Re: [R@ntau-Net] Fwd: BELAJAR MEMAAFKAN DARI BUYA HAMKA.

2015-08-21 Terurut Topik Maturidi Donsan
Tarimo kasih Mak Ngah telah melewakan sekelumit tulisan mengenai alm Buya
Hamka.

Kalau tak salah, tahun 80-an saya beli tafsir alazhar, waktu membaca
pembukaan, bagaimana perlakuan aparat kepolisian di rutan  Cimahi kepada
beliau, dada saya terbakar, waktu itu saya  masih 40-an, rasanya mau dicari
kawan aparat untuk menghabisi oknum polisi yang menganiaya pak Hamka di
rutan itu. Dihalaman penganiayaan itu  saya tulis dengan tinta merah spidol
besar, caci maki kepada BK dan Oknum penyidiknya.

Beberapa tahun kemudian sekitar 2000-an, mesjid dilingkungan saya baru di
pugar, mau dilengkapi dengan perpustakaan, tapi buku-bukunya belum memadai.
Satu ketika pengurus mesjid datang minta sumbangan buku, saya sumbangkanlah
tafsir Al Azhar   30
jus itu.

Dengan lewa-an mak Ngah diatas saya termenung, merasa bersalah, maencaci
maki orang pada hal yang dicaci tak beririsan dengan saya. Buya saja yang
dicaci, dihina malah disiksa, beliau memaafkan.

Agar caci-makian  yang saya tulis itu tidak terbaca jamaah lagi, saya
bermaksud sesegera mungkin menarik buku tersebut setelah ada penggantinya
yang baru,.  sekaligus minta maaf kepada yang tersinggung dan mohon ampun
kepada Allah swt atas kekhilafan itu.

Buya Hamka panutan umat semoga beliau berada ditempat yang sebaik-baiknya
disisi Allah swt amin

Wass,


Maturidi (L/77) Maturidi, Talang, Solok, Kutianyia, Duri Riau

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
* Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


[R@ntau-Net] Fwd: BELAJAR MEMAAFKAN DARI BUYA HAMKA.

2015-08-21 Terurut Topik Sjamsir Sjarif


~~ Via iPhone, Sjamsir Sjarif, Santa Cruz, CA, USA

Begin forwarded message:

 From: Sjamsir Sjarif sjamsirsja...@gmail.com
 Date: August 20, 2015 at 11:23:14 PM PDT
 To: [pengajian-sf] pengajian...@yahoogroups.com
 Subject: BELAJAR MEMAAFKAN DARI BUYA HAMKA.
 
 BELAJAR MEMAAFKAN DARI BUYA HAMKA.
 Janganlah pandang hina musuhmu,
 karena jika ia menghinamu,
 itu ujian tersendiri bagimu..”(Syair Imam Syafi’i)
 
 HAJI Abdul Malik Karim Amrullah atau bisa dikenal dengan Buya Hamka adalah 
 ulama besar yang meninggalkan jejak kebaikan bagi umat dan bangsa ini. Semasa 
 hidup, ulama kelahiran Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908, ini 
 dikenal sebagai sosok ulama yang santun dalam bermuamalah, namun tegas dalam 
 akidah. “Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah, tidak bisa 
 dijual lagi kepada pihak manapun,”demikian tegasnya ketika dilantik sebagai 
 Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
 
 Hamka salah seorang ulama yang mendapat gelar Doktor Honouris Causa dari 
 Universitas Al-Azhar, Mesir, karena kiprah dakwahnya dalam membina umat. Ia 
 dikenal dengan fatwanya ketika menjabat sebagai Ketua MUI, yang mengeluarkan 
 fatwa haram bagi umat untuk Islam mengikuti “Perayaan Natal Bersama”. Ia juga 
 yang menolak undangan untuk bertemu Paus, pemimpin Katholik dunia, ketika 
 datang berkunjung ke Istana Negara pada masa Presiden Soeharto. Dengan tegas, 
 Buya Hamka mengatakan perihal penolakannya bertemu Paus tersebut, “Bagaimana 
 saya bisa bersilaturrahmi dengan beliau, sedangkan umat Islam dengan berbagai 
 cara, bujukan dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?”
 
 Demikian ketegasan Buya Hamka dalam soal akidah. Namun dalam bermuamalah, ia 
 santun dan lembut, sikapnya mencerminkan pribadinya. Ia sosok pemaaf, tak 
 pernah menaruh dendam…
 
 Baru-baru ini, anak kelima dari Buya Hamka, Irfan Hamka, merilis ulang sebuah 
 buku yang menggambarkan tentang sosok dan pribadi ulama tersebut. Buku 
 berjudul “Ayah” itu menceritakan pengalaman hidup Irfan Hamka bersama sang 
 ayah, dan suka duka perjalanan hidup ayah tercintanya, baik sebagai tokoh 
 agama, politisi, sastrawan, dan kepala rumah tangga. Sebelumnya, putra kedua 
 Buya Hamka, Rusjdi Hamka, juga pernah menulis buku yang mengisahkan tentang 
 sosok sang ayah, yang berjudul “Pribadi dan Martabat Buya Hamka.”
 
 Ada hal menarik yang diceritakan dalam buku “Ayah” tersebut. Terutama tentang 
 bagaimana sosok pribadi Buya Hamka ketika menghadapi orang-orang yang pernah 
 memfitnah, membenci, dan memusuhinya. Sebagai ulama yang teguh pendirian, 
 tentu ada pihak yang tak suka dengan sikapnya. Irfan Hamka menceritakan 
 bagaimana sikap Buya Hamka terhadap tiga orang tokoh yang dulu pernah 
 berseberangan secara ideologi, memusuhi, membenci, bahkan memfitnahnya. 
 Ketiga tokoh tersebut adalah Soekarno (Presiden Pertama RI), Mohammad Yamin 
 (tokoh perumus lambang dan dasar negara), dan Pramoedya Ananta Toer 
 (Budayawan Lekra/Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi seni dan budaya yang 
 berafiliasi pada Partai Komunis Indonesia).
 
 Betapapun ketiga tokoh itu membenci dan memusuhi Buya Hamka, namun akhir dari 
 kesudahan hidupnya mereka justru begitu menghormati dan menghargai pribadi 
 dan martabat Buya Hamka.
 
 Soekarno ketika menjabat sebagai Presiden RI dan memaksakan ideologi Nasakom 
 (Nasionalis, Agama, Komunis), menahan Buya Hamka selama dua tahun empat bulan 
 dengan tuduhan yang tidak main-main: terlibat dalam rencana pembunuhan 
 Presiden Soekarno. Pada 28 Agustus 1964, Buya Hamka ditangkap dan dijerat 
 dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Anti Subversif Pempres No.11. Hamka 
 ditahan tanpa proses persidangan dan tanpa diberikan hak sedikitpun untuk 
 melakukan pembelaaan. Tak hanya itu, buku-buku karyanya pun bahkan dilarang 
 untuk diedarkan. Hamka dijebloskan ke penjara, diperlakukan bak penjahat yang 
 mengancam negara. Begitu zalimnya sikap Soekarno terhadap ulama tersebut.
 
 Namun apa yang terjadi, setelah bebas dari penjara, dan Buya Hamka sudah 
 mulai beraktivitas kembali, sementara kekuasaan Soekarno sudah terjungkal, 
 peristiwa mengharukan terjadi. Soekarno yang mulai hidup terasing dan 
 sakit-sakitan, di akhir hayatnya kemudian menitipkan pesan kepada orang yang 
 dulu pernah dizaliminya. Pesan tersebut disampaikan kepada Buya Hamka lewat 
 ajudan Presiden Soeharto, Mayjen Soeryo, pada 16 Juni 1970. Isi pesan 
 tersebut berbunyi, “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi 
 imam shalat jenazahku..”
 
 Hamka terkejut, pesan tersebut ternyata datang seiring dengan kabar kematian 
 Soekarno. Tanpa pikir panjang, ia kemudian melayat ke Wisma Yaso, tempat 
 jenazah Bung Karno disemayamkan. Sesuai wasiat Soekarno, Buya Hamka pun 
 memimpin shalat jenazah tokoh yang pernah menjebloskannya ke penjara itu. 
 Dengan ikhlas ia menunaikan wasiat itu, mereka yang hadir pun terharu. Lalu, 
 apakah Buya Hamka tidak menaruh dendam pada Soekarno. Dengan ketulusan ia