lette, inilah yang mereka kenal sebagai sekolah. Setiap siang hingga sore anak-anak warga kampung Lette, yang umumnya bekerja sebagai tukang becak dan buruh nelayan, mencoba mencari pendidikan. Di situlah mereka belajar membaca, menulis / bermain serta bernyanyi. Meski tanpa harus repot dengan seragam serta aturan yang lainnya. Guru mereka pun hanya mahasiswa yang datang membawakan mata pelajaran, atau permainan sesuai permintaan anak-anak ini. Meski beberapa pelajaran seperti berhitung, menggambar dan membaca, ditetapkan sebagai mata pelajaran tetap. Bocah-bocah itu bahkan sangat senang ketika diminta untuk menggambar rumah dan membuat peta kampung mereka, atau semacam denah yang menggambarkan letak rumah mereka, jalan, rumah teman, serta fasilitas umum di kampung mereka. Umumnya warga terpaksa menyekolahkan anak mereka di tempat ini, karena tak punya biaya untuk memasukkan anak mereka ke sekolah formal. Sekolah yang sering disebut sekolah musim panas, tapi bukan seperti sekolah musim panas, atau summer school yang ada di Amerika ataupun Eropa. Sekolah ini memang hanya ada saat musim kemarau, sebab jika musim hujan tanah tempat sekolah ini berdiri akan digenangi air, apalagi letaknya memang dekat dengan Pantai Losari Makassar. Meski mereka tahu mereka berada di lingkungan yang tak berpihak, namun pengelola, yang berasal dari serikat miskin kota, tetap berharap agar sekolah alternatif mereka ini bisa membawa pencerahan bagi masyarakat yang terpinggirkan. Expecting? Get great news right away with email Auto-Check. Try the Yahoo! Mail Beta. http://advision.webevents.yahoo.com/mailbeta/newmail_tools.html Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme! Situs Web: http://come.to/indomarxist Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[indo-marxist] Konflik Agraria antara Forum Persaudaraan Petani Kendal dengan PTPN IX (PERSERO)
Dukungan Bagi Masyarakat Penggarap Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Di tengah pemerintah mempromosikan Program Pembaruan Agraria Nasional yang hendak dimulai pada tahun 2007, konflik agraria antara petani dengan pihak perkebunan negara justru makin menajam. Sebut saja masyarakat Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih di Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal Jawa Tengah yang merupakan anggota Forum Persaudaraan Petani Kendal [FPTK] dengan PTPN IX (PERSERO). FPTK adalah salah satu organisasi anggota Organisasi Tani Jawa Tengah yang disingkat ORTAJA. Konflik agraria bermula pada tahun 2000 ketika masyarakat tak bertanah Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih melakukan okupasi pada lokasi yang ditelantarkan PTPN IX (PERSERO). Dalam meyelesaikan perseelisihan kedua belah pihak bersepakat maju ke meja hijau dengan nomor perkara: 16/Pdt.G/2000/PN Kendal. Hingga hari ini, proses hukum tengah menunggu keputusan kasasi dari Mahkamah Agung. Belum lagi terbit keputusan kasasi dari Mahkamah Agung, pihak PTPN IX (PERSERO) telah mengeluarkan surat pemberitahuan No: Mer./X/66/2007 tentang rencana PTPN IX melakukan penanaman pohon karet di lahan yang bersengketa [HGU I Banyuringin seluas 46,55 Ha; HGU I Kaliputih seluas 32 Ha, HGU II Kaliputih seluas 38,870 Ha, dan HGU III Kaliputih seluas 20 Ha]. Dan jika pada waktu yang telah ditentukan oleh PTPN IX (PERSERO) masyarakat Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih tidak segera memanen tanaman produksinya maka pihak PTPN akan membongkar secara paksa. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari FPTK disebutkan bahwa upaya perusakan dan pembabatan tanaman warga oleh PTPN IX (PERSERO) sudah dilakukan berkali-kali. Serikat Tani Nasional berpandangan: [1]. Tindakan PTPN IX (PERSERO) yang mengeluarkan surat No: Mer./X/66/2007 telah menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat penggarap Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih serta sekaligus mencederai proses hukum yang tengah berlangsung. [2]. Jika ditemukan bukti-bukti akurat tentang tindakan sepihak PTPN IX (PERSERO) melakukan perusakan dan pembabatan tanaman masyarakat, maka pihak kepolisian patut mengadakan pengusutan atas hal ini. [3]. Mendukung dengan tegas upaya perjuangan FPTK menuju keadilan agraria bagi masyarakat penggarap Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. [4]. Badan Pertanahan Nasional agar segera memberika pengakuan atas wilayah kelola agraria masyarakat penggarap Desa Banyuringin dan Desa Kaliputih [tanah yang sudah di-reclaim, pemanfaatan hasil hutan dan air] sebagai BAGIAN PENTING dari Program Pembaruan Agraria Nasional yang hendak dijalankan oleh Pemerintahan SBY-JK Berikan dukungan pada FPTK ke Sekretariat : Jln. Raya Banyuringin Sukodadi, RT 02 RW II, Dusun Tempuran, Desa Banyuringin, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal. Phone : 085225120832. Email : [EMAIL PROTECTED] Salam, /donny pradana wr -- --- Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional [Sementara] Jl. Bogin A 2 Perumahan Budi Agung Bogor 16133 Mobile +62 856 807 5066 Email : [EMAIL PROTECTED] Site : www.serikat-tani.org --- Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme! Situs Web: http://come.to/indomarxist Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[indo-marxist] PERJUANGAN ALTERNATIF PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM (Buletin SADAR)
Buletin Elektronik www.Prakarsa-Rakyat.org SADAR Simpul Untuk Keadilan dan Demokrasi Edisi: 33 Tahun III - 2007 Sumber: www.prakarsa-rakyat.org -- PERJUANGAN ALTERNATIF PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM Oleh: Ari Yurino[1] Pada tanggal 13 Maret 1998, rapat Badan Musyawarah DPR memutuskan untuk menolak surat keputusan Komisi III agar hasil kajian Komisi III tentang kasus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS) dibawa ke paripurna DPR. Dengan adanya penolakan itu, maka usulan Komisi III tidak bisa diagendakan ke paripurna DPR. Yang menarik adalah kajian Komisi III menyatakan bahwa adanya pelanggaran HAM yang berat pada kasus TSS, sehingga Komisi III mengusulkan kepada pimpinan DPR agar menyurati Presiden RI untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Dengan adanya penolakan tersebut, maka otomatis usulan Komisi III agar pimpinan DPR menyurati Presiden RI agar membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc juga ditolak oleh anggota DPR. Hal itu tentu saja sangat mengecewakan bagi korban dan keluarga korban kasus TSS. Sudah 9 tahun korban dan keluarga korban, sejak tahun 1998, mereka menunggu keadilan akan mampir ke dalam kehidupan mereka. Namun ternyata dengan adanya rekomendasi dari rapat Bamus DPR, maka mereka harus kembali menunggu keadilan tersebut muncul, entah sampai kapan. Penolakan tersebut dilakukan oleh 6 fraksi di DPR, sedangkan yang mendukung hanya 4 fraksi. Hal ini jelas menunjukkan komitmen DPR untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM sudah tidak ada. Alasan penolakan tersebut dikarenakan Panitia Khusus (Pansus) mengenai kasus TSS pernah dibuat oleh DPR. Dan rekomendasi dari paripurna DPR saat itu menyatakan bahwa kasus TSS bukan merupakan pelanggaran HAM yang berat. Hal ini sangat berbeda dengan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan Komnas HAM yang menyatakan kasus TSS terdapat unsur pelanggaran HAM yang berat. Politik Anti HAM Peta politik di DPR sebenarnya sudah lama menunjukkan keengganan untuk mengungkapkan kasus ini secara gamblang. Dalam rapat Badan Musyawarah yang berlangsung tertutup pada tanggal 6 Maret 2007, telah memperlihatkan tidak adanya kemauan yang kuat dari anggota DPR untuk mengungkapkan kasus ini. Mayoritas fraksi di DPR menyatakan menolak untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc dengan berbagai alasan. Pada rapat Bamus tersebut hanya 2 fraksi yang menyatakan perlunya pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc diagendakan pada tanggal 13 Maret 2007. Sebelumnya rapat internal Komisi III yang dihadiri 27 dari 46 anggota Komisi III yang berasal dari semua fraksi menyatakan mendukung pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc. Berdasarkan hasil kajiannya, Komisi III DPR sesungguhnya telah mengusulkan kepada pimpinan DPR pada tanggal 15 Febuari agar mengajukan surat kepada Presiden RI untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Bahkan saat itu Ketua DPR Agung Laksono telah menyanggupi untuk menyurati Presiden RI. Namun belakangan, setelah Agung Laksono melakukan pembicaraan informal dengan Presiden dan mengadakan Rapat Pimpinan DPR, Agung Laksono melemparkan permasalahan ini kembali ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Dengan adanya akrobat politik dari para anggota Komisi III yang berasal dari semua fraksi, yang pada awalnya menyatakan mendukung pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc, lalu kemudian berbalik badan, maka jelas kasus ini tidak lepas dari intervensi politik. Bahkan setelah melakukan pembicaraan informal antara pimpinan DPR dan Presiden kemudian pimpinan DPR pun melemparkan masa lah ini ke Bamus DPR, hal ini juga tidak lepas dari intervensi politik. Sikap Kejaksaan Agung yang menolak melakukan penyidikan terhadap kasus ini, mencerminkan sikap politik anti HAM pemerintah. Alasan Kejaksaan Agung tidak bisa melakukan penyidikan terhadap kasus ini karena rekomendasi DPR periode 1999-2004 telah menyatakan bahwa kasus TSS bukan merupakan pelanggaran HAM yang berat. Bahkan saat ini Kejaksaan Agung mendapatkan alasan baru untuk tidak melakukan penyidikan dengan adanya penolakan anggota DPR melalui keputusan Bamus DPR. Namun sebenarnya kewenangan untuk menyatakan suatu kasus terdapat unsur pelanggaran HAM yang berat atau tidak bukanlah di tangan DPR. Dalam UU No 26 tahun 2000, dinyatakan bahwa penetapan mengenai peristiwa pelanggaran HAM yang berat hanya dapat dilakukan oleh Komnas HAM, yang menjadi penyelidik melalui penyelidikan proyustisia. DPR tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu kasus pelanggaran HAM apakah di dalamnya terdapat unsur pelanggaran HAM yang berat atau tidak. Karena jelas DPR merupakan lembaga